29.7 C
Jakarta
Array

Ketahanan Virtual Menghadapi Paham Radikal

Artikel Trending

Ketahanan Virtual Menghadapi Paham Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Media sosial di zaman now adalah keniscayaan. Efek positif dan negatif selalu menyertai dinamika media sosial. Kualitas bermedia sosial tergantung kepada setiap personal. Sedangkan dalam dinamika yang terus bergerak, efek media sosial dipengaruhi oleh kualitas ketahanan virtual secara komunal.

Dari sekitar tiga milliar orang sedunia, sekitar 40 persen menggunakan media sosial. Sedangkan di Indonesia menurut Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016 menyebutkan bahwa pengguna media sosial sekitar 118,1 juta orang dari 132,7 juta orang pengguna internet dan total penduduk 256,2 juta orang. Media sosial yang paling familiar di Indonesia antara lain Facebook, Twitter dan Instagram.

Efek Medsos

Media sosial berperan strategis berbagai bidang. Antara lain ekonomi, sosial, politik, dan lainnya. Bagi ekonomi, media sosial menjadi salah satu ujung tombak dalam perkembangan ekonomi digital atau e-commerce.

Nilai bisnis e-commerce tanah air pada akhir tahun 2015, diprediksi sekitar USD 18 miliar. Sedangkan  prediksi pada tahun 2020, akan mencapai USD 130 miliar dengan angka pertumbuhan sekitar 50 persen per tahun. Angka ini diharapkan dapat mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto sebesar 22 persen.

Potensi ekonomi digital telah dijawab pemerintah melalui pencanangan Visi Ekonomi Digital Indonesia 2020. Pemerintahan Jokowi menargetkan Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di ASEAN pada 2020. Proyeksinya nilai transaksi e-commerce mencapai 130 juta US Dollar pada tahun 2020.

Selanjutnya media sosial juga mampu menggerakkan gerakan dan perubahan. Misalnya saat terjadi Arab Spring dan kontestasi demokrasi di banyak negara.

Efek negatif dalam dimanika media sosial antara lain adanya potensi konflik, ujaran kebencian, penyebaran paham radikal dan terlarang, serta lainnya.  Efek ini semakin meruncing jika bersinggungan dengan proses kontestasi politik serta bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Jaringan relawan kebebasan berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SafeNet menyebutkan 105 orang di Indonesia yang mengalami dugaan persekusi sepanjang 2017.

Strategi Revitalisasi

Penguatan media sosial mesti dilakukan dengan optimalisasi efek positif dan minimalisasi hingga meniadakan efek negatif. Gaung ini sebenarnya telah disadari sejak awal perkembangan media sosial. Hanya kini dinamika semakin cepat dan terkesan semrawut. Untuk itu butuh upaya revitalisasi.

Tujuan utama media sosial adalah terbangunnya jejaring sosial melalui dunia maya. Untuk itu upaya revitalisasi mesti dilakukan berbasis komunal. Literasi digital diperlukan guna memperkuat ketahanan setiap pengguna medsos dan saling bersinergi antar pengguna.

Para pengguna mesti dibuka matanya sejak awal terkait etika, aspek legal, hingga kemampuan mengelola dinamika media sosialnya. Kesadaran dan pemahaman individual menjadi benteng pertama dan terkuat bagi terbentuknya ketahanan komunal.

Antar personal pengguna media sosial yang sadar dan paham mesti saling bergandengan tangan. Basisnya dapat komunitas, keluarga, dan lainnya. Penting ada upaya saling menasihati, memberi informasi, dan saling mengawal dalam bermedia sosial. Ali bin Abi Thalib Ra pernah berujar bahwa kebaikan yang tidak terorganisasi akan kalah dengan kejahatan yang terorganisasi.

Dalam taraf tertentu dan dibutuhkan penting dilakukan upaya kontra terhadap hal negatif yang berkembang di media sosial. Motifnya hanya untuk mengklarifikasi, meluruskan, beradu argument dan  lainnya. Untuk itu mestinya sentiment politik dan SARA sedikit dikesampingkan.

Upaya perbaikan bermedia sosial mesti kuat bertahan dan memenangkan pertempuran virtual melawan kejahatan maya. Untuk itu penting tidak asal menyerang, melawan, dan sejenisnya. Yang dicari bukanlah keriuhan dunia maya, namun perbaikan substansial.

Pemerintah mesti memberikan fasilitasi upaya revitasasi ketahanan virtual ini. Literasi mesti digencarkan dengan sikap proporsional dan professional. Polarisasi bermedia sosial yang berpotensi menimbulkan konflik nyata mesti dicegah sejak dini dan diminimalisasi.

Sinergi lintas lini menjadi kebutuhan yang niscaya. Pemerintah mesti terus melakukan penyisiran dini guna mendeteksi akun yang melakukan pelanggaran. Kategori dapat diklasifikasi dalam ringan, sedang, berat. Sanksi juga dapat bertahap mulai peringatan hingga penutupan. Hal yang penting dipertimbangkan adalah ketegasan sekaligus kehati-hatian, adil, dan professional.

Kepolisian penting mengoptimalkan implementasi kebijakannya yaitu patroli siber (cyber patrol). Kepolisian mesti pro aktif dan tidak tebang pilih. Selanjutnya pihak akademisi penting melakukan literasi dan mengembangkan aplikasi ilmu digital forensiknya. Sedangkan pengguna medsos dapat berpartisipasi melakukan pengawasan sendiri atau melakukan siskamling medsos.  Partisipasi dan sinergi semua elemen tersebut menjadi kunci revitalisasi ketahanan komunal dalam bermedia sosial.

*RIBUT LUPIYANTO, Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration).

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru