30.1 C
Jakarta
Array

Kemurahan Hati Sang Sufi

Artikel Trending

Kemurahan Hati Sang Sufi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam kitab Shifah al-Shafwah, Ibn al-Jawzi mengisahkan seorang saleh sufi bernama Ahmad bin Mahdi (w. 272 H). Suatu hari dia kedatangan tamu seorang perempuan yang mengadukan permasalahannya. Sebelum mengutarakan permasalahan dan permohonannya, si perempuan mengenalkan diri sebagai orang biasa. Orang tuanya pun berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Ia pun berharap kepada Ahmad bin Mahdi untuk menutupi aib yang menjadi permasalahannya.

Ahmad bin Mahdi menanyakan permasalahan yang akan diadukan kepadanya. Dengan penuh penyesalan dan kebencian terhadap diri sendiri, si perempuan menceritakan bahwa dirinya sedang hamil (baca: tanpa ikatan nikah). Namun naasnya, si perempuan telah mengakui kepada siapapun bahwa anak yang dikandungnya adalah anak dari Ahmad bin Mahdi.

Dengan penuh rasa bersalah dan rasa malu, si perempuan memelas memohon kepada Ahmad bin Mahdi agar dapat menerima apa yang telah disampaikannya kepada orang-orang. Dengan itu aibnya bisa tertutupi.

Sementara Ahmad bin Mahdi duduk termenung sesaat setelah mendengar curahan hati perempuan itu. Dengan rasa ibanya, Ahmad bin Mahdi bersedia untuk menampung perempuan itu menginap DJ rumahnya untuk sementara waktu.

Singkat cerita, si perempuan melahirkan bayi yang dikandungnya di rumah Ahmad bin Mahdi. Mendengar perempuan itu melahirkan, tetangga dan tokoh kampungnya datang ke rumah Ahmad untuk mengucapkan selamat.

Sebagaimana patutnya seorang tamu, Ahmad bin Mahdi menyambut mereka dengan penuh penghormatan. Di tengah obrolan dengan para tamu, Ahmad bin Mahdi menyatakan kepada tokoh kampung yang sedang bertamu bahwa dirinya sudah bercerai dengan perempuan yang barusan melahirkan itu. Sembari menitipkan uang dua dinar untuk diserahkan kepada si perempuan sebagai nafkah untuk keperluan si bayi.

Semenjak hari itu, Ahmad bin Mahdi mengirim uang dua dinar setiap bulannya untuk si bayi. Hal ini berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya. Uang nafkah darinya tak ada putusnya.

Hingga suatu hari, tokoh kampung dan para tetangga berkunjung kepada Ahmad bin Mahdi untuk memberi kabar bahwa si bayi yang sejak lama ia nafkahi baru saja meninggal dunia. Mendengar kabar itu, Ahmad bin Mahdi bersedih dan merelakannya sebagai takdir Allah swt.

Sebulan setelah kematian si bayi, si perempuan mendatangi Ahmad bin Mahdi untuk menyerahkan sekantong besar yang berisi uang dinar yang telah dikirimkan oleh Ahmad bin Mahdi selama bertahun-tahun.

Perempuan itu bersikeras untuk menyerahkan pada Ahmad. Namun ia menolaknya. Bagi Ahmad bin Mahdi dinar-dinar yang telah ia kirimkan itu sebagai tali kasihnya untuk sang bayi. Sepeninggal sang bayi, maka otomatis uang itu beralih tangan ke tangan ibu sang bayi. Karena dialah yang merawatnya.

Akhirnya perempuan itu menerima uang itu serta mendoakan Ahmad bin Mahdi agar semua aibnya tertutupi sebagaimana ia menutupi aib perempuan itu. []

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru