25.7 C
Jakarta
Array

Kemenag Gelar Workshop Pengembangan Wawasan Multikultural Bagi Mahasiswa

Artikel Trending

Kemenag Gelar Workshop Pengembangan Wawasan Multikultural Bagi Mahasiswa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Solo. Kementrian Agama Republik Indonesia melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama, menyelenggarakan Workshop Pengembangan Wawasan Multikultural Bagi Mahasiswa di Kota Solo, Rabu (18/4) di The Sunan Hotel, Solo, Jawa Tengah. Dimulai pukul 08.00 WIB, acara yang diikuti oleh 100 mahasiswa Sarjana dan Pasca Sarjana IAIN Surakarta sebagai satu-satunya PTKIN di Kota Solo tersebut berjalan lancar.

Workshop tersebut menghadirkan tiga narasumber dari tiga elemen yang berbeda. Pertama yaitu dari akademisi sekaligus Rektor IAIN Surakarta Dr. Mudhofir Abdullah, M.Ag. Yang kedua dari aparat kepolisian Kombes. Pol. Drs. Akhmad Nurwahid, S.E., M.M., selaku perwakilan dari Densus 88 Anti Teror. Adapun narasumber yang ketiga ialah H. Wawan Djunaedi, M.A., sebagai Kepala Bidang Harmonisasi Umat Beragama, Kementrian Agama Republik Indonesia.

Sebagai pembuka forum tersebut, Mudhofir menyampaikan beberapa hal terkait dengan moderasi Islam dalam perspektif teologi rahmatan lil ‘alamiin dan kearifan lokal Jawa, khususnya yang terjadi di Kota Solo. Lebih lanjut lagi Mudhofir mengatakan bahwa pada dasarnya setiap tubuh manusia pastilah terdapat konsep multikultural. Karena sesungguhnya tidak ada bangsa yang tidak multikultural, kecuali suku-suku yang terisolasi. Dalam penyampaiannya, Mudhofir juga menyampaikan bahwa Negara Indonesia ini adalah keberhasilan dari eksperimen besar yang hanya bermodal  dari kemauan masyarakatnya yang plural untuk patuh terhadap undang-undang.

Multikultural sudah barang tentu berkaitan dengan sikap toleransi. Maka dari itu Akhmad Nurwahid mengajak mahasiswa untuk selalu bersikap toleran dan menghindari perilaku intoleran. Karena hal tersebut hanya akan membawa seseorang kepada hal-hal yang berbau radikalisme. Nurwahid menjelaskan bahwa menurut Wahid Institute, tujuh juta warga negara sudah terkena paham radikalisme. Sedangkan anggota Densus 88 hanya berjumlah 1.200 personil. Berdasarkan perbandingan kuantitatif tersebut, maka sangat tidak mungkin Densus 88 dapat meng-cover seluruh ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Namun walau demikian, ada cara lain untuk mencegah potensi ancaman tersebut yaitu dengan menggunakan metode-metode spiritual, seperti pendekatan tasawuf agama dan budaya. Akhmad juga menjelaskan perbedaan antara radikal dan terorisme. “Radikal itu bisa dalam bentuk pemahamannya, belum masuk ke dalam tindakannya. Sedangkan jika terorisme itu sudah bentuk dari eksplementasi paham radikal”, ujar Akhmad. Jadi yang radikal belum tentu teroris, namun yang teroris sudah barang tentu radikal.

Wawan Djunaedi dalam hal ini juga mengajak mahasiswa sebagai generasi zaman now yang sudah sangat akrab dengan media sosial untuk mempromosikan ujaran-ujaran keagamaan yang mempunyai nilai kemoderatan, hampir serupa dengan dua narasumber sebelumnya. Wawan juga menjelaskan tentang keindahan Indonesia dalam hal multikulturnya. Dalam hal ini Wawan menyampaikan dari segi wilayah Indonesia yang begitu luas, kekayaan-kekayaan yang dimiliki tidak hanya sumber daya alam, melainkan budaya-budayanya. Ihwal toleransi, Wawan membenarkan bahwa kelompok-kelompok radikal memang sering kali mengaburkan makna-makna toleransi. Jadi seolah-olah toleransi yang selama ini dilakukan oleh kelompok toleran seperti Nahdatul ‘Ulama adalah sebuah bentuk kebablasan. (Indarka)

 

Indarka Putra
Indarka Putra
Alumni Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Ketua Umum Generasi Baru Indonesia (GenBI) Jawa Tengah periode 2020-2022, bermukim di Telatah Kartasura.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru