26.9 C
Jakarta

Keluarga TNI-Polri Banyak Terjerat Ustaz Radikal?

Artikel Trending

Milenial IslamKeluarga TNI-Polri Banyak Terjerat Ustaz Radikal?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Media massa riuh oleh pemberitaan bahwa Presiden Jokowi memperingatkan para anggota TNI-Polri agar mengoordinasi keluarga mereka dari ancaman radikalisme. Pesan mendisiplinkan keluarga tersebut jadi salah satu arahan Jokowi dalam rapat pimpinan TNI-Polri yang digelar di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (1/3) kemarin, dengan tema “TNI-Polri Siap Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional dan Reformasi Struktural”.

Jokowi, dalam arahannya, mengingatkan TNI-Polri tentang kedisiplinan nasional. Perihal undangan penceramah juga disinggung Jokowi yang mulanya membahas demokrasi dan kultur di TNI-Polri.

“Kesatuan harus koordinir hal-hal kecil-kecil tadi yang saya sampaikan, makro dan mikro. Ini mikronya harus kita urus juga. Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, nah kan nggak bisa begitu. Juga hal-hal kecil tapi harus mulai didisiplinkan di WA group. Saya melihat di WA grup (TNI-Polri), karena di kalangan sendiri, (dianggap) boleh, hati-hati,” ujar Jokowi, seperti dilansir Detik.

Muncul beberapa dugaan di masyarakat ihwal arahan Jokowi tersebut. Beberapa kalangan beranggapan, TNI-Polri sudah tersusupi paham radikal dan terorisme. Lainnya menganggap Jokowi sekadar ingin TNI-Polri introspeksi, terutama istri-istri mereka yang terpantau bersilang pendapat dengan pemerintah, seperti terkait IKN. Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa presiden hanya mengantisipasi kemungkinan terburuk, sehubungan dengan masifnya propaganda radikal.

Apa pun jawaban sebenarnya, Jokowi jelas tidak akan mengarahkan sesuatu kecuali karena ia mengetahui masalah. Jadi benarkah TNI-Polri sudah tersusupi? Dan bagaimana dampak buruknya?

TNI-Polri sebagai Kunci

TNI adalah benteng NKRI. Ia memiliki power untuk mengamankan negara dan menjaga stabilitas. Namun, pada saat yang sama, militer juga memiliki kekuatan untuk melakukan makar dan memberontak terhadap pemerintah. Hal yang sama juga dimiliki kepolisian, yang memiliki kekuatan ganda untuk melindungi negara dari ancaman sekaligus bisa menjadi ancaman bagi negara itu sendiri. TNI-Polri dengan basis massanya, dengan demikian, harus ada di jalan yang tepat.

Artinya, kekuatan TNI-Polri tergantung pada tangan yang memegang mereka. Selama TNI-Polri loyal kepada pemerintah yang sah, maka negara akan aman dari segala ancaman. Namun jika TNI-Polri tersusupi musuh negara, maka mereka akan jadi ancaman mengerikan. Jokowi melihat demikian, dan ia tidak akan membiarkan propaganda radikal—yang merambah ke mana-mana—juga masuk ke mereka, juga para keluarga mereka di belakang.

BACA JUGA  Stop Polarisasi! Rakyat Indonesia Mesti Bersatu

TNI-Polri merupakan kunci negara, yang di tangan mereka stabilitas tercipta. Tidak bisa dibayangkan chaos macam apa yang akan terjadi jika keluarga mereka, terutama istri, terindikasi paham radikal. Faktanya, kaum radikal memang menargetkan keluarga TNI-Polri terlebih dahulu, lalu melalui keluarganyalah mereka akan bisa menguasai TNI dan Polri. Ini merupakan indoktrinasi halus, yang bahkan mungkin si istri tak sadar telah dibuat jadi radikal.

Adapun penceramah radikal yang Jokowi maksudkan ialah tokoh agama, kiai atau ustaz, yang selalu menyebarkan propaganda kebencian atas nama agama. Ustaz radikal di Indonesia banyak, seperti ustaz Felix Siauw yang terang-terangan ingin mendirikan khilafah. Pada saat TNI-Polri tugas berdinas, apa yang keluarga mereka lakukan? Menggelar pengajian ustaz yang anti-negara dan anti-pemerintahan? Akibatnya persis seperti yang Jokowi jumpai dalam grup WA. Itu jelas tidak bisa dibiarkan.

Introspeksi

Terlepas dari kemungkinannya, besar maupun kecil, penyusupan radikalisme ke berbagai elemen merupakan fakta yang wajib diwaspadai. Apalagi TNI-Polri, kunci keamanan negara, mesti steril dari infiltrasi penceramah radikal dan indoktrinasi mereka yang berbahaya. Keluarga TNI-Polri juga perlu dijaga dari kemungkinan terburuk itu, dan apa yang Jokowi sampaikan bisa menjadi bahan introspeksi bersama tentang pentingnya mawas diri.

Pasti masih ingat kejadian yang lalu, ketika MUI tersusupi teroris, juga ketika ada pesantren yang dimanipulasi menjadi sarang terorisme. MUI jadi buruk di mata masyarakat, dan pesantren juga agak tercemar oleh mereka—para radikalis dan teroris. Bagaimana jika TNI-Polri tersusupi, atau minimal terindikasi disusupi hal semacam itu? Akibatnya akan jauh lebih buruk. Propaganda pejuang khilafah relatif kencang, maka antisipasi dan perlawanan harus sama kencangnya.

Sementara pidato Jokowi pada rapat pimpinan TNI-Polri kemarin tidak perlu dispekulasi macam-macam. Presiden jelas tidak hendak menuduh TNI-Polri telah disusupi, juga tidak mengkambinghitamkan ustaz radikal yang mengancam NKRI. Poin pentingnya ialah, semua elemen harus waspada terhadap segala ancaman.

Bahkan TNI-Polri yang nasionalis pun mesti waspada, tetap menjaga keluarga di belakang dari gangguan radikalisasi. Apalagi kita ini, masyarakat biasa, yang jauh lebih rentan, atau bahkan mungkin sudah tersusupi. Na‘udzu bi Allah.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru