27.7 C
Jakarta
spot_img

Kekeliruan HTI tentang Khilafah dan Islam Kafah di NKRI

Artikel Trending

Milenial IslamKekeliruan HTI tentang Khilafah dan Islam Kafah di NKRI
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Masih tentang narasi penegakan khilafah dan implementasi Islam kafah yang terus HTI gaungkan. Beberapa hari lalu, aksi mereka sempat tersorot namun saat ini kempis lagi. Seperti biasa, narasinya dikemas secara retoris dan emosional, mengangkat isu kemanusiaan, serta mengeksploitasi solidaritas umat. Padahal, terdapat sejumlah kekeliruan yang wajib dikritisi, terutama dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan.

Pertama, HTI menggambarkan khilafah sebagai solusi tunggal segala persoalan umat. Dalam editorialnya, ihwal konflik Palestina misalnya, HTI menegaskan: hanya dengan khilafah, umat bisa bersatu dan mengalahkan zionis serta sekutunya. Narasi tersebut menegasikan kompleksitas konflik Palestina itu sendiri yang melibatkan faktor agama, politik, sejarah, dan geopolitik global. Selain naif, itu ahistoris. HTI memanipulasi sejarah demi kepentingan ideologis—khilafah.

Kedua, HTI mengaitkan penegakan khilafah dengan jihad, seolah jihad hanya bisa diejawantah sebagai perang fisik melawan musuh Islam. Padahal, konsep jihad dalam Islam lebih luas dan tak terbatas pada konteks peperangan. Jihad bisa berarti berjuang lawan hawa nafsu atau membangun masyarakat sejahtera. Dengan menyempitkan makna jihad sebagai perang lawan zionis, umpamanya, HTI justru mengerdilkan ajaran Islam itu sendiri.

Ketiga, HTI menyerang konsep negara-bangsa (nation-state) dengan dalih bahwa nasionalisme adalah perusak persatuan umat. Mereka mengklaim nasionalisme telah memecah Muslim jadi negara-negara kecil yang lemah dan mudah dijajah, dan mengabaikan prinsip one ummah yang disinyalir pemersatu. Namun, klaim tersebut juga mengabaikan fakta bahwa nation-state adalah realitas politik yang tak bisa dihindari dalam tatanan dunia modern. Itu niscaya.

Nasionalisme pun, dalam konteks Indonesia, justru jadi perekat berbagai suku, agama, dan budaya dalam harmoni. Pancasila membuktikan kemampuannya dalam mempersatukan keragaman; melawan primordialisme yang setiap waktu mengintai kerukunan. Menolak konsep nation-state di satu sisi, dan mengusung khilafah di sisi lainnya adalah tindakan naif, ahistoris, dan tidak realistis yang justru akan memorak-perandakan persatuan umat itu sendiri.

Khilafah Itu Omon-omon HTI Belaka

Setiap waktu, juga di setiap kesempatan, HTI mengklaim khilafah sebagai sistem yang Allah dan Rasul-Nya janjikan, sehingga menolaknya dituduh ingkar syariat. Tuduhan semacam itu jelas merupakan manipulasi teologis yang tak karu-karuan. Islam memang mengajarkan pentingnya persatuan umat, namun tak pernah secara eksplisit mewajibkan pendirian khilafah dalam arti sistem tertentu. Sebagaimana telah dijelaskan ribuan kali: Islam hanya mengajarkan prinsip, bukan sistem.

BACA JUGA  Dedoktrinasi: Resolusi Kontra-Radikalisme di Tahun 2025

Dalam Islam, sistem pemerintahan bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan konteks zaman dan tempat. Yang terpenting adalah terpenuhinya prinsip-prinsip keadilan, musyawarah, dan kesejahteraan rakyat; sebuah prinsip demokratis yang Qur’ani. Artinya, dengan mengklaim khilafah sebagai satu-satunya sistem yang Islam ajarkan, HTI justru mengerdilkan fleksibilitas dan universalitas ajaran Islam. Mereka mengeksploitasi syariat Islam demi kepentingan ideologisnya.

Omon-omon HTI tak berhenti di situ. Mereka juga mengabaikan realitas sosial, politik, dan budaya Indonesia yang sangat plural. Mengapa demikian? Karena menegakkan khilafah dan Islam kafah seperti yang HTI narasikan di tanah air berarti mengabaikan pluralitas dan memicu konflik horizontal yang mengerikan. Sejarah telah membuktikan itu. Upaya-upaya mengganti dasar negara dengan ideologi tertentu selalu berakhir gagal dan menimbulkan korban massal. Waspadalah.

Dalam setiap peristiwa sosial-politik yang HTI tumpangi, solusi yang ditawarkannya sangat simplistis dan tak mempertimbangkan kompleksitas konflik. Konflik Palestina, sebagai contoh, tak akan selesai dengan pendirian khilafah. Perlu upaya diplomasi dan dialog lintas pihak. Pada saat yang sama, sejarah mencatat, khilafah ala HTI justru rawan abuse of power yang mencakup korupsi, ketidakadilan, dan penindasan. Klaim kesempurnaan khilafah HTI itu dusta yang nyata.

Itulah kekeliruan HTI tentang khilafah dan Islam kafah di NKRI yang berhasil ditelanjangi di sini, untuk kesekian kalinya. Narasi mereka simplistis, ahistoris, dan tak mempertimbangkan realitas sosial-politik dan budaya Indonesia yang plural. Alih-alih membawa solusi, narasi HTI justru hendak merusak persatuan bangsa. Jelas, itu mesti selalu dilawan bersama. Sebab, upaya mengganti dasar negara dengan ideologi tertentu, khilafah atau apa pun itu, wajib ditolak!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru