32.9 C
Jakarta

Kehadiran Film Sebagai Upaya dalam Menangkal Terorisme

Artikel Trending

KhazanahTelaahKehadiran Film Sebagai Upaya dalam Menangkal Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Ada banyak upaya dalam menangka terorisme, termasuk cara-cara kreatif yang sebetulnya, kadang kalau dipikirkan, sangat jauh untuk dihubungkan. Barangkali kita masih berpikir keras bahwa, upaya mencegah terpapar radikalisme, terorisme, hanya dengan seminar, kelas dan ceramah atau pembinaan intensif yang terkadang ritmenya sama dan agak kaku. Itu semua justru bagi anak muda adalah forum yang kaku dan membosankan. Sebab di forum itu kita akan duduk, mendengarkan lalu bertanya dan ada yang menjawab. Ada salah satu cara yang tidak kalah menarik dan justru menarik minat anak muda, yakni melalui film. Sarana ini menjadi jembatan penting untuk dilakukan supaya penonton memahami esensi dari film yang disampaikan.

Keberadaan film menjadi kekuatan dalam aktivisme sosial diyakini tengah berkembang luas. Bahkan dalam pasar Hollywood, film menjadi kritik pada hegemoni yang kebanyakan justru menghamba pada pasar. Film tidak hanya menjadi sarana hiburan samata. Akan tetapi juga menjadi sarana kampanye untuk mempromosikan sesuatu.

Film merupakan salah satu produk budaya populer di mana akan memantik manusia modern seperti kita untuk lebih menyukai audio-visual dibandingkan dengan teks. Dalam konteks keagamaan, budaya populer yang bertemakan Islam, baik berupa novel, cerpen, film, musik yang bertemakan tentang Islam, selalu menjadi hal menarik bagi masyarakat untuk dijadikan sebagau referensi. Lalu, bagaimana film bisa menjadi upaya preventif dalam menangkal terorisme?

Kalau kita lihat produksi-produksi film yang berkisah tentang kisah perjuangan napiter yang pergi ke Suriah, perempuan yang mengalami masa sulit hidupnya pasca menjadi teroris, ataupun kisah serupa, saya sebagai penonton justru tidak akan pernah berkeinginan mencicipi jalan kehidupan yang semacam itu. Mengapa? Sebab pengalaman dikucilkan, diasingkan oleh masyarakat, merupakan pengalaman pahit yang tidak ingin dirasakan oleh setiap orang. Potret kehidupan semacam itulah, ketika ditonton, akan menjadi warning kepada penonton bahwa radikalisme, terorisme membunuh masa depan manusia.

Imajinasi yang saya sampaikan di atas, sejalan dengan yang disampaikan oleh Arifudin Lako, pendiri Komunitas Rumah Katu, mantan napiter Poso pada acara WGWC Talk yang diadakan Sabtu, 18 Maret 2022. Sebagai mantan napiter yang pernah bersinggungan langsung dengan upaya menyeramkan itu, ia tidak segan membagikan pengalaman hidupnya yang merasa gagah dan berani ketika berhasil masuk dalam jaringan terorisme. Dimulai dari ketika menjadi seorang polisi, hingga bergabung dalam Mujahidin Indonesia Timur (MIT), salah satu organisasi teroris.

BACA JUGA  Halal Bihalal: Cara Merawat Persatuan Melalui Tradisi

Pengalaman Arifuddin Lako juga menjadi referensi kita bahwa, anggota abdi negara sekalipun, tidak menjamin akan lepas dari potensi masuk dalam terorisme. Sebab tanpa mengenal latar belakang apapun, seseorang berpotensi besar untuk bergabung dalam kelompok teroris.

Pengalaman Arifuddin, memiliki perasaan eksistensial, ingin dikenal serta berjuang di jalan Tuhan, merupakan ekspresi yang dimiliki oleh setiap orang yang pada mulanya bergabung dalam jaringan terorisme. Hingga sampai pada suatu waktu, menurut Arifuddin, lingkaran teroris bukanlah lingkaran Islam sebenarnya. Ia kemudian keluar dari lingkaran setan tersebut dan mencoba untuk membuat wadah bagi para mantan napiter agar memiliki ruang untuk tumbuh kembali sebagai manusia. Arifuddin Lako, pasca menjadi mantan napiter, cukup aktif menyuarakan isu-isu perdamaian dan pencegahan terorisme kepada masyarakat. Ia juga menulis naskah film Seorang Mantan Narapidana Teroris yang diharapkan menjadi edukasi untuk melawan radikal-ekstremisme.

Karena cerita yang diangkat adalah pengalaman pribadi ketika bergabung dalam kelompok teroris, maka kisah yang diangkat dalam sebuah film adalah bentuk refleksi sang penulis. Dari sinilah penonton akan dibawa pada ikatan emosional yang cukup dalam ketika mengetahui alur kisah yang terdapat sebuah film.

Selain itu, film menjadi salah satu produk budaya populer yang banyak digemari oleh masyarakat. Sebab dalam film tidak hanya terdapat audio-visual, akan tetapi juga alur cerita, penokohan dan suasana emosional yang dibawa oleh cerita dalam film. Selain itu, kebiasaan melihat media sosial, kita sudah terbiasa disajikan dengan kisah-kisah yang menguras emosi. Di tiktok, misalnya. Aplikasi yang banyak digemari oleh masyarakat ini, menyajikan video-video pendek. Video tersebut berisi cerita sehingga banyak digemari oleh masyarakat.

Dengan demikian, kehadiran film menjadi salah satu upaya untuk mencegah seseorang terpapar terorisme. Tentu, kisah yang ditampilkan dalam suatu film memuat nilai dan unsur-unsur reflektif agar masyarakat tidak tertarik bergabung dalam kelompok teroris, dengan landasan apapun. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru