26.1 C
Jakarta

Kebenaran dan Tuhan Bersama Tulisan

Artikel Trending

KhazanahKebenaran dan Tuhan Bersama Tulisan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Para ulama senantiasa berusaha memastikan kebajikan dalam proses transfer ilmu kepada generasi berikutnya. Tak terkecuali dalam proses pemuatan karya, dalam berbagai kitab karangan ulama terkenal, pastinya kita akan disajikan dengan runtutan kisah menakjubkan yang mendasari terciptanya sebuah tulisan. Ada yang melakukan sebuah kebiasaan unik. Misalnya, melakukan sholat istikharah, menjaga wudlu, ataupun hal lainnya yang bisa membantunya dalam memasukan kebajikan dalam kitab karangannya.

Sebagai seseorang yang paham akan ilmu pengetahuan, ulama memiliki tanggung jawab besar dalam menggiring opini pembacanya. Sehingga dalam menyusun karya tulis tersebut, ia selalu meminta pertolongan serta petunjuk dari Allah Swt. Menulis adalah proses penyampaian ilmu tanpa adanya batasan masa.

Setiap ilmu yang disampaikan adalah amanat yang datang dari Tuhan. Oleh karenanya, cara menjaga amanah itu dengan melakukan berbagai macam upaya untuk mencegah penyesatan. Menulis salah satu cara untuk tidak menyesatkan ilmu kepada para generasi agar terhindar dari kesesatan informasi, dll.

Imam Bukhari misalnya, beliau menyempatkan untuk mandi dan sholat dua rekaat sebelum menulis hadits. Ada pula ulama yang harus berpuasa mutih (mengkonsumsi nasi dan air putih sebagai sumber tenaga) sebelum proses pengarangan. Semua itu memiliki tujuan yang sama, untuk memperoleh petunjuk dari Allah dan agar dirinya senantiasa dilindungi dari kesesatan berpikir.

Mengikat Ilmu dengan Tulisan 

Tak lupa, mereka selalu mendasarkan karyanya pada niat yang benar. Berniat tulus karena Allah tanpa ada sesuatu lainnya. Ada sebuah kisah dari Syekh ash Shonhaji yang mencoba membuktikan niatnya dalam menyusun kitab. Beliau menempatkan kitabnya dalam air. Bila kitab tersebut basah, maka niat mengarangnya bukan karena Allah swt. Namun sebaliknya, bila kitab tersebut tetap kering, maka niat beliau tulus karena Allah. Dan hasilnya, kitab tersebut tetap kering yang menandakan niatnya tulus karena Allah swt.

Menulis memang memberikan manfaat besar berdampak luas bagi semua umat manusia. Dalam proses ini, ia menawarkan kekayaan sudut pandang dan pemahaman mendalam bagi siapapun juga. Mematri sebuah ilmu dalam benak yang paling dalam, sehingga sulit terlupa dari ingatan. Pendapat ini dikuatkan oleh sebuah hadits:
قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ “Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. at-Thabarani).

BACA JUGA  Baca Buku Tapi Lupa Isinya, Rugi Dong?

Tanpa adanya tulisan, mungkin kita tidak akan mengenal jejak peradaban. Dan bila tidak ada tulisan kita tidak akan mempunyai tata letak teknologi dan ilmu pengetahuan dengan kecanggihan yang luar biasa. Kita akan menemui berbagai macam kesulitan untuk menyusun ilmu pengetahuan sebab keterbatasan usia.

Maka dari itulah, fungsi tulisan sebagai penyambung ilmu pengetahuan. Kita tidak harus mengulangi semua ilmu pengetahuan dari tingkat dasar. Kita hanya perlu mengembangkan dan membuat trobosan baru untuk generasi mendatang. Dengan begitu, sistem kita akan menjadi lebih baik dari masa ke masa.

Integritas Penulis

Namun, yang perlu di ingat dalam kegiatan menulis, kita harus menjaga sisi faktualitas informasi yang kita terima. Tidak boleh kita samarkan ataupun ditutupi oleh kebohongan untuk meraih keuntungan. Dalam hal ini, seorang penulis bertanggung jawab penuh atas informasi yang dibawa. Sebab informasi yang diberikan bisa mempengaruhi pola pikir pembaca. Sehingga sisi kebenaran harus benar-benar ditegakkan.

Akan tetapi, manusia tak jarang bergelut dalam kesalahan. Meskipun sudah berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, tetap saja ada kesalahan yang mengikutinya. Besar ataupun kecil kesalahan tetap mempengaruhi opini pembaca. Sebab itu, selain mematuhi kaidah kepenulisan, penulis juga perlu melaksanakan kerja rohaniah untuk meminta Tuhan melindungi dirinya dari segala kesalahan. Ulama terdahulu telah mencontohkan laku menjaga rohani, dan bisa ditiru atau dikembangkan sesuai kemampuan pribadi.

Menulis menggunakan kaidah kebenaran memang memerlukan niat yang tulus dari penulis itu sendiri. Jika penulis berbelok arah dalam menentukan niat, misalnya berniat untuk mencari uang, maka bisa-bisa tulisannya dapat membawa kerugian bagi semua orang. Hal inilah yang harus dihindari dengan melakukan usaha semaksimal mungkin dan selalu mengharap petunjuk dan pertolongan Tuhan.

Laku seperti inilah yang harus terus dijaga oleh para penulis. Berhati-hati dalam setiap goresan tintanya dan berdoa menurut agama yang dianutnya. Seorang penulis perlu menempatkan kebenaran dan Tuhan sebagai jalan keberhasilan sebuah tulisan. Tanpa adanya keduanya, tulisan hanya membawa efek kerisauan, kemudian diikuti oleh berbagai macam kritikan dan hujatan.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru