33.2 C
Jakarta

Kebejatan PA 212 dan Ironi Provokasi Umat Atas Nama Islam

Artikel Trending

Milenial IslamKebejatan PA 212 dan Ironi Provokasi Umat Atas Nama Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Masyarakat Indonesia tengah bergembira karena Coldplay, grup musik rock asal Inggris, akan konser di negara ini pada November mendatang. Tiketnya ludes dalam waktu enam menit. Najwa Shihab, jurnalis kenamaan, bahkan melakukan liputan eksklusif dengan vokalis Coldplay. Media sosial ramai sekali dengan berita terkait, terutama di Twitter. Dan di antara hiruk-pikuk itu, PA 212 tiba-tiba bikin heboh dan mempermalukan Islam. Mereka mengancam akan membubarkan jika Coldplay konser di Indonesia.

Wasekjen PA 212, Novel Bamukmin, beralasan penolakan itu lantaran Coldplay mendukungLGBT dan penganut atheis. Menurutnya, Christ Martin cs disebut mendukung hak LGBT dan penikahan sesama jenis. Ia berujar dengan amarah, sebagaimana dilansir BBC,

Kalau sampai jadi menggelar konser, itu artinya kita mendukung mereka mengampanyekan LGBT dan atheis yang sangat bertentangan dengan nilai agama dan Pancasila. Apalagi mayoritas penduduk Indonesia Muslim. Jadi sebaiknya kita tolak. Saya mengimbau promotor segera membatalkan niatnya mendatangkan Coldplay. Kalau nekat, maka kita akan gelar aksi besar dengan memblokir lokasi atau kita kepung bandara.”

Tentu, pernyataan PA 212 tersebut sangat memalukan. Pengamat musik, Nuran Wibisono, menilai suksesnya perhelatan konser Coldplay akan menjadi titik pertaruhan bagi Indonesia di mata musisi internasional. Sebab, menurutnya, kalau sampai kepolisian benar-benar membatalkan konser akibat ancaman PA 212, Indonesia akan dianggap negara yang tidak aman dan mudah disetir sekelompok orang. Di mata internasional, kata Wibisono, citra Indonesia akan anjlok.

Sekalipun Menko Polhukam Prof. Mahfud MD dan Menparekraf Sandiaga Uno telah menjamin keberlangsungan konser dan keamanannya dari berbagai gangguan dan teror, rilis PA 212 tetaplah ironi. Demikian karena mereka terus mempertahankan identitas bejatnya dan nafsu setannya untuk memprovokasi umat atas nama Islam. PA 212 memang punya sejarah mobilisasi yang besar pada 2016 silam, maka jika itu terjadi lagi di konser Coldplay nanti, negara ini akan mengalami nasib buruk.

Karena itu, PA 212 tidak bisa dibiarkan. Selain langkah-langkah strategis untuk mengamankan konser, perlu langkah yang lebih efektif untuk menghilangkan masalah tersebut, yaitu memusnahkan PA 212 itu sendiri. Organisasi tersebut, betapa pun kecil, selalu bikin rusuh. Hanya ada satu cara untuk mengakhiri semuanya, yaitu membubarkan organisasi PA 212 dan memenjarakan para provokator di dalamnya, terutama Novel Bamukmin.

Bubarkan dan Penjarakan

Ini mungkin terdengar keras, namun PA 212 memang layak mendapatkannya. Mereka adalah kelompok populis yang memanfaatkan kuantitas umat Islam di Indonesia untuk kepentingan politik. Kesuksesan Aksi Bela Islam beberapa tahun silam mereka jadikan senjata untuk menakuti lawan politiknya. Dalam konteks Coldplay, karena pemerintah dianggap memfasilitasi, mereka tebar ancaman “akan demo”, “akan membubarkan”, dan sejenisnya. Itu tidak bisa dibiarkan.

Ada lima alasan mengapa PA 212 dianggap berbahaya bagi Indonesia dan mengapa tindakan membubarkan dan memenjarakan tersebut mesti segera diambil. Pertama, PA 212 itu lumbung intoleransi dan ekstremisme. Mereka sering terlibat dalam promosi intoleransi dan tindakan-tindakan ekstrem, seperti boikot, persekusi, dan sweeping. Serangkaian protes yang mengancam kebebasan beragama dan ujaran kebencian juga langganan mereka.

Kedua, potensi kekerasan. Aktivitas PA 212 kerap mengeskalasi ketegangan sosial dan memicu kerusuhan. Orang-orangnya banyak terlibat insiden kekerasan di masa lalu, yang mencerminkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kelompok tersebut di masa yang akan datang. Para preman dan para ekstremis berkumpul di situ. Sang donatur, keluarga Cendana, adalah penjahat kemanusiaan. Jangan berharap PA 212, yang didanai, tidak akan nurut jika diperintah para bohir.

BACA JUGA  Jalan Licik HTI Harus Segera Dilenyapkan di Bumi Indonesia

Ketiga, pengaruh politik. PA 212 memiliki pengaruh politik signifikan yang digunakan untuk mengintervensi kebijakan negara. Mereka menyebutnya suara umat—people power. Itu dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial, serta memengaruhi stabilitas politik dan keamanan negara. Dan ini tidak berbicara soal kuat-lemahnya aparat, melainkan bagaimana kebejatan dan provokasi mereka kuat di telinga umat yang sehaluan ideologinya. Ironi.

Keempat, anti-pemerintah. PA 212 kerap menyuarakan kecaman pada pemerintah atau siapa pun yang dianggap tak sejalan. Pendekatan mereka sebagai oposan tidak bisa dianggap sebagai  warna-warni demokrasi, tetapi justru berpotensi besar merusak proses demokrasi dan menghambat pembangunan nasional itu sendiri. Bagi mereka, chaos bukanlah masalah. Apalagi, di negara ini sikap anti-pemerintah dibiarkan. Artinya, ke depan, PA 212 akan terus-menerus bikin onar.

Kelima, radikalisasi. Ada keprihatinan bahwa PA 212 digunakan sebagai wadah meradikalisasi umat Islam. Masih ingat Munarman yang terlibat baiat ISIS? Itu bukti kuat bahwa sekalipun PA 212 hanyalah gerakan massa politik belaka, tanpa ideologi yang kuat seperti HTI dan Wahhabi, mereka akan selalu memberikan dukungan bagi gerakan-gerakan teroris. Meskipun hanya jadi simpatisan belaka, yang jelas mereka tidak menentang dan justru membenarkannya. Dan umat diseret ke radikalisasi itu.

Masih banyak alasan lainnya, namun yang jelas PA 212 dapat ditarik satu benang merah: “organisasi tanpa manfaat nan penuh mudarat”. Mafsadat lebih banyak daripada maslahatnya, karena PA 212 tidak pernah jadi agen perdamaian dan justru agen provokasi atas nama Islam. Karenanya, PA 212 wajib dibubarkan secepatnya. Sementara orang-orangnya, mereka juga harus diproses hukum dengan ketat. Jika jelas melanggar konstitusi dengan narasi dan gerakannya, penjara sangat layak baginya.

Masyarakat Jangan Terprovokasi

Menghindari provokasi, sejatinya, harus berangkat dari diri sendiri. Faktanya, informasi apa pun tidak bisa memengaruhi seseorang, karena ia memegang kendati penuh atas dirinya sendiri. Namun secara umu, langkah-langkah umum bisa digunakan untuk selamat dari provokasi—sekalipun atas nama Islam. Agar lebih mudah, di sini akan dibuat numerik, bagaimana cara agar masyarakat tidak mudah terprovokasi, yaitu:

  1. Pemahaman yang baik. Meningkatkan pemahaman tentang isu-isu sensitif atau kontroversial dan mencari informasi dari sumber otoritatif dan mendalam akan membuat seseorang lebih objektif dan tidak grasah-grusuh. Pepatah mengatakan, berpikirlah sebelum bertindak. Berpikir di situ tujuannya jelas, yaitu memahaminya secara detail sebelum berucap atau bertindak.
  2. Kritis terhadap informasi. Selalu klarifikasi sebelum merespons atau bereaksi secara emosional merupakan sesuatu yang niscaya.
  3. Menjaga stabilitas emosi. Penting untuk mengendalikan emosi saat menghadapi pendapat atau pandangan berbeda. Ketika emosi meningkat, ia mesti ditenangkan. Mempertahankan dialog yang santai dan terbuka adalah bekal perdamaian.
  4. Memilih lingkungan yang sehat, tidak toxic dan memicu kemarahan atau provokasi. Di sinilah, mencari kelompok inklusif menjadi perlu. Lingkungan tak hanya mencakup organisasi, namun juga orang-orang di dalamnya. Berteman dengan Novel Bamukmin, misalnya, sekalipun tidak gabung PA 212, sama saja. Ia akan tetap berpengaruh buruk karena setiap obrolan akan dipenuhi provokasi. Seperti menjauhi PA 212, Novel Bamukmin cs juga mesti dibuang jauh-jauh dari circle.

Apa pun cara yang digunakan, kuncinya adalah memutus total interaksi dengan PA 212 dan seluruh manusia provokator di dalamnya. Pada saat yang sama, regulasi harus segera dirumuskan oleh para stakeholders untuk membubarkan PA 212 dan memproses orang-orang di dalamnya sesuai undang-undang yang berlaku. Jika PA 212 tetap dibiarkan dalam kebejatannya, maka satu kata: ironis.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru