27.5 C
Jakarta

Kearifan Lokal dan Kontra Intoleransi dan Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKearifan Lokal dan Kontra Intoleransi dan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam konteks pandemi, agaknya penting menguatkan kembali kearifan lokal yang berbasis ritual dan tradisi keagamaan. Sebagaimana kita ketahui bersama, sepanjang era pandemi, ritual dan tradisi keagamaan jarang terekspresikan. Meskipun ada namun dalam pelaksanaannya terjadi secara minimalis, terutama di era new normal sekarang ini.

Era new normal, meminjam bahasanya Hamengku Buwono X (2020), adalah sebuah terapi psikis dan kultural healing, berefek kejut untuk merefleksi dan mengintrospeksi
betapa rapuhnya kehidupan kita kemarin, untuk itu kembalilah ke jati diri dan fungsi diri kita yang nyata.

Dalam konteks tersebut, mengekspresikan ritual dan tradisi ini pada gilirannya dapat melakukan kontra aksi terhadap intoleransi dan radikalisme-terorisme yang akhir-akhir ini terus menguat di Indonesia.

Menguatnya intoleransi dan radikalisme-terorisme di Indonesia dapat kita lihat dari banyaknya kasus intoleransi dan narapidana tindak pidana teroris di Indonesia. Di samping, masifnya radikalisme-terorisme di dunia maya. Sementara, dampak yang timbul dari intoleransi dan radikalisme-terorisme ini sangat memprihatikan, yakni, pecahnya tali persaudaraan antar anak bangsa.

Realitas tersebut menunjukkan bahwa, kapan dan di mana saja warga Indonesia bisa menjadi korban. Dengan kata lain, Indonesia membutuhkan cara jitu dalam menangkal bahaya intoleransi dan radikalisme-terorisme. Hanya saja, dari sekian banyak cara dalam menangkal intoleransi dan radikalisme-terorisme ini yang jarang mendapat porsi yakni, kearifan lokal.

Sehingga, timbul sebuah pertanyaan, mungkinkah kearifan lokal mampu menangkal intoleransi dan radikalisme-terorisme di Indonesia?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita ketahui bahwasannya kearifan lokal terutama yang berbasis ritual dan tradisi keagamaan itu merupakan aset berharga bangsa Indonesia. Hal ini karena Indonesia terkenal oleh dunia sebagai bangsa yang multikultural. Akan tetapi, aset tersebut, secara global, mulai tergerus.

Di waktu bersamaan, wacana penguatan kearifan lokal pun tak dapat terelakkan. Tujuannya yakni, mengatasi pergeseran nilai-nilai budaya dan agama. Adapun faktor yang menyebabkan terkikis dan sulitnya kearifan lokal untuk dikembangkan kembali karena ketakutan atau ketaatan dogmatis individu pada ajaran agama formalnya, seperti yang terjadi pada kelompok atau jamaah Wahabi.

BACA JUGA  Mitos: Menyangkal Labelisasi Agama sebagai Sumber Konflik dan Kekerasan

Wahabi dan Kearifan Lokal

Sedikit berbeda dengan pandangan tersebut, Hairus Salim (2020) berpendapat, tergerusnya tradisi dan upacara keagamaan, bukan semata karena penetrasi kalangan Wahabi — yang memang masyhur memiliki sikap keagamaan yang anti tradisi lokal — melainkan bisa jadi juga karena hancurnya basis sosial, alam, dan lingkungan yang
membentuk pandangan tersebut.

Usaha untuk mempertahankannya, menurutnya lagi, tidak semata menahan laju dan melawan pandangan Wahabi, tetapi juga mempertahankan basis-basis sosial itu. Di samping, harus keluar dari zona “Merah” pandemi atau harus mampu beradaptasi dengan era new normal.

Berdasar pandangan tersebut, tergerusnya kearifan lokal di Indonesia terjadi lantaran beberapa faktor yaitu, adanya penetrasi dari kalangan Wahabi dan menguatnya kelompok-kelompok intoleran atau para pengasong khilafah; dan hancurnya basis sosial, alam dan lingkungan; serta karena dampak dari wabah pandemi.

Oleh karena sudah kita ketahui bahwa kearifan lokal merupakan aset berharga bangsa ini maka mentradisikan dan mengaktualisasikannya di era new normal ini merupakan suatu keniscayaan. Yang mana, ekspresi kearifan lokal tersebut dapat menjadi benteng pertahanan terhadap bahaya intoleransi dan radikalisme-terorisme.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya yakni, bagaimana cara menguatkan kearifan lokal ini?

Menguatkan kearifan lokal terutama basis ritual dan tradisi keagamaan di Indonesia sejatinya cukup mudah. Pasalnya, Indonesia yang memiliki konsep Ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari, di samping memiliki sejuta budaya dan terdapat banyak etnis atau suku tentu masyarakat Indonesia memiliki cara tersendiri untuk mengekspresikannya.

Oleh sebab itu, penguatan kearifan lokal dapat ditempuh dengan cara-cara yang sederhana yakni, mengekspresikannya di momen dan kondisi yang tepat. Artinya, tidak serta-merta ritual atau tradisi dilakukan oleh seseorang atau kelompok di sembarang waktu dan kondisi terlebih di era pandemi.

Mengekspresikan ritual dan tradisi keagamaan sebagai upaya penguatan kearifan lokal ini pada gilirannya dapat menangkal arus intoleransi dan radikalisme-terorisme di Indonesia. Sehingga, kerukunan dan ketentraman dalam beragama, berbangsa, dan bernegara dapat kita gapai. Semoga.

Saiful Bari
Saiful Bari
Alumnus Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga, pernah nyantri di Ponpes Al-falah Silo, Jember. Kini menjadi Redaktur Majalah Silapedia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru