26.8 C
Jakarta
Array

Kalau Tak Punya Malu, Berbuatlah Semaumu!

Artikel Trending

Kalau Tak Punya Malu, Berbuatlah Semaumu!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Masyarakat Indonesia, pada umumnya, sering melontarkan kata-kata “dasar tak punya malu”. Ya. Percakapan dari level ibu rumah tangga, perkumpulan se kecamatan, kabu paten, bahkan nasional, kata-kata malu selalu terucap. Sebagai contoh, stasiun televisi nasional memberitakan bahwa guru di suatu sekolah tertentu mencabuli muridnya. Kemudian kepala sekolah bersangkutan diwawancarai. Sudah hampir bisa dipastikan bahwa pernyataan kepala sekolah muncul kata-kata malu.

Terlepas dari semua itu, kita perlu mengetahui bahwa malu merupakan akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam. Banyak hadis yang menyatakan hal demikian. Salah satunya adalah Sabda Rasulullah: “Dan rasa malu merupakan bagian penting dari keimanan.” (HR. Muttafaqun Alaih). Ada juga sebuah hadis populer, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tertinggi adalah perkataaan ‘Laa ilaaha illallaah,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan, malu adalah salah satu cabang iman”. ( HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, malu adalah akhlak nabi. Jika yang demikian benarnya, maka tidak ada alasan secuil pun—kita sebagai umat Nabi muhammad—untuk tidak mengikuti dan meneladani akhlak beliau.

Sebagai pemantik keyakinan, perlu diketahui bahwa rasa malu juga menjadi karakter dasar para nabi Allah, sehingga mereka dapat meraih dan menerapkan sifat-sifat terpuji, seperti shiddiq, tabligh, amanah, dan fathanah. Semua itu, sekali lagi, karena belia-beliau menerapkan rasa malu secara benar dan baik serta konsisten.

Namun, sebagaimana yang disinggung pada paragraf awal, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia “tak punya rasa malu”. Pernyataan pahit ini tidak bisa dibantah lagi, sebab fakta yang berbicara. Coba kita lihat dan merenungkan kejadian di sekitar kita: ada, bahkan banyak, pasangan muda-mudi yang memadu kasih di depan umum, tanpa ada rasa dosa dan malu sedikitpun pada orang lain. Ini baru satu contoh. Sesungguhnya yang seperti ini banyak contoh lainnya.

Tak punya rasa malu itu berawal dari ketidaktahuannya pada hal apa saja yang ma’ruf dilakukan, dan hal-hal munkar apa saja yang harus dijauhi. Kelihatannya sangat sepele, namun pada prakteknya masih banyak muslim yang kesulitan untuk membedakannya. Keadaan tidak bisa membedakan itu dipengaruhi oleh banyak faktor; mulai minimnya pengetahuan agama, tipisnya iman, gaya hidup modern, dan lainnya.

Bisa dibayangkan, jika seseorang tidak punya malu, maka ia akan berbuat semaunya. Sebagai contoh, seorang publik figur. Tindak-tanduk, gerak-gerik publik figur sudah barang tentu tak luput dari sorotan khalayak. Jika ia tidak mempunyai rasa malu, maka hancurlah etika dan moral bangsa ini. Seorang penguasa, misalnya, jika kelakuannya tidak dilandasi rasa malu, maka ia akan berbuat keji, korupsi, dan lainnya.

Oleh karena itulah, Islam menekankan agar setiap Muslim mempunyai rasa malu yang kuat. Bahwa tak punya malu itu merupakan penyakit hati. Dan rasa malu merupakan pembeda antara manusia dan hewan.

Beradab atau tidaknya suatu negara, tergantung pada akhlaknya. Dan malu adalah satu diantara bentuk akhlak. Jadi, menjadi beradab dan bermoral, bisa dibangun dengan cara memupuk rasa malu. Jika rasa malu tidak pernah hadir dalam mengarungi hidup ini, maka itu sama halnya kita hidup di dunia hewan. Dan, hewan, selalu berbuat semaunya. Tentu kita tidak menginginkan kehidupan yang seperti. [n].

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru