26.7 C
Jakarta
Array

Kajian Sejarah Nabi Dalam Karya KH Hasyim Asy’ari (Bagian V)

Artikel Trending

Kajian Sejarah Nabi Dalam Karya KH Hasyim Asy’ari (Bagian V)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setelah menerangkan kelahiran nabi, KH Hasyim Asy’ari melanjutkan pembahasanya mengenai sifat kemuliaan nabi Muhammad, seraya berkata bahwasanya nabi Muhammad adalah contoh teladan mengenai sifat Iffah dan Qonaah, Uswatun Hasanah mengenai kejujuran dan amanat, bahwasanya  sejak kecil nabi Muhammad adalah pribadi yang mandiri dan suka bekerja, hal ini terbukti ketika beliau masih belia, beliau menggembala kambing dengan beberapa ongkos, kemudian ketika memasuki masa remaja, nabi bekerja kepada sayidah khotijah bin khuwalit untuk menjajakan barang daganganya, beliau menjalani pekerjaan ini amanat dan jujur, sesungguhnya telah diketahui bersama bahwasanya keberkahan dan keuntungan adalah hal yang mengikuti kejujuran dan niat yang bagus. 

Ada hikmah kenapa sejak usia belia nabi Muhammad suka bekerja dari mulai menggembala kambing sampai berdagang hal ini berkaitan dengan bentuk kehidupan yang diridhoi oleh Allah untuk para hambah-Nya yang shaleh di dunia. Sangatlah mudah bagi Allah mempersiapkan bagi Nabi saw, sejak awal kehidupannya segala sarana kehidupan dan kemewahan yang dapat mencukupinya sehingga tidak perlu lagi memeras keringat dan menggembalakan kambing.Tetapi hikmah Ilahi menghendaki agar kita mengetahui bahwa harta manusia yang terbaik adalah harta yang diperolehnya dari usaha sendiri, dari hasil bekerja serta memeras keringat dan imbalan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan saudaranya.Sebaliknya, harta yang terburuk ialah harta yang di dapatkan seseorang tanpa bersusah payah, atau tanpa imbalan kemanfaatan yang diberikan kepada masyarakat.

Kemudian ketika memasuki usia 25 tahun nabi Muhammad menikahi Sayidah Khodijah, yang merupakan tuanya dalam hal perdagangan. Perlu diketahui bahwasanya Sayyidah Khodijah adalah wanita pertama yang nikahinya, dan tiada pernah nabi menikah dengan yang lainya, ketika ia masih hidup. Ia adalah perempuan penolong dakwah nabi, perempuan yang berjuang bersama nabi dan rela mengorbangkan apapun itu termasuk dirinya sendiri dan hartanya, karena itulah Jibril memerintahkan nabi untuk menyampaikan salam khusus dari Allah untuk Khodijah, ia meninngal 3 tahun sebelum hijrah ke Madinah.

Sehubungan dengan pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah kesan yang pertama kali didapatkan dari pernikahan ini ialah, bahwa Rasulullah saw sama sekali tidak memperhatikan faktor kesenangan jasadiah. Seandainya Rasulullah sangat memperhatikan hal tersebut, sebagaimana pemuda seusianya, niscaya beliau memilih orang yang lebih muda, atau minimal orang yang tidak lebih tua darinya. Nampaknya Rasulullah saw menginginkan Khadijah karena kemuliaan akhlaknya di antara kerabat dan kaumnya, sampai ia pernah mendpatkan julukan ‘Afifah Thahirah (wanita suci) pada masa jahiliyah.

Menurut Prof Qurais Shihab motivasi rosulullah menikahi khadijah adalah karena wanita yang mulia lagi diidamkan banyak pria, yang mampu memilih siapa yang wajar untuk menjadi pendampingnya, dan ternyata pilihannya sangat tepat. Pilihanya itu bertemu dengan sosok lelaki yang meyakini kebahagiaan rumah tangga bukan ditentukan oleh banyak sedikitnya materi atau karena status dan kedudukanakan tetapi ditentukan kepribadian yang luhur dan asal usul yang bersih serta kematangan berpikir dan bertindak, itulah nabi Muhammad. Akan tetapi yang patut disadari kecintaan nabi terhadap khadijah adalah anugerah dari Allah. Hal ini sesuai dengan sabdanya “ sungguh aku telah dianugerahi oleh Allah cinta Khadijah”.

Kemudian KH Hasyim Asy’ari menutup bab ini dengan menceritakan bagaimana kejujuran dan kecedasan nabi Muhammad seraya berucap ketika kaum Qurais terjadi persilisihan mengenai peletakan Hajar Aswad pada saat membangun Ka’bah, hampir saja terjadi peperangan diantara Qurais jikalau mereka tak menyetujui kebijaksanaan nabi. Akhirnya nabi memutuskan perkara ini dengan sangat cerdas yaitu dengan meletakan Hajar Aswad di selendang kainnya, kemudian meminta setiap suku untuk memegang kain tersebut dan mengangkatnya ke tempat yang akan diletakan Hajar Aswat tersebut. Dengan cara ini mereka para kaum Qurais terhindar dari permusuhan dan pertengkaran.

[zombify_post]

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru