33 C
Jakarta

Kajian Nasionalisme Bangsa: Merawat Wawasan Kebangsaan Melalui Spirit Sejarah

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuKajian Nasionalisme Bangsa: Merawat Wawasan Kebangsaan Melalui Spirit Sejarah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul buku: Merawat Nilai Kebangsaan Dalam Kebhinekaan Di Tengah Covid-19, Penulis: Prof. Dr. Ir. Sendarnawati Yasni, dkk, ISBN: 978-623-6398-22-7, Tahun Terbit: Agustus, 2021, Penerbit: Zahir Publishing, Peresensi: Muhammad Nur Faizi.

Harakatuna.com – Urgensitas nilai-nilai kebangsaan di tengah mekarnya tren budaya barat menjadi perhatian Prof. Dr. Ir. Sendarnawati Yasni, dkk dalam buku Merawat Nilai Kebangsaan Dalam Kebhinekaan Di Tengah Covid-19. Apalagi kepadatan dunia digital yang terus menerus didorong oleh pandemi, kian menggeser paradigma anak muda akan nilai nasionalisme dan mulai meninggalkan faktor historis yang membentuk kekuatan bangsa Indonesia itu sendiri.

Dalam buku ini, Prof. Dr. Ir. Sendarnawati Yasni, dkk ingin mengingatkan sekaligus menawarkan perspektif baru kepada masyarakat Indonesia tentang hebatnya Indonesia dengan pendekatan sejarah.

Wawasan kebangsaan sebagai semangat baru anak muda dapat digali dari “Wawasan Nusantara”. Suatu konsep yang harus melewati perjuangan panjang untuk mendapat pengakuan dari The Archipelagic Nation Concept melalui Konvensi Hukum Laut PBB Ke-III Tahun 1982 dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

Menyusul pengakuan tersebut, tahun 1999 Presiden Abdurrahman Wahid juga ikut mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Perjuangan ini tidak sia-sia, karena melalui Keputusan RI Nomor 126 tahun 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri juga mendukung dan menetapkan Hari Nusantara sebagai perayaan Nasional.

Suatu langkah strategis untuk membentuk semangat nasionalisme bangsa pada generasi-generasi selanjutnya. Momentum bersejarah seperti ini, bisa dijadikan spirit untuk mengembalikan kejayaan-kejayaan yang dahulu pernah diraih Indonesia. Dimana Indonesia menjadi negara yang disegani dan dihormati oleh seluruh negara di dunia. Maka sudah seharusnya, nilai optimistis anak muda harus ditanamkan karena hanya mereka yang mampu mengembalikan kejayaan Nusantara.

Akan tetapi, dalam dunia yang global, perputaran informasi kian cepat. Poros informasi yang datang dari negara luar, mendatangkan kekaguman dalam diri anak muda tentang negara tetangga. Respon negatif justru sering diberikan menyusul rentetan kasus yang membelit Indonesia. Dari mulai korupsi, terorisme, hingga ketimpangan sosial yang mengikat setiap warga, membuat mereka frustasi di negeri sendiri. Sehingga memilih mengacuhkan setiap hal yang berkaitan dengan kemajuan bangsa.

Hal ini disinggung dalam sebuah puisi karya Rita Hanafi di pembukaan buku berjudul Lemhanas Juga Indonesia yang berisikan kerinduan dirinya akan kembalinya momentum bersinarnya Indonesia (hal. vii). Kemudian diteruskan oleh sebuah esai dari Prof. Dr. Ir. Sendarnawati Yasni yang juga mengkhawatirkan peran vital dari Pancasila sebagai Ideologi bangsa yang terancam hilang akibat globalisasi (hal. 1). Ketidakpercayaan terhadap negara sendiri ditambah rongrongan budaya asing ke dalam negeri, menjadi ancaman kuat bagi Pancasila.

Untuk mengatasi hal ini, solusi telah diusulkan oleh beberapa penulis, seperti Yosi Darmawan Arifianto (hal. 23) dan Abdul Rahmat (hal. 33) yang mengusulkan menggunakan metode pendidikan sebagai penguatan wawasan kebangsaan.

BACA JUGA  Membangun Keluarga Pancasilais Penjaga Negeri

Ataupun Dr. Nany Suryawati (hal. 45) dan Moch. Ali Hindarto (hal. 59) yang ingin memulai dari hal dasar dengan menguatkan kekompakan antar individu, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun negara. Namun satu benang merah yang bisa kita tarik dari gagasan yang dihimpun oleh beberapa penulis, yaitu hadirnya faktor sejarah sebagai motivasi awal terwujudnya gagasan tersebut.

Urgensitas Sejarah 

Dijelaskan oleh Topata (2020) bahwa sejarah mempunyai nilai instruktif, yaitu suatu ilmu yang dapat dijadikan landasan teori. Teori yang dilahirkan oleh sejarah merupakan pondasi kuat untuk melahirkan berbagai macam ilmu. Kemudian sejarah juga mempunyai aspek inspirasi yang dapat dijadikan sebagai motivasi bagi siapapun yang mendalami.

Urgensitas sejarah yang begitu berperan untuk mengubah perspektif manusia, dapat menjadi senjata andalan untuk menanamkan wawasan kebangsaan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, potensi Pancasila sebagai lumbung sejarah dijelaskan secara terperinci dalam buku ini. Misalnya penjabaran secara mendetail tentang nilai dari setiap sila ataupun penjelasan tentang bagaimana Pancasila menjadi tonggak harapan para pahlawaan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berkemajuan. Nilai-nilai seperti itu, akan menuangkan seberkas ingatan para pembaca akan pentingnya wawasan kebangsaan itu sendiri. Tentang bagaimana negara ini dibentuk dan harus seperti apa negara ini dijalankan.

Tentu yang menjadi persoalan besar hingga sekarang adalah hilangnya pelaku yang mempopulerkan nilai sejarah. Dimana kita lihat dalam media-media, tren pengungkitan sejarah hanya dapat ditemui pada momen-momen perayaan hari besar. Dari sana sejarah baru bisa digali, dan itupun diungkapan dengan bahasa monoton dan berulang, sehingga terkesan sebagai formalitas belaka. Sejarah seolah kehilangan nyawa (baca: aspek instruktif dan inspirasi) dalam penyampaian yang demikian.

Maka selain untuk mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia, diperlukan sosok yang rela berkorban sepenuh tenaga untuk kemajuan bangsa. Tidak hanya tenaga, namun juga waktu yang harus diprioritaskan untuk menggali sejarah. Kemudian menyampaikan secara rapi dan gemilang kepada setiap orang. Sehingga ketertarikan terhadap sejarah inilah, yang memacu satu gerakan khusus untuk bersama-sama memajukan Indonesia.

Menyambut Indonesia Sejahtera

Penguatan peran sentral setiap individu dalam mengulik sejarah menjadi hal yang penting untuk membuat gerakan-gerakan masif yang mampu mendobrak kesejahteraan Indonesia. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang dapat mempertahankan nilai optimistis dalam menghadapi setiap tantangan. Menjadikannya sebagai titik balik perlawanan dan mengarahkannya pada kemajuan.

Dan dengan penguatan sejarah inilah, setiap individu dapat menjadi pahlawan dari kesejahteraan Indonesia. Setiap orang dapat menjadi agen sejarah yang menularkan inspirasi kepada individu lain. Menjadikan sejarah wawasan kebangsaan sebagai wacana yang populer dan materi yang asik untuk dibicarakan.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru