32.9 C
Jakarta

Kado 2021; Memaknai Takwa dalam Pluralisme Agama

Artikel Trending

KhazanahOpiniKado 2021; Memaknai Takwa dalam Pluralisme Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Baru seminggu kita berganti tahun. Dua dekade pertama abad ke-21 sudah kita lewati, dan kita menginjak tahun pertama dekade ketiga. NKRI sendiri sudah semakin bertambah usia. Keharmonisan dalam kemajemukan yang wajib kita jaga tidak boleh meluntur. Bahkan dalam konteks keberagamaan, memaknai hubungan dengan Tuhan dengan takwa, juga semestinya dipandang melalui keberagaman atau pluralisme itu sendiri.

Ironisnya, keharmonisan ini selalu diusik oleh oknum-oknum yang cenderung mempersoalkan perbedaan tradisi umat beragama. Padahal, dalam bahtera negara Indonesia, ke-bhinneka-an adalah sesuatu yang niscaya. Pluralitas yang seharusnya menjadi wadah untuk hidup bersama secara damai, malah selalu menjadi bahan untuk dipertentangkan.

Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt. berfirman,

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (QS. Al-Maidah: 58)

Menurut Ibnu Katsir, secara gamblang ayat ini mengakui pluralisme (keberagaman). Setiap umat diberi kesempatan untuk memilih jalan keyakinan mereka masing-masing. Mereka tidak diperintah untuk memaksa kelompok lain untuk mengikutinya. Kendatipun berbeda jalan keyakinannya, mereka tetap bertemu dalam satu tujuan, yaitu ber-Tuhan (dalam Islam dikenal dengan nama Allah Swt.). (Ibnu Katsir: Tafsir al-Quran al-Karim, 3, 116)

Oleh karena itu, perbedaan tidak perlu dipersoalkan. Biarlah kelak Allah yang memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Di dunia, sudah selayaknya memandang perbedaan syariat ini sebagai hal yang positif.

Keberagamaan adalah sarana untuk membuktikan mana yang terbaik dalam kompetisi hidup. Kalau kelompok Muslim misalnya meyakini agama Islam yang benar maka seyogyanya mereka berpenampilan lebih baik dari pada kelompok lainnya secara damai, bukan malah sibuk mencari celah perbedaan yang justru menyimpang dari misi agama itu sendiri, yakni menyebarkan kedamaian.

Berangkat dari kesadaran ini, sejatinya kaum Muslim dan non-Muslim adalah kelompok yang sama, yakni sama-sama memiliki Tuhan. Keduanya sepakat bahwa kewajiban yang paling utama adalah menaati aturan-aturan yang telah digariskan dalam bingkai syariat-Nya.

Tidak hanya itu, manusia di hadapan Tuhan memeliki derajat yang sama. Rasial dan genetika tidak bisa menjamin keutamannya. Orang Muslim tidak lebih utama dari pada yang non-Muslim. Orang yang berkulit putih tidak ada jaminan lebih dicintai dibanding yang yang berkulit hitam. Nabi Muhammad Saw. bersabda,

أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى

BACA JUGA  Cara Nalar Kritis-Humanis Pemuda Menangkal Terorisme

Ingatlah, sesungguhnya Tuhan kalian satu. Demiakian pula bapak kalian. Maka tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas non-Arab, sebagaimana sebaliknya. Juga bagi yang berkulit merah atas yang hitam, sebagaimana sebaliknya, kecuali dengan takwa”. (Musnad Ahmad, 38, 474)

Hanya satu modal yang bisa membedakan keutamaan seseorang di hadapan Tuhannya, yaitu ketakwaan. Allah Swt. berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian”. (QS. Al-Hujurat: 13)

Hampir seluruh ulama memaknai takwa dengan melakukan segala perintah Tuhan dan menjahui seluruh larangan-Nya. Definisi ini tentu benar, hanya saja sering diungkapkan dengan bahasa yang mendoktrin pendengar kepada makna yang tidak sepenuhya benar.

Takwa sering dipahami sebagai ritual-ritual keagamaan yang hanya mengatarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh secara individual. Orang yang bertakwa berarti orang yang rajin salat, puasa, berzikir, dan lain-lain. Padahal, sejatinya pemahaman yang demikian adalah pemahaman yang tidak utuh dari makna asli takwa itu sendiri.

Menurut ahli bahasa Arab, kata التَّقْوَى (takwa) merupakan asal kata اتَّقَى-يَتَّقِيْ-اِتِّقَاءً yang mempunyai faidah طلب (menuntut). Dan jika ditelusuri lebih jauh maka sejatinya kata اتَّقَى di atas berasal dari kata  وَقَى-يَقِيْ–وقايةً yang mempunyai arti menjaga, melindungi, dan memperbaiki.

Jika melihat asal katanya, makna hakiki dari takwa adalah menuntut diri untuk menjaga agar tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Maka dari itu, domain takwa sebenarnya adalah fikiran dan hati seorang mukmin, bukan hanya ritual-ritual ibadah yang bersifat fisik. Tentunya tidak baik dan salah jika ada seseorang yang rajin salat namun di dalam dirinya masih terdoktrin dengan hal-hal yang masih merugikan orang lain. Tekun melaksanakan salat dan puasa, akan tetapi juga hobi melakukan kekerasan, teror, kerusakan kepada manusia di sekitarnya.

Selalu berzikir “Allahu Akbar”, “La ilaha illa Allah”, akan tetapi memaknainya dengan merobohkan pagar-pagar, menyerang tempat maksiat, dan lain-lainnya. Sangat jelas, mereka yang demikian hanya paham kepada takwa yang terdengar dari telinga ke telinga, tidak menilik makna hakiki dari segi bahasanya.

Alhasil, mempersoalkan perbedaan jelas tidak menguntungkan, terlebih dalam keragaman tradisi-tradisi yang sifatnya hanya teknis, tidak substantif. Kalau toh misalnya hanya ada satu kebenaran, paling tidak kerukunan masih dilestarikan dalam pentas kehidupan berbangsa.

Ini adalah takwa yang hakiki, yakni menebarkan kasih bukan benci dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selamat menikmati tahun baru 2021!

 

Ahmad Shafaa Uzzad
Ahmad Shafaa Uzzad
Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru