Harakatuna.com – Indonesia sudah melewati masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Kini masuk masa yang saya sebut Orde Kegelapan (dark order).
Akan tetapi, sebenarnya bukan hanya Indonesia, hampir semua negara mengalaminya. Percepatan perkembangan sains dan teknologi membawa perubahan dunia dengan sangat cepat sampai pada tingkat sulit untuk diprediksi dan dikendalikan.
Semua sektor kehidupan mengalami disrupsi. Warren Bennis dan Burt Nanus (1987) menjelaskannya dengan konsep VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous). Dunia serba penuh gejolak, ketidakpastian, komplek, dan ambigu. Ketidaktahuan kita tentang apa yang akan terjadi esok itulah mungkin yang disebut dengan gelap.
Gelap sesungguhnya persoalan ketidaktahuan. Masalah ketiadaan ilmu pengetahuan. Gelap itu identik dengan kebodohan.
Itulah sebabnya masa kegelapan dunia Arab sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi disebut masa jahiliyah. Kemudian Nabi Muhammad saw diutus untuk menerangi bangsa Arab dengan kitab al-Quran. Kitab yang berisi pengetahuan tentang segala sesuatu.
Dunia Barat mengalami abad kegelapan (dark ages) yang terjadi antara abad ke-5 sampai abad ke-10. Abad tersebut dipenuhi dengan cerita-cerita tentang kebodohan bangsa Eropa. Sampai akhirnya bersentuhan dengan peradaban Islam yang kala itu sedang berada di puncak peradaban. Peradaban yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika kegelapan adalah kebodohan, maka solusinya adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan cahaya. Cahaya bagi akal dan hati. Cahaya yang menerangi akal dan hati, yang dapat membantu menjelaskan tentang VUCA yang sedang kita hadapi.
Bukankah tadi disampaikan bahwa perkembangan sains dan teknologi berimplikasi kepada VUCA? Iya, itu ilmu pengetahuan yang menerangi akal, belum menerangi hati.
Ilmu pengetahuan yang dapat mengeluarkan kita dari kegelapan VUCA adalah ilmu pengetahuan yang mencahayai hati. Ilmu pengetahuan yang menerangi hati. Ilmu pengetahuan yang membuat kita tenang menghadapi hari ini dan esok nanti.
Sampainya cahaya ilmu ke hati seseorang, ditentukan oleh sumber cahaya itu sendiri. Syaikh Ibnu ‘Atha’illah mengatakan: “Cahaya orang bijak mendahului perkataannya. Ketika datang cahaya, sampailah pada penjelasan.”
Kata Syaikh Zarruq, cahaya orang bijak adalah pengetahuan di dada mereka yang berasal dari hakikat maknawi yang dibukakan bagi mereka dari khazanah hikmah. Pada saat itu, al-Haqq bersama ucapan dan perbuatan.
Cahaya itu mendahului masuk ke dalam hati mereka, kemudian mereka berbicara yang sesuai dengan ahwal mereka sehingga apa pun yang mereka ucapkan sampai dan diterima telinga orang yang mendengarnya. Siapa pun yang pembicaraannya bersumber dari cahaya yang sempurna, faedah yang diterima pendengar pun sempurna.
Sebaliknya barang siapa yang pembicaraannya bersumber dari kekurangan, yang diterima pendengar pun kekurangan. Begitu pula siapa yang pembicaraanya bersumber dari nafsu, pendengar pun menerimanya dengan nafsu. Karena apa yang keluar dari hati akan masuk ke hati. Dan yang sebatas lisan hanya akan sampai di telinga.
Kepada siapa ilmu pengetahuan yang mencahayai hati dapat kita peroleh? Tentu saja dari orang-orang yang hatinya bercahaya. Orang-orang yang hatinya terang-benderang. Karena kata Syaikh Ibnu ‘Atha’illah: “Setiap perkataan yang diungkapkan selalu diselimuti oleh pakaian hati yang menjadi sumbernya.”
Kita berharap Orde Kegelapan Indonesia segera berlalu. Jangan berlama-lama seperti era kegelapan Eropa di abad pertengahan yang berlangsung selama 5 abad.
Kita ingin Indonesia segera masuk ke Orde Pencerahan (Aufklarung) lalu Renaisans. Tapi bukan aspek material saja seperti Barat, melainkan aspek moral dan spiritual juga.
Karena itu jika Indonesia Gelap, maka terangilah dengan ilmu pengetahuan dari orang-orang bijak yang memiliki cahaya di hatinya.