26.9 C
Jakarta

Jihad: Simbol Kekerasan dalam Teks Agama

Artikel Trending

KhazanahTelaahJihad: Simbol Kekerasan dalam Teks Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Istilah jihad memang bukan kata baru yang kita dengar. Namun, dalam proses ekspansi pemaknaan yang cukup panjang, trend yang sering kita pahami dari makna kata jihad tidak lain berkaitan dengan sebutan bagi teroris. Mengapa demikian? Term jihad digunakan sebagai alasan para teroris dalam melakukan pembunuhan terhadap umat yang berbeda.

Hal itu bisa dilihat dari pasca kejadian bom Amerika yang disebut sebagai serangan 11 September 2001. Serangan yang dipimpin oleh kelompok Osama bin Laden merupakan salah satu serangan yang memberikan dampak luar biasa kepada masyarakat Islam. Pasca serangan tersebut, dalam buku yang ditulis karen Amstrong, berjudl “Islamophobia” ia menjelaskan bahwa, pembahasan tentang Islam sangat massif pasca pengeboman itu. Kemasifan pembahasan pembahasan tersebut juga berbanding lurus dengan rasa ingin tahu masyarakat kepada Islam itu sendiri. Namun, kebencian kepada Islam juga sangat besar.

Sehingga kebencian terhadap Islam sangat meningkat disusul dengan banyaknya informasi yang dicari oleh para peneliti tentang ajaran Islam itu sendiri. Dari kejadian itupula, kita perlu meluruskan kata Jihad yang disinyalir sebagai salah satu alasan para teroris ketika menggencarkan serangan kepada masyarakat non mulism.

Dalam terminologi Islam, kata jihad diartikan sebagai perjuangan sungguh-sungguh mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan, khususnya dalam mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keluhuran.

Tetapi istilah jihad yang berarti perjuangan tidak selalu atau tidak semuanya berjuang di jalan Allah karena banyak ayat pula yang berarti berjuang dan berusaha seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan. Misalnya, Q.S. al- Ankabut/29:8 dan Luqman/31: 15, yang masing-masing berbicara tentang konteks hubungan antara anak yang beriman dan orang tuanya yang kafir, dalam hal ini juga menggunakan term jihad.

Pemaknaan terhadap ayat inilah yang menyebabkan masing-masing umat Islam berpikir bahwa, jihad yang sebenarnya adalah bagaimana melakukan peperangan kepada non-muslim meskipun tidak melakukan kesalahan apapun. Padahal, dalam konteks kehidupan sosial, pada masa rosulullah hingga masa pemerintahan khilafah Islam, non muslim memiliki kesempatan yang sama dalam sebuah negara untuk hidup merdeka.

Merdeka dalam artian, memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara yang tinggal pada suatu daerah. Maka jelas pemahaman ini sejalan dengan apa yang ditulis oleh Habib Ali Jufri yang berjudul, “Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan”. Melalui buku tersebut, Habib Ali memaparkan secara rinci bagaimana menciptakan relasi kemanusiaan tersebut harus utuh sejalan dengan sikap dan pola keberagamaan yang dimiliki oleh kita semua.

BACA JUGA  Paradoks Toleransi: Kita Tidak Boleh Toleran Terhadap HTI, Perusak NKRI

Sehingga tidak timpang, ketika kita meyakini sebuah agama, tidak boleh kemudian melakukan kekerasan kepada orang lain, yang jelas-jelas tidak melakukan kesalahan apapun. Dalam konteks ini, makna jihad oleh sebagiam umat Islam justru dipahami sebagai sebuah ajaran agama Islam yang menghendaki membunuh, bahkan memerangi umat non-Muslim yang tidak bersalah. Sehingga dari pemahaman inilah, mereka berlomba-lomba untuk melakukan pengeboman, mencari strategi dan taktik yang paling ciamik untuk menggencarkan tujuannnya itu. inilah yang membuat agama Islam tercemar kepada beberapa umat lain.

Islam agama kasih sayang, bukan pembunuhan

Islam adalah agama yang memberikan kedamaian dan simbol cinta kasih kepada seluruh makhluk. Sebab seluruh ciptaan Allah di dunia ini, merupakan bentuk kasih sayang Tuhan kepada makhluk-Nya. Namun, sebagian umat Islam justru memberikan arti yang berbeda, yakni pada term jihad.

Jihad dimaknai sebagai sebuah simbol perlawanan untuk melakukan kehendak bebas kepada orang yang tidak seiman dan tidak seagama. Sehingga dalam konteks itulah, jihad dipraktikkan dengan membunuh, menghalalkan darah orang lain agar bisa masuk syurga dengan cara yang tepat. Orang yang memiliki makna jihad demikian, justru mengingkari keadaan dirinya yang berbeda dari orang lain.

Padahal secara fitrah, jika para jihadis mengakui secara naluriah dirinya berbeda dengan orang lain, ia tidak akan melakukan upaya kekerasan dalam menghadapi perbedaan tersebut, sebab dirinya mengakui bahwa perbedaan tersebut tercipta secara alamiah dalam kehidupan manusia. Dan barangkali jika kesombongan tidak hinggap dalam dirinya melalui sikap merasa paling dekat kepada Tuhan, para jihadis yang biasa berjuang untuk menegakkan Islam, justru berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan, bukan memperbanyak ruang agar bisa melakukan pembunuhan secara lebih luas.  Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru