30 C
Jakarta

Israel Perketat Cengkeraman di Tepi Barat

Artikel Trending

AkhbarInternasionalIsrael Perketat Cengkeraman di Tepi Barat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Lembaga militer Israel yang bertanggung urusan sipil di Tepi Barat Cogat merilis kebijakan baru setebal 97 halaman. Di halaman ke-30 tertera warga asing yang hendak menikah atau bertunangan dengan warga Palestina harus melapor ke militer Israel 30 hari sebelum acara dilakukan.

Kebijakan yang berlaku pada tahun ini dengan spesifik menyebut “membangun hubungan” sebagai pertunangan, pernikahan atau tinggal satu rumah. Kebijakan baru ini berlaku pada warga asing yang menikah dengan warga Palestina atau bekerja, belajar, mengajar atau menjadi sukarelawan di Tepi Barat yang dikuasai Israel selama 55 tahun.

Peraturan ini tidak berlaku pada orang yang berkunjung ke Israel atau pada 130 orang Yahudi yang menetap di seluruh Tepi Barat.

“Sangat keterlaluan militer Israel berpikir bisa menerapkan mikro manajemen masyarakat Palestina hingga sebanyak ini, untuk memutuskan siapa yang memiliki kualifikasi untuk mengajar di universitas, siapa yang berhak memiliki sukarelawan asing,” kata direktur organisasi hak asasi manusia HaMoked Jessica Montell, Jessica Montell, Kamis (5/4).

Organisasinya mengajukan petisi hukum dengan keberatan yang panjang. Alhasil, pihak berwenang Israel terpaksa menunda memberlakukan kebijakan itu dari 20 Mei menjadi awal Juni.

Kebijakan itu juga dapat membuat Amerika Serikat (AS) marah sebab sudah lama Washington menolak ikut dalam program bebas visa Israel sebab Israel memperlakukan warga Palestina-Amerika berbeda dengan warga Amerika lainnya. Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang mempelajari prosedur baru itu.

“(Dan) terlibat dengan pihak berwenang Israel untuk memahami penerapannya,” kata departemen luar negeri AS.

Cogat mengatakan prosedur meresmikan proses pengajuan dan memperluas “lingkup tujuan yang diizinkan untuk masuk” ke Tepi Barat. Mereka mengatakan prosedur itu bagian dari program awal yang akan diterapkan selama dua tahun dan “sebagian” sudah diperiksa ulang.

Israel menduduki Tepi Barat dalam Perang Timur Tengah tahun 1967. Palestina ingin daerah itu masuk dalam wilayah negaranya di masa depan. Kebijakan baru menyebut daerah itu sebagai Judea dan Samaria, nama alkitabiah yang lebih senangi Yahudi sayap kanan termasuk Perdana Menteri Naftali Bennett yang bersikeras daerah itu milik orang Yahudi.

BACA JUGA  DK PBB Kutuk Serangan Teroris di Pakistan

Orang Palestina dari luar negeri yang ingin berkunjung ke Tepi Barat harus mencantumkan nama dan nomor identitas anggota keluarga dan mengatakan apakah memiliki atau mewarisi properti di Tepi Barat. Banyak yang khawatir informasi ini digunakan Israel untuk mengambil tanah mereka.

“Ini seperti memberitahu keluarga atau teman bahwa anda ingin berkunjung ke, anda dapat memberi informasi yang membuka jalan bagi Israel untuk mencuri properti anda,” kata pengacara dari organisasi hak asasi manusia Al-Haq Ahmed Abofoul.

Kebijakan baru juga akan membatasi jumlah profesor tamu dari satu per 100 mahasiswa menjadi 1 per 150 mahasiswa. Dosen tamu harus menyakinkan militer Israel akan “berkontribusi signifikan pada pembelajaran akademik, di bidang ekonomi atau kerja sama dan perdamaian di kawasan”.

Pada 2020 sebanyak 360 mahasiswa dan pengajar dari Eropa mendapat hibah untuk belajar dan mengajar di Tepi Barat melalui program pertukaran Erasmus+ Uni Eropa. Lebih dari 1.800 warga Israel belajar di Eropa dengan program serupa pada tahun ini. Perwakilan Uni Eropa di Yerusalem menolak memberikan komentar mengenai prosedur baru.

Cogat mengatakan kuota berlaku pada pengajar dan mahasiswa yang ingin menambah satu semester lagi dan akan “evaluasi ulang dari waktu ke waktu.” Hampir semua warga asing termasuk di sektor swasta akan dipaksa pergi setelah 27 bulan dan kemudian menunggu selama sembilan bulan lagi sebelum dapat mengajukan permohonan untuk dapat masuk lagi.

Universitas Birzeit mengatakan kebijakan ini mengepung universitas-universitas Palestina dan melepas keputusan akademik dasar mereka. Universitas Birzeit merupakan institusi pendidikan tinggi utama di Tepi Barat.

Peraturan ini tidak berlaku bagi institusi-institusi Israel termasuk Universitas Ariel. Lembaga yang dibangun di pemukiman Israel di Tepi Barat.

Bagi ratusan orang asing yang menikah dengan warga Palestina dan membangun keluarga di Tepi Barat mengatakan kebijakan ini semakin mempersulit hidup mereka. Sebab mereka dapat dipisahkan kapan saja.

Israel yang mengendalikan pencatatan populasi jarang mengizinkan residensi yang diajukan melalui Otoritas Palestina yang kekuasaan terbatas di Tepi Barat.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru