26.9 C
Jakarta

Israel Bunuh Dua Warga Palestina di Tepi Barat

Artikel Trending

AkhbarInternasionalIsrael Bunuh Dua Warga Palestina di Tepi Barat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Nablus – Pasukan militer Israel pada Selasa (9/8) menembak mati dua warga Palestina dalam operasi di Kota Nablus, Tepi Barat, yang berujung bentrokan senjata. Salah satu korban jiwa merupakan komandan kelompok bersenjata Brigade Syuhada Al-Aqsa.

Peristiwa itu berpotensi membuat gencatan senjata antara Israel dan kelompok Palestinian Islamic Jihad (PIJ) atau Islam Jihad berakhir. Apalagi, bentrokan di Tepi Barat menewaskan komandan Brigade Syuhada, Ibrahim al-Nabusi. Al-Nabulsi diketahui juga merupakan anggota milisi “Brigade Nablus” yang baru-baru ini terbentuk. Aliansi milisi Palestina di Kota Nablus, Jihad Islam, salah satu anggota aliansi itu.

Sejumlah pihak, termasuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebelumnya menilai bahwa gencatan senjata antara Israel dan PIJ yang disepakati pada Ahad (7/8) amat rapuh. Perang bisa kembali terjadi kapan saja jika ada salah satu pihak yang dianggap melanggar kesepakatan.

Militer Israel dan saksi mata pada Selasa (9/8) menyatakan bahwa tentara Israel mengepung rumah Ibrahim al-Nabulsi yang masuk daftar buronan mereka. Pasukan Israel memintanya keluar, tapi al-Nabulsi bersama anggota milisi lainnya menolak menyerah. Terjadi baku tembak dengan pasukan Israel yang membawa rudal panggul.

Pejabat kesehatan Palestina mengonfirmasi kematian al-Nabulsi dan seorang anggota milisi lainnya. Mereka mengatakan setidaknya 40 orang terluka dalam serangan tersebut. Meski terjadi baku tembak, sejauh ini tidak ada laporan kematian dari pihak Isael.

Beberapa bulan terakhir, Israel memang meningkatkan serangannya ke Tepi Barat setelah sekelompok orang dari daerah itu menggelar serangan di jalan-jalan Israel. Otoritas Palestina selalu mengecam serangan tersebut.

Dalam rapat darurat Dewan Keamanan PBB mengenai perang di Jalur Gaza, Senin (8/8), beberapa anggota menyuarakan keprihatinan rapuhnya gencatan senjata yang menghentikan sementara pertempuran antara Israel dan kelompok Jihad Islam.

“Gencatan senjata itu rapuh, setiap kali permusuhan kembali pecah hanya akan menimbulkan konsekuensi menghancurkan bagi Palestina dan Israel dan membuat setiap kemajuan politik dalam isu penting sulit dipahami,” kata Utusan PBB untuk Timur Tengah Tor Wennesland lewat tautan video pada awal pertemuan, seperti dikutip al Jazirah.

Israel dan Jihad Islam telah menyepakati gencatan senjata pada Ahad (7/8). Duta Besar Rusia menekankan bahwa Dewan Keamanan PBB sangat prihatin dengan peristiwa peperangan. “Ini dapat mengarah pada konfrontasi militer penuh dan memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza”.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 44 orang Palestina yang hampir setengahnya warga sipil termasuk 15 anak-anak tewas dalam pengeboman Israel di Gaza pada Jumat lalu. Adapun jumlah korban luka mencapai ratusan orang.

Islam Jihad meresponnya dengan menembakan ribuan roket tapi sebagian besar dihalau atau meledak. Badan kedaruratan Israel mengatakan, tiga orang terluka akibat pecahan rudal dan 31 lainnya mengalami luka ringan.

Kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Mesir menyebutkan kedua belah pihak dapat memberikan respons apabila gencatan senjata dilanggar. Wennesland memperingatkan, jika pertempuran berlanjut, hal itu akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan.

Wennesland mengatakan saat ini PBB sedang menilai kekerasan dalam perang di Gaza. Menurutnya, sekitar 20 persen dari 1.100 roket yang diluncurkan Jihad Islam tidak mencapai Israel, tapi jatuh di Jalur Gaza.

Pertempuran ini yang paling buruk di Gaza sejak perang 11 hari yang menewaskan 250 orang pada tahun lalu. Menjelang rapat darurat digelar, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan meminta Dewan Keamanan PBB melimpahkan tanggung jawab penuh kepada Jihad Islam.

Dia menuding kelompok tersebut menggunakan warga Gaza sebagai perisai atau tameng dalam pertempuran. “Mereka menembakan roket ke sipil Israel sambil menggunakan warga Gaza sebagai tameng hidup, ini kejahatan perang ganda,” katanya.

“Harus ada satu hasil dan satu hasil saja, untuk mengutuk (Jihad Islam) atas kejahatan perang gandanya, sambil menempatkan pertanggungjawaban penuh atas pembunuhan warga Palestina yang tidak bersalah di pundak kelompok teror radikal,” kata Erdan di sebuah konferensi pers seperti dikutip dari Alarabiya.

Duta Besar Amerika Serikat (AS) Linda Thomas-Greenfield mendukung pernyataan Israel. “Dewan harusnya mampu bersatu dan menolak tanpa syarat aksi PIJ, yang dengan ceroboh membawa warga sipil dalam bahaya,” katanya.

BACA JUGA  Malaysia Tangkap Pemasok Senjata bagi Pria yang Diduga Mata-Mata Israel

Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour membalas pernyataan tersebut dengan mengecam serangan yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza. Menurutnya, serangan itu merupakan sebuah agresi yang tidak dapat dibenarkan. “Berapa banyak lagi anak yang harus kita kubur sampai seseorang berkata ‘cukup sudah cukup;?” kata Mansour.

Rapat Dewan Keamanan PBB digelar di kantor pusat PBB di New York. Namun, sejauh ini nelum ada pernyataan dari rapat tertutup yang mengizinkan debat terbuka.

Pertempuran antara Israel dan Jihad Islam yang berbasis di Jalur Gaza pecah pada Jumat (5/8). Tel Aviv membombardir situs dan fasilitas Jihad Islam dengan serangan udara. Sebagai balasan, Jihad Islam meluncurkan serangkaian serangan roket ke beberapa wilayah Israel.

Israel mengaku menghancurkan puluhan situs dan fasilitas milik Jihad Islam, termasuk pabrik produksi dan gudang senjata. Dua komandan Jihad Islam pun turut tewas dalam serangan Israel. Kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata pada Ahad lalu dengan bantuan mediasi Mesir.

Sistem perawatan kesehatan di Jalur Gaza berada di ambang kehancuran. Para pejabat Palestina menyebut pengepungan Israel selama 15 tahun dan banyaknya jumlah korban selama serangan militer terbaru Israel, menjadi penyebab runtuhnya sistem kesehatan Gaza.

Selain itu, selama lima hari berturut-turut, Israel telah memperketat penutupan penyeberangan Gaza. Penutupan ini menghambat masuknya pasokan makanan dan komoditas pokok lainnya, termasuk bahan bakar untuk kebutuhan pembangkit listrik tunggal. “Korban tiba di rumah sakit setiap menit,” kata Direktur Al-Shifa Medical Compound, Dr Mohammad Abu Selmiyeh, dilansir Middle East Monitor, Selasa (9/8).

Abu Selmiyeh memperingatkan, layanan dasar dapat terhenti kapan saja karena kurangnya pasokan obat-obatan dan peralatan medis dasar, serta krisis listrik. “Situasinya sangat kritis,” ujarnya.

Israel dan kelompok bersenjata Palestina, Jihad Islam telah mengumumkan gencatan senjata. Gencatan senjata dimulai pada Ahad pukul 23:30 waktu setempat, yang dimediasi oleh Mesir dengan bantuan PBB dan Qatar.

Serangan udara Israel yang terjadi pada Jumat (5/8) dan berlanjut hingga Ahad (7/8) menimbulkan korban jiwa sebanyak 44 orang, termasuk 15 anak-anak. Dua jam sebelum Israel dan PIJ menyepakati gencatan senjata, seorang ibu yang tinggal di Gaza harus kehilangan seorang putra dan tiga keponakannya. Hamed Najim (17 tahun) dan tiga sepupunya, terbunuh oleh rudal yang menghantam mereka saat mereka berada di seberang jalan rumah mereka.

Ibu Hamed Najim, Diana, tampak terguncang ketika mengetahui putranya meninggal dunia dalam serangan Israel. Dia mengatakan, putranya sangat berhati-hati untuk tidak meninggalkan rumah karena takut dengan serangan Israel.

Diana menceritakan, dua jam sebelum gencatan senjata diumumkan, anaknya meminta izin untuk keluar rumah selama lima menit dengan para sepupunya. “Beberapa saat berlalu dan kemudian kami mendengar sebuah bom. Kami berlari keluar untuk menemukan putra saya dan ketiga sepupunya. Mereka semua telah meninggal dunia,” ujar Diana, dilansir Aljazirah, Selasa (9/8).

Kisah Diana mirip dengan banyak kisah warga lainnya di Jalur Gaza, setelah Israel melancarkan serangan udara berulang kali dalam operasi.

“Mengapa kita di Gaza terkena semua ini? Kita bisa kehilangan anak-anak kita kapan saja seolah-olah hidup kita tidak berharga,” katanya.

Pada Senin (8/8) di kamp pengungsi Bureij di Jalur Gaza tengah, banyak orang berkumpul untuk meratapi al-Nabaheen (40 tahun) dan tiga anaknya, yang terbunuh oleh bom Israel di rumah keluarga mereka. Serangan itu mengakibatkan kematian al-Nabaheen dan dua putranya, Ahmed (13 tahun), Mohamed (9 tahun), dan putrinya Dalia (13 tahun). Putra tertua al-Nabaheen terluka dan sedang dalam perawatan di rumah sakit.

“Saya sedang duduk dengan paman Yasser di sebidang tanah kecil di seberang rumah kami. Dia bergerak sedikit ke depan ketika sebuah rudal jatuh tepat di atasnya dan anak-anaknya. Mereka semua hancur dalam sekejap,” ujar Ahmad, seorang anggota keluarga al-Nabaheen.

Ahmad mengatakan, al-Nabaheen dan anak-anaknya meninggal setengah jam sebelum gencatan senjata disepakati. “Ini sangat sulit untuk dipahami. Israel terus mengebom dan membunuh orang dan warga sipil sampai detik-detik terakhir,” kata Ahmad.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru