27.9 C
Jakarta
Array

Isra’ Mi’raj: Spiritual Travelling ala Rasul

Artikel Trending

Isra’ Mi’raj: Spiritual Travelling ala Rasul
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tanggal 27 Rajab 1438 H (14 April 2018 M) terdapat momentum yang luar biasa bagi umat Islam karena pada tanngal tersebut diperingati Isra’ Mi’raj. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. pada malam 27 Rajab tahun kesepuluh kenabian –menurut pendapat yang populer dan yang terkuat- dari Masjid al-Haram di Mekkah menuju ke Masjid al-Aqsha di Palestina. Sedangkan Mi’raj merupakan perjalanan beliau dari Masjid al-Aqsha menuju Sidrah al-Muntaha –sebuah wilayah yang hakikatnya tidak terjangkau oleh nalar manusia- pada malam yang sama dengan peristiwa Isra’.

Di dalam perjalanan inilah, Nabi Muhammad saw. mendapat perintah shalat lima waktu setelah sebelumnya hanya dua kali sehari semalam, yakni pagi dan petang. Ada yang berpendapat bahwa, perjalanan malam yang dilakukan Nabi saw. ini adalah untuk menghibur beliau, yang saat itu sedang bersedih karena wafatnya Khadijah –istri yang beliau nikahi secara monogami selama ± 25 tahun (dari total usia pernikahan ± 38 tahun) – tiga hari setelah wafatnya Abu Thalib dan perlakuan buruk yang beliau terima di Mekkah dan Thaif (Nabi saw. dilempari dengan bebatuan hingga beliau terluka).

Perjalanan Isra’ beliau disepakati oleh ulama kejadiannya sebagaimana dalam Q.S. al-Isra’[17]:1. Namun, ulama berbeda pendapat mengenai rincian kejadian dan peristiwanya. Sedangkan perjalanan Mi’raj beliau, diperselisihkan oleh ulama. Bukan hanya rinciannya, tetapi juga terjadi atau tidaknya peristiwa luar biasa itu. Q.S. al-Najm[53]: 5-18 merupakan ayat-ayat yang dinilai oleh banyak ulama sebagai ayat yang berbicara mengenai Mi’raj. Namun, adapula yang tidak berpendapat demikian. Hal inilah yang mengakibatkan ulama tidak menilai kafir orang yang menolak terjadinya Mi’raj, akan tetapi hanya menilainya telah melakukan dosa. Berbeda dengan peristiwa Isra’ yang dianggap gugur imannya sesorang jika tidak mempercayai terjadinya (bukan rinciannya).

Quraish Shihab dalam bukunya yang bertajuk Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih memaparkan apa yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam peristiwa tersebut. Menurut aneka riwayat –yang perlu diteliti keshahihannya- dalam perjalanan Isra’, Nabi saw. melihat, antara lain: Dunia dan kehidupan adalah bagaikan seorang perempuan tua yang buruk; Iblis sebagai seorang yang menelusuri jalan menyimpang; Mujahidin sebagai kelompok yang menanam dan memetik dalam waktu singkat; Para penyulut fitnah merupakan orang-orang yang menggunting lidahnya sendiri; Pemakan riba berlomba memakan daging busuk dan meninggalkan daging segar.

Sedang dalam perjalanan Mi’raj, Nabi saw. menurut aneka riwayat melihat, antara lain: Penjaga neraka yang bernama Malik tidak tersenyum sama sekali dan bahwa jibril berkata kepada Nabi:”Seandainya dia bisa tertawa, niscaya dia akan tertawa kepadamu.”; Bait al-Ma’muur  yang berada di langit ketujuh dan merupakan Ka’bah bagi penduduk langit. Setiap saat beribadah di sana 70.000 malaikat, lalu meninggalkannya dan tidak kembali lagi; Sidrah al-Muntaha yang sangat indah tidak terlukiskan dengan kata-kata, demikian juga surga, neraka dan ‘Arsy (Singgasana Tuhan).

Adapun menyangkut perjalanan Mi’raj, Bukhari dan Muslim, antara lain, meriwayatkan bahwa: sebelum berangkat, Nabi saw. dibedah dan dicuci hati beliau agar dipenuhi dengan iman; disiapkan untuk perjalanan beliau satu kendaraan yang lebih kecil daripada kuda dan lebih besar daripada bagal yang dinamai Buraq –seakar kata dengan barq, yakni kilat, sehingga ini bisa mengisyaratkan bahwa kecepatannya seperti kilat/cahaya- yang langkahnya sejauh matanya memandang; Beliau diantar oleh Malaikat Jibril dengan kendaraan itu dari langit pertama hingga langit ketujuh.

Di setiap langit beliau bertemu dengan nabi/utusan Allah swt. Bermula dari Adam, lalu Yahya dan Isa as., lalu di langit ketiga Nabi Yusuf, di langit keempat Nabi Idris, di langit kelima Nabi Harun, di langit keenam Nabi Musa, dan di langit ketujuh Nabi Ibrahim as. Dari sana beliau diantar oleh Malaikat Jibril ke Sidrah al-Muntaha. Di sana terdapat empat sungai, dua di antaranya adalah Sungai Nil dan Eufrat, dan dua lainnya adalah sungai surgawi, lalu beliau menuju Bait al-Ma’muur. Setelah itu, masih menurut Nabi saw.:”Aku diberi pilihan tiga gelas berisi khamr, susu dan madu.

Maka kupilih susu”. Jibril berkata:”Inilah fithrah yang diwajibkan kepadamu dan umatmu”. Lalu diwajibkan kepadaku limapuluh shalat sehari semalam. Dalam perjalanan pulang, beliau bertemu lagi dengan Nabi Musa yang bertanya mengenai apa yang Nabi saw. peroleh. Lalu Nabi Musa meminta agar Nabi saw. kembali untuk memohon keringanan. Berulang kali kembali dengan pengurangan lima-lima hingga hanya tersisa lima.

Nabi saw. sudah malu untuk meminta keringanan meskipun sesungguhnya masih dianjurkan oleh Nabi Musa as. “Aku telah memohon kepada Allah berkali-kali sehingga aku malu. Aku rela dan menerima itu” demikian ucap Nabi saw., dan dalam perjalanan pulang beliau mendengar suara menyatakan :”Telah Kutetapkan kewajiban yang Kubebankan dan telah Kuringankan buat hamba-hamba-Ku”.

Ada yang mencoba mendekati kejadian itu dengan analisis ilmiah dengan berkata bahwa peristiwa Isra’ maupun Mi’raj bisa terjadi dengan begitu cepat karena Nabi saw. sesungguhnya melakukan perjalanan lintas dimensi. Namun, betapapun penjelasan ilmiahnya dan berbagai bantahan kepadanya. Kita meyakini bahwa kejadian itu ada, Nabi saw. diperjalankan oleh Allah swt. yang tidak terikat dengan ruang dan waktu, perjalanan itu bukanlah jalan-jalan biasa untuk sekedar menghibur beliau. Isra’ Mi’raj adalah spiritual travelling ala Nabi saw. untuk menyaksikan langsung bukti-bukti kebesaran-Nya agar beliau mencapai haq al-yaqiin.

Dengan demikian, seorang muslim traveller sudah seharusnya meneladani beliau dalam peristiwa Isra’ Mi’raj ini dengan memperhatikan firman-Nya berikut. Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.(Q.S. al-Hajj [22]: 46). Wallahu A’lam Bishshawab.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru