30.1 C
Jakarta

Isra’ Mi’raj dan Spirit Physical Distancing

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanIsra’ Mi'raj dan Spirit Physical Distancing
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada 27 Rajab lalu, umat Islam seluruh dunia memperingati Hari Isra’ Mi’raj. Perayaan Isra’ Mi’raj kali ini tidak semeriah dan seramai tahun-tahun sebelumnya. Virus Corona yang menjadi pendemik global menuntut masyarakat dunia untuk melakukan isolasi diri atau physical distancing. Kita tidak diperkenankan mendekati keramaian baik dalam bentuk perayaan keagamaan, pesta pernikahan dan sebagainya.

Sebagai langkah preventif, pemerintah Indonesia dengan sigap menerapkan kebijakan sistem belajar-mengajar online di seluruh jenjang pendidikan bahkan mewanti-wanti kepada masyarakat Indonesia untuk menetap di rumah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa tentang tidak dianjurkannya salat jumat untuk wilayah zona merah virus Corona. Kebijakan-kebijakan ini dibuat untuk mencegah penyebaran virus Corona yang semakin masif di Indonesia.

Berkaca kepada negara-negara maju seperti China, New York, Italia dan sebagainya, disiplin diri dengan mengisolasi diri menjadi kunci utama untuk menghentikan akselerasi pandemik global ini. Kini, korban COVID-19 di Indonesia mencapai lebih dari 1500 kasus dan terus bertambah jumlahnya. Grafik korban COVID-19 akan meningkat sampai akhir April nanti.

Sebelum pandemik global mencapai masa puncaknya, masyarakat Indonesia dituntut mendisiplikan diri dengan melakukan physical distancing. Di tengah hangatnya memori perayaan Isra’ Mi’raj, umat Islam Indonesia dapat mengambil pelajaran dari peristiwa wabah kusta pada masa Rasulullah hidup. Dalam kondisi darurat, Nabi Muhammad meminta kepada penduduk Madinah untuk tidak keluar dari kota menuju ke negeri tempat wabah berasal dan melarang mereka untuk keluar dari wilayahnya apabila virus terjadi di sekitarnya.

Sebagaimana yang diriwayatakan dalam hadis Nabi, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Akan tetapi, jika terjadi wabah di tenpat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu (HR. Bukhari)”. Secara praktis, hadis ini mengafirmasi tindakan isolasi diri atau physical distancing sebagai alternatif mencegah penyebaran virus Corona.

Urgensi Physical Distancing

Tindakan soliter adalah langkah yang harus dipilih oleh seluruh warga Indonesia. Isolasi diri dalam konteks pandemik global adalah ibadah untuk membentengi keselamatan diri sendiri dan orang lain dari ancaman virus Corona. Hindari pemikiran fatalistik yang meremehkan keberadaan virus Corona sebab pemikiran demikian hanya akan memperparah kondisi hari ini.

Bagi masyarakat Indonesia yang sangat akrab dengan tradisi srawung dan guyub, tindakan physical distancing bukanlah perkara mudah. Ditambah lagi, kita sebagai Homo Social membutuhkan interaksi dan pertemanan dengan orang lain. Namun, kita dituntut dewasa dalam berpikir bahwa perintah physical distancing ini bukan untuk memperlebar jarak sosial dengan orang lain. Physical distancing tidak bermaksud untuk memupuk sikap egoisme dan individualisme dalam diri. Physical distancing ini berupaya mendisiplinkan diri kita di tengah wabah Corona.

Hakikatnya, physical distancing berangkat dari spirit soliter menuju solider. Artinya, perintah ini bermaksud melindungi kemashlahatan jiwa banyak orang dari ancaman wabah. Berlaku soliter di tengah wabah virus Corona adalah komitmen kita untuk merajut solidaritas kemanusiaan. Dengan menghindari kerumunan, kita sudah mencegah penyebaran Corona dan meminimalisir jatuhnya banyak korban.

BACA JUGA  Perbedaan Muhammadiyah dengan NU dalam Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan, Mana yang Benar?

Peringatan Isra’ Mi’raj yang baru kita rayakan mengusung spirit disiplin diri di tengah pandemik global. Pada peristiwa yang agung ini, Nabi Muhammad mendapatkan mandat dari Allah swt untuk melakukan ibadah salat begitu pula dengan umatnya. Salat sebagai tiang utama agama Islam memuat spirit disiplin diri. Salat upaya mendisiplinkan diri dari perkara fahsya’ dan munkar.

Dalam konteks hari ini, disiplin diri menjadi kata kunci utama bagi keberhasilan kita untuk menghadapi pendemik global. Disiplin diri dengan menjauhi kerumunan. Disiplin diri dengan menjaga kebersihan dan kesehatan jasmani serta rohani. Disiplin diri dengan tidak mengkapitalisasi moral panic untuk kepentingan pasar. Disiplin diri dengan tidak memproduksi dan menyebar informasi hoax seputar virus Corona.

Menelisik Spirit

Secara implisit, peringatan Isra’ Mi’raj mengajak kita untuk melakukan physical distancing sebagai upaya menempa diri dalam kehidupan yang tertib dan disiplin. Namun realitanya, masih ada sekelompok orang yang bebal ingin menyelenggarakan perayaan keagamaan yang melibatkan banyak orang seperti tabligh akbar, walimah, perayaan Isra’ Mi’raj dan sebagainya.

Untuk melegitimasi tindakan yang tidak etis ini, mereka membangun argumen teologis bahwa ajal berada di tangan Allah dan orang yang bertauhid tidak boleh takut kepada virus Corona, kecuali kepada Allah. Menurut pandangan penulis, pandangan beragama yang fatalistik demikian merupakan tindakan kufur atas nikmat-Nya, sebab tidak selaras dengan prinsip maqasidus syari’ah yakni hifz an-nafs (menjaga jiwa).

Umat Islam sebagai khaira ummah dibekali akal sehat untuk berikhtiar dalam kehidupan ini. Kaitannya dengan kasus pandemik global ini, kita dituntut untuk berikhtiar menjaga keselamatan diri dari wabah virus Corona. Berlaku soliter adalah upaya mendisiplinkan diri sebagai bentuk syukur atas anugerah kehidupan yang diberikan oleh Allah. Itulah hakikat syukur.

Di tengah wabah Corona, kita perlu meredam egoisme keberagamaan demi menjaga kemashlahatan umum. Kita perlu berkaca pada kasus tabligh akbar di Petaling, Kuala Lumpur, Malaysia yang menyebabkan jatuhnya banyak korban sejumlah 190 orang yang terpapar virus Corona. Jika kita mengabaikan perintah physical distancing, secara tidak langsung kita melakukan tindakan fahsya’ dan munkar, sebab mendatangkan kemudaratan bagi orang lain.

Ketika kita memilih mengisolasi diri dalam beribadah dan bersalawat dalam kesendirian yang lebih khidmat, maka rumah-rumah kita akan dilimpahi cahaya keberkahan. In Syaa Allah, kita akan mendapatkan syafaat Nabi Muhammad yang akan melindungi diri ini dari ancaman virus Corona. Allahumma shalli ‘ala sayyida Muhammad!

 

Rahmat Hidayat, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Ikatan Alumni PP. Al-Amien Prenduan Korda Yogyakarta Peride 2019-2020.

Rahmat
Rahmat
Ketua Ikatan Alumni Al-Amien Prenduan (IKBAL) Kordinator Daerah Yogyakarta Periode 2019-2020

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru