29.7 C
Jakarta

Islam yang Dikehendaki Nabi Muhammad

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanIslam yang Dikehendaki Nabi Muhammad
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tahun 1793. Sejarah mencatat tahun ini dipopulerkannya istilah “terorisme” yang bertepatan pada saat Robespierre mengumumkan era baru yang disebut Reign of Terror (Merajalelanya Teror). Teror menjadi agenda penting para pengawal revolusi dan menjadi keputusan pemerintah untuk mengukuhkan stabilitas politik.

Catatan pahit sejarah di masa kelam terus berkembang seiring perkembangan zaman. Berawal dari ranah politik, teror kemudian merambah ke ranah agama. Kelompok garis keras berupaya menjadikan ajaran agama Islam diwarnai dengan perang, karena mereka berpandangan bahwa perang adalah salah satu ajaran Islam yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. semasa hidupnya. Asumsi ini diperkuat dengan perintah jihad yang ditemukan dalam beberapa ayat Al-Qur’an.

Apakah Islam menganjurkan perang? Apa hubungannya perang dan Islam?

Mendengar pertanyaan tersebut, penting ditelaah kembali arti Islam, sehingga pemeluk agama semitik ini terbuka mindset-nya. Islam merupakan bahasa Arab, al-islâm, yang terambil dari akar kata salâm yang dipahami dalam beberapa arti kebahagiaan, kesejahteraan, keselamatan, penghormatan, dan salam. Saudara semuslim yang saling bertemu, diperintahkan mengucapkan “salam” guna saling mendoakan untuk menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Seorang yang berupaya membahagiakan, menyelamatkan, dan menyejahterakan apa pun, baik orang ataupun benda, disebut “muslim” secara literlik. Sebaliknya, orang yang merusak ekosistem alam, misalkan, disebut oleh Al-Qur’an dengan “perusak” (mufsidûn). Demikian pesan surah al-Baqarah ayat 12.

Terorisme dan kelompok ekstrem yang lain boleh juga disebut sebagai perusak, karena secara realitas mereka bertindak kekerasan yang berakibat terhadap kerusakan, baik secara fisik maupun secara psikis. Disadari atau tidak, akibat terjadinya teror psikis manusia mengalami gangguan, rasa takut, tidak tenang, dan seterusnya. Manusia seringkali dihantui beraneka macam rasa takut saat berteduh di pentas bumi, lebih-lebih di masjid sebagai rumah Allah. Sementara, secara fisik banyak korban berjatuhan dan lebih tragisnya anak-anak yang tidak berdosa terluka kemudian menghembuskan nafas terakhir.

Akibat lain adalah timbulnya stigma negatif dari orang-orang non-muslim, bahwa Islam adalah agama kekerasan, agama peperangan, bahkan agama bom. Timbulnya stigma semacam ini sedikit banyak melukai hati pemeluk agama Islam yang mencintai perdamaian, lebih-lebih pembawa agama semitik ini, Nabi Muhammad saw.

BACA JUGA  Momen Tobat Para Teroris Di Malam Nisfu Sa'ban

Nabi saw. tidak menghendaki, bahkan melarang keras, umatnya bertindak ekstrem. Ada beberapa riwayat menyebutkan: Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk melakukan kekerasan, tetapi untuk mengajarkan dan memudahkan. (HR. Ahmad).

Dalam hadis yang lain Nabi saw. menyebutkan: Sesungguhnya Allah Mahalembut atau Mahakasih. Melalui sikap kasih sayang-Nya Allah akan mendatangkan banyak hal positif, tidak seperti halnya pada kekerasan. (HR. Muslim).

Selain itu, dalam riwayat lain Aisyah pernah marah ketika mendengar sekelompok orang Yahudi mendatangi Nabi saw. dan mengucapkan salam dengan diplesetkan menjadi “as-sâmu ‘alaikum” (Kecelakaan atasmu!) dan kemudian Aisyah menjawab, “alaikum wala’anakumullâh wa gadhiballâhu ‘alaikum” (Kecelakaan atasmu! Semoga Allah melaknat dan memurkaimu). Melihat kemarahan sang istri, Nabi saw. mengingatkannya, “Kamu harus berlemah lembut, jangan melakukan kekerasan dan kekejian”.

Melalui tiga hadis tersebut Nabi Muhammad saw. tidak menghendaki dan mengajarkan sikap ekstrem dalam berislam, melainkan bersikap lemah lembut. Sikap lemah lembut ini tercermin dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 159: Maka sebab rahmat dari Allah, engkau (Muhammad) bersikap lemah-lembut kepada mereka. Seandainya engkau bersikap kasar (dalam ucapan dan perbuatan), mereka pasti pergi meninggalkanmu. Ayat ini mengajarkan Islam yang menyejukkan, menyenangkan, dan menyejahterakan, sehingga dengannya gaya Islam seperti ini disebut dengan “moderasi Islam” atau “Islam moderat”, yakni Islam yang tidak menghendaki teror atau tindakan kekerasan yang lain. Secara spesifik, ayat ini berpesan, bahwa berdakwah atau mengajak seseorang memeluk Islam hendaknya diikuti dengan sikap lemah lembut, karena dengannya hati orang tersebut akan tergugah dan dakwah yang disampaikan berkesan di hati. Oleh karana itu, Islam dipeluk dengan rasa cinta, bukan atas unsur keterpaksaan.

Sebagai penutup, penting menanamkan cara berpikir yang kritis dan benar dalam berislam agar tidak terjebak pada cara berpikir yang salah yang mencederai misi Islam, yaitu rahmatan lil alamin, menebar kasih sayang bagi semesta alam. Karena, Islam yang dikehendaki Nabi Muhammad saw. adalah Islam yang lemah lembut, bukan Islam yang keras. Wa’ Allâhu A’lam bi al-Shawâb!

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru