30 C
Jakarta

Islam Melarang Kita Melaknat Sesama

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuIslam Melarang Kita Melaknat Sesama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Muhammadku Sayangku, Penulis: Edi AH Iyubenu, Penerbit: Diva Press, Cetakan: I, 2020, Tebal: 152 halaman, ISBN: 978-623-293-129-9, Peresensi: Sam Edy Yuswanto.

Keberadaan media sosial seperti Instagram, kerap menjadi ajang berdebat tentang banyak hal. Tak jarang, di antara mereka (para netizen) terjadi debat kusir tanpa ujung dan menyebabkan satu sama lain saling menyalahkan, mencaci, menghina, merendahkan, bahkan yang paling mengerikan adalah melaknat sesama. Ini misalnya dapat secara gamblang kita lihat dalam kasus yang lagi hangat: pidato Macron yang dianggap menghina Islam. Laknat kepada Presiden Prancis itu pun berdatangan dari segala penjuru dunia, atas dalih membela Islam.

Entah, saya merasa sangat heran, mengapa ada banyak orang yang mulutnya begitu mudah mengeluarkan kata-kata laknat dan sejenisnya, bahkan kadang diembel-embeli dengan dalil atau pembenaran. Semisal dengan berdalih bahwa “Sesama umat Islam kan harus saling menegur dan menasihati” dan kata-kata sejenisnya. Rupanya, mereka lupa satu hal (atau mungkin karena ketidakpahaman mereka) bahwa menasihati atau menegur orang lain itu ada etiket atau adabnya. Menasihati seseorang di depan publik, seperti media sosial di mana semua orang bisa membacanya, itu termasuk hal yang dilarang, karena sama saja dengan mempermalukan orang lain.

Mestinya, bila kita memang mengaku umat Islam yang memahami ajaran agama dengan baik, tentu kita tidak akan gampang berkata-kata kasar, merendahkan, mengumpat, apalagi sampai melaknat orang lain hanya gara-gara dia melakukan kemaksiatan. Apa pun alasannya, melaknat sesama itu tidak diperkenankan dalam ajaran Islam, bahkan saya yakin dalam ajaran agama mana pun.

Bicara tentang larangan melaknat sesama, dalam buku “Muhammadku Sayangku” Edi AH Iyubenu mengurai kisah tentang Nabi Muhammad Saw yang didatangi oleh para sahabatnya. Mereka, para sahabat, datang dengan membawa seorang peminum arak. Beliau lantas menyuruh sahabat untuk memukul si peminum arak (sebagai hukuman, agar ia merasa jera, dan bertobat). Lantas, para sahabat pun menunaikan perintah Nabi. Di antara mereka, ada yang memukul dengan tangannya, terompahnya, dan ada juga yang memukul dengan cara menyabetkan bajunya.

Setelah selesai, sebagian sahabat ada yang berkata, “Semoga engkau dihinakan oleh Allah Swt.” Mendengar ucapan tersebut, Rasulullah seketika bersabda, “Janganlah kalian berkata demikian, janganlah memberikan pertolongan kepada setan untuk menggoda orang ini sehingga berbuat hal yang tidak dibenarkan oleh agama” (HR. Bukhari). Namun, dalam riwayat yang lain, dikatakan redaksinya seperti ini: “jangan kalian melaknat demikian, jangan melaknat, karena sesungguhnya orang ini dicintai oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya Saw; setiap laknatan akan kembali kepada si pelaknat…” [Hlm. 114].

BACA JUGA  Trik Pintar Berdebat Dengan Wahabi

Bila merenungi hadis nabi tersebut, maka dapat dipahami bahwa melaknat orang lain (meski kepada si pendosa) dilarang oleh Rasulullah Saw. Melaknat secara tak langsung mengandung penghakiman terhadap orang lain; merasa diri paling benar, paling suci, dan menganggap orang lain buruk dan layak dihukum oleh Tuhan. Padahal, salah satu sifat Allah adalah Maha Pengampun.

Bukankah tak satu pun dari kita yang tahu tentang akhir hidup seseorang? Bisa saja mereka yang bergelimang maksiat pada akhirnya menyadari perbuatannya, lalu bertobat dan mendapatkan ampunan-Nya. Bisa juga mereka yang pada mulanya rajin beribadah, tiba-tiba berubah menjadi ahli maksiat karena kesombongan yang melekat dalam dirinya. Maka, janganlah mudah melaknat sesama, karena bisa saja laknat tersebut bisa kembali kepada diri sendiri. Nauzubillaahi min dzaalik.

Dalam buku ini, penulis juga menguraikan kisah tentang Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang membisikkan kata-kata yang menenangkan hati kepada sahabat terbaiknya, yakni Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq. Jadi ceritanya, waktu itu beliau dan Abu Bakar sedang bersembunyi di dalam Gua Tsur, sementara di atasnya bertebaran orang-orang musyrik Quraisy yang sedang mencari mereka dan bersiap untuk membunuh mereka.

Untuk menenangkan Abu Bakar, Rasulullah Saw lantas membisikkan kata-kata yang artinya, “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah benar-benar bersama kita”. Maka, usai mendengar kalimat yang memotivasi tersebut, seketika merasa tenanglah hati Abu Bakar. Bisikan beliau tersebut jelas adalah suatu kebenaran, sebab segala yang dituturkan dan dilakukan oleh Kanjeng Nabi Saw pastilah benar adanya, karena senantiasa berada dalam bimbingan Allah Swt [Hlm. 66].

Bila direnungi secara lebih mendalam, kalimat yang pernah dibisikkan oleh Kanjeng Nabi kepada sahabat terbaiknya itu, maka dapat pula dijadikan motivasi bagi kita saat tengah berada dalam ketakutan, kegundahan, kesulitan, serta kecemasan karena ada orang-orang yang tidak suka atau hendak berbuat jahat kepada kita. Bahwa kita tak perlu takut dengan ancaman orang lain, karena bila posisi kita benar dan tak menyalahi aturan-Nya, maka kita tak perlu merasa gentar dan takut menghadapi mereka. Karena, sebagaimana pernah dibisikkan oleh Kanjeng Nabi, “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah benar-benar bersama kita”.

Terbitnya buku ini dapat menjadi sebuah refleksi atau semacam perenungan bagi para pembaca, agar selalu merenungi dan mengamalkan ajaran Islam yang dibawa oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw dengan penuh rasa cinta, kasih sayang dan kedamaian.

Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto
Bermukim di Kebumen, tulisannya dalam berbagai genre tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, Kompas Anak, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru