32.7 C
Jakarta

Islam dan Terorisme, Dua Hal yang Tidak Dapat Disatukan

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanIslam dan Terorisme, Dua Hal yang Tidak Dapat Disatukan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Islam seringkali dilekatkan dengan aksi-aksi terorisme. Pelekatan stigma ini bermuara dari beberapa pemikir Barat seperti Samuel Huntington dalam tesisnya, The Clash of Civilization. Islam, dalam pandangan Samuel, dianggap sebagai ancaman pasca runtuhnya Soviet. Tuduhan ini semakin meluas semenjak masyarakat internasional dikagetkan oleh berbagai tindakan kekerasan, khususnya aksi-aksi teror terhadap kepentingan Amerika Serikat dan Israel. Sebut saja, serangan 11 September 2001 terhadap Gedung WTC dan Pentagon dan kebetulan pelaku serangan ini beragama Islam.

Mungkin Anda mempertanyakan, benarkah Islam itu mengajarkan aksi kekerasan berwajah terorisme, sebagaimana dituduhkan ole sebagian pemikir Barat? Islam sebagai agama sedikitpun tidak menganjurkan kekerasan sebagai solusi dalam mengatasi sesuatu, termasuk dalam berdakwah. Perhatikan saja bagaimana Nabi Muhammad Saw. diutus ke muka bumi ini untuk menjadi rahmat bagi semesta, termasuk manusia, bukan menjadi teror seperti yang dibayangkan sebagian orang (baca QS. al-Anbiya’: 107). Rahmat itu bukan sesuatu yang “dilekatkan” dengan Islam, melainkan sudah menjadi “bagian terdalam atau ruh” dalam agama ini. Maksudnya, bukan Islam jika tidak menghadirkan rahmat.

Rahmat dan teror merupakan dua hal yang berseberangan. Keduanya tidak dapat disatukan. Rahmat jelas mengarah kepada sesuatu yang positif, semisal terjalinnya harmonisasi antar sesama dan menguatnya persatuan yang telah dibangun. Sebaliknya, teror selalu mengarah kepada sesuatu yang negatif, seperti terpecahnya hubungan yang baik antar sesama, menanam benih-benih permusuhan, dan mengganggu keamanan hidup manusia. Islam hanya menghendaki perbuatan yang menghadirkan harmonisasi bersama bukan permusuhan, serta menguatnya persatuan bukan perpecahan.

Islam tegas melarang apapun yang menimbulkan kengerian (teror) pada orang lain. Disebutkan dalam hadis Nabi Saw.: Seseorang tidak boleh mengacungkan atau mengangkat senjata ke hadapan orang lain karena boleh jadi dia tidak tahu setan akan mengendalikan tangannya yang dengannya ia dapat membunuh sehingga terjerumus ke neraka. Pada hadis ini Islam melarang menakut-nakuti orang lain dengan senjata yang dipegang di tangannya, karena dengan cara itu akan membangkitkan permusuhan. Bahkan, pada kesempatan yang lain Islam melarang sekedar melihat orang lain dengan pandangan yang menakutkan sebagaimana disinggung dalam hadis Nabi Saw.: Siapa yang memandang orang lain dengan pandangan menakutkan tanpa alasan yang benar, dia akan diperlakukan yang sama berupa pandangan yang menakutkan dari Tuhan di hari Kiamat.

Terorisme, bagaimanapun alasannya, entah mengatasnamakan agama sebagai dalih, tetap tidak dapat dibenarkan. Islam menolak dengan tegas dalih jihad perang yang pelaku terorisme itu dengungkan. Benarkah terorisme itu jihad perang? Memang Islam dan perang memiliki sejarah yang tidak dapat dilupakan. Nabi Saw. pernah terjun ke medan Perang Badar dan mengalami kemenangan. Selain itu, Nabi Saw. beserta sahabat-sahabatnya mengalami kekalahan ketika mengalami Perang Uhud, buktinya Hamzah, paman beliau, terbunuh secara tidak wajar menurut ukuran kemanusiaan.

BACA JUGA  Mengapa Konsep Perubahan Penting Ditegakkan di Negeri Ini?

Namun, penting digarisbawahi perang yang pernah terjadi dalam Islam. Perang yang terjadi dalam perjalan dakwah Nabi Saw. tak lepas dari sikap pembelaan diri dari serangan musuh, bukan menjadikan perang sebagai solusi dakwah. Perang sebagai bela diri hanya bertujuan satu: keselamatan. Tidak lebih dari itu. Karena, sifat manusia memang tidak suka perang. Perhatikan saja bagaimana Nabi Saw. diingatkan dalam surah Ali Imran ayat 159 untuk tidak berdakwah dengan kekerasan, karena manusia mencintai sifat yang penuh kasih dan sayang (rahmah). Dakwah dengan kekerasan, katakana saja aksi terorisma, akan berdampak negatif: orang lain akan lari atau tidak tertarik mendengarkan pesan dakwahnya.

Di samping itu, Islam tidak membenarkan mindset pelaku terorisme yang berdalih bahwa apa yang dilakukannya termasuk amar makruf nahi mungkar. Konsep amar makruf nahi mungkar yang diajarkan Islam berbeda jauh dengan apa yang dipahami pelaku terorisme. Amar makruf nahi mungkar hendaknya dipraktekkan dengan cara-cara yang makruf pula, bukan dengan cara-cara yang mungkar seperti menghindari pemaksaan dalam keimanan, tidak melakukan aksi terorisme yang membahayakan, dan lain sebagainya. Teori dan praktek di sini harus dibangun dengan cara-cara yang baik agar hasilnya positif. Apa gunanya mempraktekkan amar makruf nahi mungkar jika pada akhirnya terjadi pertumpahan darah, permusuhan, dan pembunuhan?

Sebagai penutup, aksi terorisme bukan bagian dari ajaran Islam sebagaimana dituduhkan oleh sebagian pemikir Barat. Islam tidak menghendaki aksi kekerasan, termasuk terorisme. Maka, untuk meminimalisir angka aksi terorisme, Islam memberikan beberapa bentuk sanksi terhadap pelaku terorisme disesuaikan dengan tingkat kriminalitasnya, yaitu 1) hukuman mati bagi yang membunuh nyawa manusia, 2) potong tangan dan kaki bagi yang merampas harta tapi tidak membunuh, dan 3) pengasingan bagi siapapun yang menimbulkan kengerian dan kecemasan bagi orang lain. (baca QS. al-Maidah: 33).[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru