30 C
Jakarta
Array

Iqra’ Kitabak!

Artikel Trending

Iqra’ Kitabak!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Lagi-lagi krisis budaya baca (iqra) dalam dunia akademik telah memperlihatkan eksistensi masyarakat, dan generasi Indonesia kembali lemah. Bahkan, ketika penulis mengamati sebagian besar mahasiswa di pelbagai perguruan tinggi, membaca seolah-olah hanya menjadi kebutuhan sesaat karena mendapatkan tugas dari dosen.

Dalam urusan prinsipal, kadang kala mahasiswa hanya sekadar memusatkan pada tugasnya dibanding banyak berlatih mengembangkan skill (intellectual exercise). Pasca rasa semangat, keseriusan, dan ketekunan di era digital ini tampak menurun dari sisi minat tingkat pembacanya. Tentu hal ini bukan hal lumrah.

Hilangnya gairah budaya baca dalam masyarakat, dan generasi kita merupakan dampak negatif yang mudah merusak tradisi intelektual, peristiwa ironis ini cukup dibilang tak kunjung mampu menggeser ke arah peradaban bangsa yang semakin maju. Karena akibat problem miskinnya intensi budaya baca yang kini terjadi.

Harsiati & Priyatni, munuturkan dalam karya penelitiannya, (Karakteristik Tes Literasi Membaca pada Programme for Internasional Student Assesment: 2018), “budaya baca dapat terbentuk dari berbagai aspek. Seperti keinginan atau minat baca yang meningkat dan kemudahan dalam mengakses sumber bacaan. Sehingga budaya baca ini dapat terbentuk. Selain itu frekuensi dan jumlah bacaan yang dibaca juga dapat mempengaruhi terbentuknya budaya baca ini”.

Tidak heran tema Hari Literasi Internasional di tahun 2016 adalah “Membaca Masa Lalu, Menulis Masa Depan” Padahal, budaya baca merupakan langkah untuk melihat jendela dunia, karena dengan membudayakan baca maka kita dapat mengeksplor informasi terkait ilmu pengetahuan yang dapat memajukan bangsa kedepannya.

Sekadar Meluruskan

Tingkat ketekunan kita dalam membudaya budaya baca tidak terlebih dulu memikirkan berapa halaman yang harus dibaca. Namun, perlu kita ingat bersama bahwa budaya baca memang membutuhkan aktualisasi, membaca sedikit demi sedikit. Dan tidak kalah pentingnya lagi, setiap kita yang minat baca tentu harus istiqomah, dan konsisten.

Bukan kebetulan lagi, kalau segelintir masyarakat, dan generasi kita ini telah tidak menjadi pembaca yang aktif, tetapi cenderung majdi bagian dari pecinta teknologi. Bahkan, perhatian pada buku dibanding gadget lebih sering alat gadget. Melainkan bukan sebuah buku yang kualifikasi itu dapat meningkatkan daya kreativitas, dan produktivitas.

Faktor Indonesia tidak kunjung menjadi negara maju karena lemahnya minat budaya baca, sehingga Najwa Shihab selaku duta baca Indonesia mengatakan, “berdasarkan hasil survei, bahwa saat ini minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Sebab minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara” (sumber: tirto.id).

Selain itu, lemahnya baca buku karena faktor kesadaran, dan lingkungan sekitar yang tidak mendukung kita lebih semangat untuk membaca. Dan dari peringkat ke 60 justru Presiden Joko Widodo kembali menggenjot hingga membangun Perpustakaan Nasional dengan semegah mungkin, dan dilengkapi fasilitas bermacam-macam buku.

Terobosan ini ternyata hingga detik ini tidak kunjung mampu merubah mindset masyarakat, dan generasi kita dalam meningkatkan budaya baca. Lantas bagaimana menanggapi persoalan ini? tidak lain tugas kita adalah bagaimana kedua elemen itu sadar, mendidik, dan mengarahkan dengan sebaik mungkin agar negara bisa jadi lewat gerakan membaca.

Belajar dari Negara Maju

Pun negara-negara maju tidak lepas dari melawan dunia dengan membaca, karena membaca tidak bertambah ilmu pengetahuan. Dari sisi ini, dengan khazanah pengetahuan kita tentu negara Indonesia posibilitas mampu menggser negaranya menjadi negara yang maju, dan mentransformasi peradaban bangsa karena dampak keistiqomahan dalam membaca.

Dan Islam telah lama menempatkan budaya baca di saat diturunkannya wahyu terhadap Nabi Muhammad SAW, di mana iqra’ adalah fi’il amar dalam ilmu kaidah Nahwu gramatika Arab menunjukkan perintah untuk membaca. Karena itu, umat Islam memiliki tuntutan agar dapat menjadi pembaca yang setia, dan aktif. Tanpa kita merawat budaya baca (iqra’) ini, maka bangsa ini tidak akan menjadi bangsa yang besar, sebab peradaban bangsa berpotensi menjadi negara maju apabila budaya baca terus menerus dioptimalkan dengan efektif. Alhasil, negara lain akan memiliki perhatian dari sejumlah pelbagai negara yang maju sekalipun.

Keberhasilan negara maju yang melawan dengan kegiatan budaya baca. Seperti, di Amerika, Inggris, dan Spanyol. Dulunya negara-negara ini banyak melahirkan ilmuan-ilmuan besar yang terkenal hingga ke pelosok dunia. Dari sisi ini, tampak membuktikan bahwa meski membaca bukan suatu keharusan.

Paling tidak, membudayakan budaya baca. Terlebih di negara Indonesia, yang didominasi masyarakat Islam tetapi masih lemah atas kesadaran dalam membaca. Seharusnya kita lebih semangat lagi dalam bersaing, dan berkompetisi secara intelektual. Caranya melalui gerakan masyarakat sadar baca (iqra’), terutama generasi kita yang tengah dipengaruhi dunia teknologi ini perlu kita dorong. Semoga budaya baca di Indonesia dapat dipertahankan. Wallahu wa’lam bis shawab!

Oleh: Hasin Abdullah, Peneliti Muda Bidang Hukum UIN Jakarta, sekaligus Fungsionaris Indonesia Gemar Membaca (IGM).

[zombify_post]

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru