31.8 C
Jakarta

Instansi Pemerintah Darurat Virus Radikal, Bagaimana Cara Sterilisasi?

Artikel Trending

KhazanahPerspektifInstansi Pemerintah Darurat Virus Radikal, Bagaimana Cara Sterilisasi?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Penyebaran virus radikal di tubuh pemerintah, utamanya di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) ialah sebuah ancaman nyata bagi keutuhan sebuah bangsa. Jika dibiarkan, anasir radikal itu bisa bertransformasi menjadi kekuatan yang berpotensi meruntuhkan eksistensi negara dari dalam. Sejarah telah mencatat, banyak pemberontakan politik yang justru diinisiasi oleh kelompok yang tadinya merupakan bagian dari pemerintah itu sendiri.

Pada tahun 1979 misalnya, terjadi peristiwa yang mengguncang dunia Islam dan internasional. Pada tahun 1979, kelompok “Al Mahdi” melakukan aksi penyerangan dan pendudukan Masjidil Haram. Al Mahdi merupakan kelompok Islam puritan yang dikenal dekat dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Barangkali pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak pernah menyangka bahwa kelompok Al Mahdi berani melakukan pemberontakan secara terbuka.

Dari peristiwa itu kita belajar bahwa radikalisme di tubuh instansi pemerintah, baik di kalangan ASN maupun BUMN ibarat api dalam sekam yang jika dibiarkan akan berkobar dan melahap apa saja. Dalam bahasa yang lain, radikalisme di tubuh instansi pemerintah ialah bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan meluluhlantakkan semuanya. Maka, kita patut waspada, bahwa gejala-gejala yang mengarah pada sikap anti-pemerintah di kalangan oknum ASN belakangan ini bisa bertransformasi menjadi gerakan makara tau pemberontakan.

Dalam disertasinya, Tito Karnavian yang saat ini menjabat Menteri Dalam Negeri menyebutkan setidaknya tiga faktor penting di balik radikalisme yang mengatasnamakan agama seperti marak terjadi di Indonesia belakangan ini.  Pertama, adanya orang yang merasa dirinya tertindas dan merasa kebijakan pemerintah tidak berpihak pada dirinya dan kelompoknya (disaffected person).

Kedua, adanya individu atau kelompok yang mensupport aksi-aksi kekerasan dan teror nyata di lapangan (enabling group). Ketiga, adanya paham atau ideologi (legitimising ideology) yang melegitimasi perilaku kekerasan dan teror mengatasnamakan agama (Irfan Wahid: 2019).

Jika melihat realitas saat ini, ketiga faktor itu sudah muncul dalam kehidupan masyarakat kita. Perasaan tertindas, kelompok eksekutor ditambah ideologi kebencian dan kekerasan semuanya sudah ada di negeri ini. Maka, ledakan pemberontakan itu seolah tinggal menunggu momen yang tepat. Lagi pula selama ini kelompok radikal tidak pernah berhenti dalam menebar teror di ruang publik.

BACA JUGA  Menyikapi Radikalisme dan Narasi Keislaman yang Dipolitisasi

Penguatan Wawasan Kebangsaan dan Moderasi Beragama

Apa yang perlu kita lakukan saat ini adalah memadamkan api dalam sekam tersebut, yakni dengan mensterilkan instansi pemerintah dari anasir radikalisme. Kita, pemerintah dan masyarakat, tidak boleh permisif apalagi toleran pada penyebaran virus radikal di instansi pemerintah.

Penindakan hukum yang tegas peril dilakukan terhadap ASN yang terbukti terlibat gerakan radikal-terorisme. Namun, di saat yang sama kita juga membutuhkan pendekatan yang humanis dan jauh dari cara-cara kekerasan.

Salah satunya ialah dengan cara membentengi ASN dari paparan ideologi radikal melalui agenda penguatan wawasan kebangsaan dan moderasi beragama. Penguatan wawasan kebangsaan diperlukan agar para aparatur pemerintah senantiasa memegang teguh prinsip nasionalisme.

Sedangkan penanaman moderasi beragama dibutuhkan agar para ASN memiliki cara pandang dan praktik keagamaan yang inklusif, toleran dan pluralis. Dengan begitu, maka anasir radikalisme akan tereliminasi dengan sendirinya.

Edukasi ihwal wawasan kebangsaan perlu terus-menerus dilakukan secara berkelanjutan. Harus ada semacam mekanisme yang tepat dan terukur untuk menguji komitmen nasionalisme di kalangan ASN secara berkala. Jangan sampai, komitmen kebangsaan dan nasionalisme hanya menjadi semacam formalitas yang hanya diujikan ketika pertama kali mengikuti seleksi calon ASN. Demikian pula ihwal moderasi keagamaan yang harus ditanamkan ke seluruh ASN.

Pemerintah, dalam hal ini melalui Kementerian Agama idealnya berperan aktif untuk memastikan para ASN beragama secara toleran dan inklusif. Model keagamaan moderat itulah yang akan menjadi benteng ASN dari paparan virus radikalisme dan ekstremisme.

Di sinilah pentingnya sinergi dan kerja sama antarlembaga untuk memperkuat mekanisme pengawasan, deteksi dini dan pencegahan virus radikal di kalangan ASN. Merupakan keharusan masing-masing lembaga pemerintah untuk melakukan screening dan pengawasan internal untuk mengidentifikasi munculnya cara pandang atau perilaku yang mengarah pada radikalisme. []

Siti Nurul Hidayah
Siti Nurul Hidayah
Peneliti pada “Center for the Study of Society and Transformation”, alumnus Departemen Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru