26.1 C
Jakarta
Array

Inilah Sebab Perbedaan Fikih dan Mazhab (Bagian I)

Artikel Trending

Inilah Sebab Perbedaan Fikih dan Mazhab (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Perlu diketahui perbedaan hukum fikih tidak hanya terbatas antar mazhab saja, namun juga berlaku dalam kalangan satu mazhab tertentu. Barangkali orang awam heran dengan perbedaan hukum dalam Islam. Keheranan tersebut timbul dari keyakinannya yang menyatakan bahwa agama, syariat, kebenaran, sumber hukum itu satu. Tentunya ia bertanya-tanya mengapa banyak ditemukan berbagai pendapat yang berbeda. Mengapa tidak ada gagasan penyatuan antar mazhab sehingga semua umat Islam bisa berjalan dalam satu rel yang sama ummah wāḥidah. Anehnya terkadang ada sebagian orang yang mengira bahwa perbedaan mazhab dapat mengakibatkan pertentangan dalam bersyariat. Bahkan juga ada yang berpandangan bahwa perbedaan mazhab itu sama halnya dengan perbedaan akidah sebagaimana keyakinan non-Muslim yang terbagi dalam ortodoks, katolik dan protestan. Sungguh jauh sekali dugaan dan sangkaan mereka dari kebenaran sesungguhnya tentang perbedaan mazhab.

Perbedaan antar mazhab merupakan suatu rahmat dan kemudahan bagi umat Islam. Perbedaan mazhab yang terbatas pada masalah cabang (furūʻ) dan ijtihādi ini adalah salah satu kekayaan syariat Islam yang menjadi kebanggaan tersendiri. Perbedaan itu bukan dalam masalah prinsip ataupun keyakinan. Sejarah mencatat dalam Islam tidak ditemukan pertentangan ataupun konflik bersenjata sebab perbedaan tersebut yang dapat mengancam keutuhan umat Islam.

Sudah jelas kiranya, perbedaan para fuqahāꞌ hanya terbatas dalam pengambilan hukum dari sumber syariat. Perbedaan itu hanya dalam domain ijtihādī dalam memahami dalil-dalil naṣ syariat. Seperti halnya perbedaan pendapat dalam memahami satu undang-undang. Perbedaan itu muncul dari karakter bahasa Arab yang mengandung beberapa kemungkinan makna. Kadang perbedaan itu ditengarai dari kuat dan lemahnya periwayatan hadis serta cara diterimanya hadis oleh mujtahid. Terkadang juga bergantung pada perbedaan penekanan para mujtahid dalam berpegangan sumber-sumber hukum dan mempertimbangkan maslahat dan kebutuhan maupun adat masyarakat yang terus berkembang setiap saat.

Sumber perbedaan kurang lebih berkisar pada perbedaan pemikiran dan akal manusia ketika memahami naṣ-naṣ dalam penggalian hukum serta mengetahui rahasia pensyariatan dan sebab hukum syariat.

Namun perlu digarisbawahi, perbedaan tersebut tidak menafikan kesatuan sumber syariat, dalam arti lain tidak adanya kontradiksi dalam syariat itu sendiri. Sebab syariat itu tidak akan bertentangan dan perbedaan itu timbul dari kelemahan manusia dalam memahami syariat. Demi menghindarkan kesulitan bagi umatnya, Islam memperbolehkan penganutnya untuk mengikuti salah satu pendapat yang berbeda itu. Terutama setelah terhentinya wahyu Allah sebagai sumber hukum. Sehingga umat Islam megikuti pendapat salah satu mujtahid yang berasal dari dugaan kuat dalam memahami sumber syariat yang bersifat ẓanniyah (dugaan). Memang sebuah dugaan memancing timbulnya perbedaan pemahaman. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh ʻAmr bin al-ʻĂṣ dan Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda;

((إِذَا اجْتَهَدَ الحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِنْ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ))

Mujtahid yang berijtihad ketika ia tepat akan mendapatkan dua pahala. Saat ia salah maka ia berhak satu pahala. HR. Bukhari Muslim

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru