Di era milenial, kecepatan arus informasi tidak bisa diragukan lagi, setiap detik dari perkembangan dunia dapat dipantau dengan mudah melalui layar handphone, disini media mempunyai peran penting dalam menyebarkan informasi mengenai perkembangan dunia tersebut. Di Era ini media bebas berekspresi untuk menyebarkan informasi sesuai dengan kepentingan dan ideologinya.
Jika kita melihat jauh sedikit ke belakang tepatnya di era orba, bahwasanya ekspresi media dalam menyebarkan informasi sangat terkekang, semua media di kontrol dengan ketat oleh media. Akan tetapi setelah era reformasi ini, media dapat dengan mudah untuk menyebarkan berbagai informasi tanpa takut adanya pembredelan dari pemerintah. Era dimana kebebasan media atau pers sangat di hormati.
Situasi inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh para aktifis pro kilafah untuk memainkan media dan menggoreng berbagai isu untuk menjatuhkan pemerintah yang sah, dan mengganti ideologi negara sesuai dengan ideologi yang mereka harapkan, mereka terus menerus mnyebarkan hoax untuk menghegemoni masyarakat, sehingga secara tidak sadar masyarakat akan mempercayai berita hoak ini menjadi suatu kebenaran dan pada akhirnya masyarakat tidak lagi mempercayai pemerintah yang sah, hal inilah yang sangat membahyakan kesatuan NKRI, salah satu contoh mereka memainkan isu media adalah sebagai berikut
Seorang perempuan mengenakan pakaian tertutup berwarna hitam, berjilbab panjang. Dia membawa bom yang akan diledakkan di kantor polisi di Jawa Barat. Untung polisi berhasil meringkusnya. Ada sedikit perlawanan saat proses penangkapan itu. Apa isu yang disebarkan? Polisi menganiaya seorang muslimah berjilbab.
Seorang penceramah agama, Alfian Tanjung, naik mimbar. Di hadapan para pendengarnya dia bicara bahwa istana negara adalah sarang PKI. Tentu saja itu adalah pembicaraan berisi fitnah. Karena kebenciannya, Alfian menyebar provokasi dan fitnah kepada Jokowi. Bukan hanya kepada Jokowi, Alfian juga memfitnah PDIP sebagai partai PKI. Beberapa pihak tidak terima dengan kelakuan itu, Alfian diadukan ke polisi. Dasar omongannya memang hanya berisi kebohongan, polisi gampang saja menangkap Alfian. Lalu mengadilinya dan Alfian dinyatakan bersalah. Apa isu yang kemudian disebarkan? Pemerintah mengkriminalisasi ulama.
Ada pula orang yang “konon” aktivis Islam, Jonru. Kerjaannya melempar tulisan berisi fitnah dan berita bohong. Beberapa status media sosialnya bahkan melecehkan kepala negara, bahasanya kasar dan mengadu domba. Membakar sentimen beragama. Lalu polisi menangkapnya. Apa isu yang beredar? Polisi menangkap seorang aktivis Islam.
Pemerintah mengeluarkan UU tentang Ormas. Salah satu poin pentingnya adalah semua ormas harus berdasar pada NKRI dan ideologi Pancasila. HTI jelas merupakan organisasi politik yang bertentangan dengan Pancasila. Dengan diberlakukannya UU tersebut, otomatis HTI dan semua organisasi yang anti-Pancasila dilarang di Indonesia. HTI menggugat secara hukum. Tetapi dari seluruh gugatan yang dilayangkan HTI, pemerintah dimenangkan oleh pengadilan. Artinya, Secara hukum positif, di Indonesia HTI sejenis dengan PKI, sebagai organisasi terlarang. Lalu apa isu yang disebarkan? Pemerintah memusuhi umat Islam.
Kemarin ada perayaan hari Santri. Salah seorang penyusup datang ke acara tersebut dengan mengibarkan bendera HTI. Sebagai penjaga gawang Pancasila, tentu saja anggota Banser marah. Bagaimana bisa ada bendera organisasi anti-Pancasila yang tujuannya membubarkan Indonesia, berkibar di acara mereka. Lalu Banser tanggap, merampas bendera itu dan membakarnya. Yang dibakar adalah bendera HTI, bendera Ormas terlarang. Organisasi yang dibentuk untuk menghancurkan berbagai negara dan mengubahnya menjadi khilafah. Apa isu yang disebar atas kejadian itu? Banser membakar bendera tauhid. Lalu dengan isu tersebut, mereka membakar emosi umat Islam, bahwa ada kalimat Allah yang dibakar Banser. Mereka malah membawa-bawa bahwa itu adalah bendera Rasulullah. Padahal di zaman Nabi, khat atau aksara Arab bentuknya masih kuno. Belum ada tanda baca seperti pada bendera HTI. Belum ada juga desainer grafis yang bisa membuat huruf-huruf yang tersusun pada logo HTI yang terlihat simetris.
Lihatlah, mereka memang selalu berlindung di balik sesuatu yang dianggap sakral. Tujuannya sangat jelas, untuk menyembunyikan niat jahat dan membungkusnya dengan bahasa agama. Orang-orang yang tidak memahami gaya ini pasti mudah tertipu. Muslim mana yang tidak marah mendengar seorang muslimah berjilbab ditangkap polisi dengan kekerasan? Muslim mana yang tidak marah mendengar ada ulama dikriminalisasi? Muslim mana yang tidak bangkit emosinya mendengar pemerintah memusuhi umat Islam? Muslim mana yang tidak marah jika diprovokasi ada yang membakar kalimat Tauhid?
Padahal itu semua adalah cara mereka untuk menyembunyikan kejahatan! Mereka memanipulasi emosi umat Islam dan sensitivitas beragama untuk melancarkan niat busuknya!
Begitulah cara aktifis pro khilafah dalam memainkan isu media, oleh karenanya marilah kita bermedia secara cerdas dengan mengedepankan nalar sehat, dengan demikian jikalau ada informasi media yang berbau khilafah, atau media yang memprofokasi untuk mengganti ideologi negara, langsung saja tinggalkan media tersebut.
[zombify_post]