31 C
Jakarta

Indra Rudiansyah dan Kemajuan Biotekhnologi Indonesia

Artikel Trending

KhazanahResonansiIndra Rudiansyah dan Kemajuan Biotekhnologi Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Dalam live IG bersama Indra Rudiansyah (23/7), Menteri BUMN, Erick Tohir menyampaikan pertama kali bertemu Indra Rudianyah ketika dirinya melakukan pertemuan dengan tim AstraZeneca salah satu perusahaan farmasi Multinasional yang berkantor pusat di Cambridge, Inggris sekitar bulan Oktober 2020. Saat itu, Erick Tohir mengaku tidak mengetahui kalau Indra Rudiansyah adalah bagian dari keluarga besar Biofarma, perusahaan farmasi dibawah kementerian BUMN yang dia pimpin. `

Kemunculan nama Indra Rudiansyah seperti membawa harapan baru dalam pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara yang menunggu proses untuk diproduksi secara masal. Nama Indra Rudiansyah seperti menjadi titik terang kemajuan bioteknologi Indonesia karena ia bukan hanya anggota tim proyek Jenner Institute pimpinan Prof. Sarah Gilbert, melainkan juga karyawan PT. Bio Farma (Persero) milik BUMN. Lebih-lebih, Indra mengaku kepada  Menteri BUMN Erick Thohir pada Oktober 2020 bahwa pada tahun 2018 dirinya mendapat beasiswa LPDP untuk melanjutkan studi S3 Program Clinical Medicine, University of Oxford.

Kepakaran Indra di bidang medis seperti bioteknologi dan bioproses tidak diragukan lagi. Ia mengaku dirinya mencintai teknologi-teknologi mutakhir dan termaju di dunia medis, seperti biosintesis dan rekayasa genetik. Kepakaran ini sudah dibangun sejak menempuh jenjang pendidikan S1 ITB tahun 2013 dengan jurusan Mikrobiologi dan S2 jujuran Bioteknologi ITB 2014. Di Universitas Oxford, ia sendiri sedang fokus mengkaji tentang desain dan perkembangan praklinis vaksin malaria pre-eritrositik.

Viralnya profile Indra Rudiansyah di media sosial beberapa bulan ini adalah berkah, ketika nyaris logika awam publik mulai dihantui ketidakpercayaan pada pemerintah. Bahkan beberapa kali tagar-tagar di media sosial viral meminta presiden untuk mundur demi keselamatan rakyat, atau mengakhiri permainan politik elite global dan domestik terkait nyawa manusia. Hal itu dibarengi lonjakan positif covid-19 yang semakin tidak terkendali.

Jika melakukan penelusuran pada jurnal-jurnal ilmiah internasional, Indra Rudiansyah tidak seorang diri. Ia berkolaborasi dengan putra-putri terbaik bangsa ini dalam melakukan penelitian dan publikasi ilmiah. Nama-nama yang sering bergandengan dengan Indra antara lain: Erman Tritama, Catur Riani, Arip Hidayat, Siti Azizah, Debbie Sofie Retoningrum dalam jurnal “Human Vaccine & Immunotherapeutics, 14 (2018)”, bersama Pingkan Aditiawati, Agus Pujobroto, dan Harry Rahmadi dalam “Journal of Mathematical & Fundamental Sciences, 45: 3 (2013)”. Artinya, bangsa ini tidak kekurangan pakar yang bisa diandalkan.

Bersama Prof. Sarah Gilbert dan Dr. Cath Green, Indra Rudiansyah juga sudah menerbitkan sebuah buku, yang menceritakan latar belakang proses pembuatan vaksin AstraZeneca, berjudul “Vaxxer: The Inside Story of the Oxford AstraZeneca Vaccine and the Race Against the Viruz,” diterbitkan Hodder & Stoughton, Great Britain, 2021. Bagi publik akademisi yang menaruh minat lebih untuk mengikuti jejak keilmuan Indra, dapat menelusuri karya-karya tersebut.

BACA JUGA  Bimtek PPIH 2024: Upaya Kementerian Agama Melahirkan Uwais Al-Qarni di Zaman Modern

Melalui buku tersebut pula, kita dapat ambil pelajaran tentang rasa cinta paramedis akan kesehatan publik, terlebih dalam melawan Virus Corona. Cath Green, misalnya, menceritakan bahwa pada 13 Januari 2020 sampai 21 April 2020, mereka masih belum mendapatkan donatur untuk pengembangan vaksin AstraZeneca. Sementara virus dari Wuhan semakin merajalela dimana-mana. Komitmen paramedis ini muncul, dengan prinsip bahwa kita harus berjuang. Urusan uang dipikir belakangan (Chapter 4).

Cerita di atas menepis salah satu sumber yang menyebabkan kita bangsa Indonesia antipati terhadap virus Covid-19 ini. Sebagian orang berpikiran tentang aspek konspirasi, dan permainan bisnis paramedis. Tetapi, dengan buku ini, kita sadar bahwa paramedis dibebani tanggung jawab moril untuk menyelamatkan manusia. Berjuang menciptakan vaksin dengan dana seadanya. Dengan begitu, mustahil ada konspirasi dunia medis yang tega hati mengorbankan manusia dengan kepentingan kapitalis.

Dengan tidak mempercayai AstraZeneca, ataupun vaksin-vaksin lain, sama saja kita meremehkan pengorbanan dan perjuangan tenaga medis, lebih-lebih kita tidak menghargai pencapaian ilmu putra bangsa kita sendiri, salah satunya Indra Rudiansyah. Kekurangan kita hari ini hanya satu: ketidakpercayaan masyarakat pada program pemerintah berupa vaksinasi, yang sejatinya diperuntukkan mengurangi peningkatan infeksi covid.

Indra Rudiansyah bukan lagi sebagai figur personal. Ia kini menjadi representasi simbolik, tentang pentingnya keterlibatan putra-putri bangsa dalam kemanusiaan global, dalam sains dan teknologi. Bukan saja Menteri BUMN Erick Thohir ataupun Politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko, tetapi semua putra bangsa ikut bangga dengan prestasi Idra Rudiansyah. Ia adalah bintang dari jutaan bintang lain, yang menginspirasi putra-putri bangsa ini untuk lebih maju di bidang sains-teknologi masa depan.

Saya cukup terinspirasi dengan kata-kata figur publik kita, Kiai Said Aqil Siraj, bahwa di masa depan ada empat macam perang yang harus dimenangkan. Salah satu dari 4 perang itu adalah perang biologi. Indra Rudiansyah, dkk., saya rasa telah menjadi simbol representatif bagaimana kepakaran di bidang bio-teknologi telah dirintis oleh putra bangsa kita. Ini semacam berkah, yang bila kita syukuri maka akan mendapatkan tambahan lagi dari Tuhan. Cara mensyukurinya adalah mendorong putra-putri kita terlibat aktif dalam sains-teknologi modern masa depan.

Terakhir, penulis ucapkan terimakasih kepada Indra Rudiansyah khususnya dan kepada putra-putri terbaik Indonesia lainnya, yang telah berkomitmen pada pengembangan sains-teknologi dan berjuang untuk memulihkan bangsa ini dari pandemi virus Covid-19, termasuk pandemi pesimisme kebangsaan, yang acap kali mulai menggerogoti cara kita bernegara. Di masa depan, penulis optimis, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar, kuat dan terdepan dalam pengembangan teknologi. Kemajuan teknologi secara umum merupakan sarat mutlak agar bangsa ini bisa kompetitif dalam persaingan global dan anak negeri seperti Indra Rudiansyah menjadi salah satu contoh kita memiliki semua potensi untuk menjadi bangsa yang besar. Amin!

Mujahidin Nur
Mujahidin Nur
Direktur Eksekutif Peace Literacy Institute Indonesia. Ketua Departemen Hubungan Luar Negeri & Antarlembaga Badan Kesejahteraan Masjid (BKM).

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru