Harakatuna.com – Amal berhubungan dengan aktivitas fisik. Kita beramal dalam ruang dan waktu. Kita beramal di atas bumi, bukan di ruang kosong.
Kita bukan angin yang bergerak di atas awan di antara langit dan bumi. Kita bukan pula malaikat dan jin yang dapat melintasi ruang-ruang angkasa di langit.
Setiap kita punya pinpoint yaitu titik di mana dan kapan kita mengerjakan suatu amal. Lokasi dan waktu menjadi perkara penting dalam ajaran Islam.
Sah atau tidak suatu amal tergantung lokasi dan waktu pelaksanaannya. Karena itu titik lokasi tempat kita berada (pinpoint) menjadi hal penting dalam pelaksanaan dari suatu amal.
Empat rukun Islam; Shalat fardlu lima waktu, puasa ramadlan, zakat dan haji sudah diatur lokasi dan waktu pelaksanaanya secara rinci. Sehingga sah atau tidaknya tergantung lokasi dan waktunya.
Ada amal yang sudah ditentukan lokasi dan waktunya bagi muslim sedunia, yaitu ibadah haji. Ibadah haji dan umrah hanya sah bilamana dikerjakan di Makkah.
Haji sudah tertentu waktunya, sedangkan umrah bisa setiap saat. Adapun manasik haji dan umrah dapat dilakukan di manapun dan kapanpun, cuma manasik bukan termasuk ibadah haji dan umrah itu sendiri.
Ibadah shalat dapat dikerjakan di manapun asal menghadap kiblat pada waktu-waktu tertentu. Agar shalatnya sah maka lokasi dan waktu shalat yang dikerjakan harus sesuai dengan lokasi dan waktu orang yang mengamalkannya.
Misalnya, orang Bandung dan orang Madinah mengerjakan shalat. Mereka sama-sama menghadap ke kiblat (Ka’bah/Makkah).
Akan tetapi mereka mengarah ke arah yang berbeda. Orang Bandung mengarah ke Barat, sedangkan orang Madinah mengarah ke Selatan. Perbedaan ini terjadi karena titik lokasi orang Bandung dengan orang Madinah terhadap kiblat, berbeda.
Seandainya orang Bandung mengikuti arah shalat orang Madinah, malah shalatnya menjadi tidak sah, karena menghadap ke Benua Australia. Atau sebaliknya apabila orang Madinah shalat mengikuti arah orang Bandung, maka shalatnya tidak sah, karena menghadap ke arah Benua Afrika.
Demikian pula dengan soal waktu shalat. Misalnya shalat subuh. Orang Bandung dan orang Madinah sama-sama shalat subuh dari terbit fajar (shadiq) sampai sebelum terbit matahari.
Agar shalat Subuh sah, maka mereka harus mengikuti waktu subuh di tempat masing-masing. Seandainya orang di Bandung shalat subuh mengikuti waktu di Madinah, maka kesiangan karena di Bandung sedang waktu dluha.
Sebaliknya andaikata orang di Madinah shalat subuh mengikuti waktu subuh di Bandung, maka tidak sah. Karena di sana masih waktu Isya. Fajar subuh belum terbit.
Dalam konteks yang lebih luas, lokasi Indonesia dan keindonesiaan menjadi perkara penting bagi kita agar dapat memposisikan diri dengan benar, tepat, akurat dan maslahat dalam konteks sejarah umat Islam. Sebab Arab dan kearaban berbeda dengan Indonesia dan keindonesiaan.
Contohnya, negara-negara Arab modern terbentuk dari pecahan-pecahan kecil wilayah Khilafah Utsmaniyah akibat imperialisme Barat dengan menghembuskan isu nasionalisme Arab. Sedangkan Indonesia lahir dari penyatuan kesultanan-kesultanan kecil di Nusantara berlandaskan semangat nasionalisme melawan penjajahan Belanda dan Jepang.
Kemerdekaan negara-negara Arab modern merupakan hadiah pemberian dari negara-negara Barat. Penguasa-penguasa di sana dipilih dan diangkat atas persetujuan Barat. Mereka tidak lebih dari sekedar boneka-boneka Barat.
Lain halnya dengan Indonesia. Indonesia berdiri bukan karena hadiah dari Belanda atau Jepang. Indonesia berdiri dari hasil perjuangan rakyat Indonesia.
Karena itu Indonesia negara merdeka, mandiri dan independen sejak lahir. Pemimpin-pemimpin Indonesia dipilih dan diangkat oleh rakyat Indonesia. Mereka bukan boneka Belanda dan Jepang.
Dibuktikan dengan politik luar negeri Indonesia, bebas aktif. Indonesia adalah negara non blok ketika terjadi perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Pada saat yang sama Indonesia menjalin hubungan yang seimbang, setara dan proporsional dengan negara-negara di dunia sampai sekarang.
Di masa depan, Arab akan menjadi lokasi tempat berdirinya kembali Khilafah Rasyidah atau Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua. Apakah itu di jazirah Arab sebagaimana yang diberitakan dalam hadis tentang pembai’atan Imam Mahdi atau di Syam (Suriah, Lebanon, Palestina dan Yordania) seperti berita gembira yang dijanjikan Nabi Saw dalam hadis-hadis bisyarah nubuwwah.
Adapun Indonesia tidak disebut-sebut dalam hadis-hadis tersebut. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Indonesia bukan lokasi tempat berdirinya Khilafah Rasyidah atau Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua.
Indonesia tetap pada posisinya sebagai daulah ‘ammah, yaitu negara yang absah menurut syariat Islam berdasarkan dalil-dalil umum tentang negara dan pemerintahan.
Begitulah kira-kira positioning kita sebagai muslim yang menjadi orang dan hidup di Indonesia. Tinggal kita isi negara Indonesia ini dengan amal-amal peradaban sampai Indonesia menjadi negara super power yang disegani oleh negara-negara lain.