26.8 C
Jakarta

Implementasi Penanaman Nilai Aswaja Sebagai Benteng Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifImplementasi Penanaman Nilai Aswaja Sebagai Benteng Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Di era digital yang sangat maju ini, berbagai akun-akun sosial media menjamur mengadakan perekrutan terhadap calon-calon kadernya yang di cari lewat jejaring sosial. Dengan kedok pembelajaran agama para orang-orang yang awalnya memiliki niat untuk belajar agama secara utuh akhirnya terjerumus dalam sangkar kelompok radikalisme. Hal ini membuat keprihatinan khususnya para orang tua yang bahkan tidak mengetahui apabila anak mereka bergabung dengan berbagai aliran keras yang ada.

Setelah terdoktrin dogma-dogma yang ada dalam kelompok tersebut, para pemuda ini akan lebih mudah untuk didistrak untuk menjadi terorisme dengan dalih mempertahankan Islam secara kaffah. Dalam benaknya, apa yang mereka lakukan adalah hal yang benar dan sesuai dengan syariat serta tuntunan.

Doktrin dalam kelompok radikalisme tersebut adalah mati syahid untuk siapapun yang membela Islam, hal ini di lakukan dengan mengebom gereja, dan beberapa tempat lainnya yang mereka anggap sebagai sumber maksiat.

Keprihatinan ini hadir karena para pemuda ini tidak memiliki landasan keagamaan yang kuat, yang awalnya ingin mencari tahu agamanya secara keseluruhanan justru terjerumus dalam lembah hitam terorisme. Hal ini membuat para tokoh agama wabil khusus orang tua harus paham pentingnya pembelajaran agama sedari dini. Supaya saat anak tumbuh dewasa anak telah memiliki benteng supaya tidak terjebak dalam gerakan terorisme.

Saat anak masih tinggal bersama orang tua, selalu pantau dan awasi mereka. Siapa temannya bermain, apa kegiatannya, organisasi apa yang ia ikuti menjadi hal yang harus dilakukan oleh setiap orang tua. Supaya anak tidak keblabasan mengikuti aliran-aliran yang akan membawanya dalam lingkungan radikalisme.

Pendidikan agama di lingkungan keluarga hendaknya diperkuat dan dipertebal, tanamkanlah nilai-nilai kasih sayang dan toleran terhadap anak supaya tidak menjadi generasi yang kaku. Beri pemahaman bahwa kita hidup di Indonesia berdampingan dengan berbagai ras, suku bangsa, dan agama. Dengan demikian akan tumbuh sikap menghargai sedari dini.

Nilai-nilai Moderat Aswaja

Nilai ialah sebuah keyakinan yang membuat seseorang menentukan dan bertindak atas pilihannya. Nilai adalah hal yang dapat memberi makna dalam kehidupan serta acuan dalam menentukan tujuan hidup. Maka dari itu pentingnya penanaman nilai kepada setiap generasi supaya ia tidak bertinda semaunya tanpa berlandaskan aturan agama. Dalam pemikiran ahlussunnah waljama’ah memiliki beberapa pemikiran moderat yang dapat menjadi benteng dari radikalisme.

Sifat moderat itu antara lain, pertama al-tawasuth (menegahi) yakni sebuah pandangan yang mengambil jalan tengah bagi dua kutup pemikiran yang ekstrem (taaruf) baik extream kiri maupun kanan. Kedua, al-tasamuh (toleran) yakni pandangan yang dapat memberikan pengakuan serta tempat bagi berbagai pemikiran yang pernah tumbuh dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Ketiga, al-tawazun (seimbang/harmoni), yakni sebuah sikap keagamaan yang seimbang dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat.

Di tenggah arus radikalisme yang semakin mudah diakses dan kuat, nilai-nilai yang terkandung dalam Aswaja dapat dijadikan benteng dalam menangkal radikalisme. Lewat rekontruksi dalam lembaga pendidikan maupun dalam lingkup keluarga apabila nilai-nilai moderat dalam Aswaja ini ditanamkan dalam diri anak, maka akan memberikan pemahaman Islam yang moderat, Islam yang ramah dan menghilangkan beberapa stiqma menakutkan tentang Islam. Beberapa oknum yang membuat Islam terlihat keras, terlihat kaku, dan terkenal sebagai sarang radikalisme oknum-oknum ini adalah orang yang mencoreng nama Islam sendiri.

BACA JUGA  Pilpres 2024 dan Ketaatan Doktrinal yang Berbahaya, Lawan!

Pentingnya memupuk nilai Aswaja sejak dini supaya anak memilki benteng ketika ia didera oleh orang-orang yang mengajaknya untuk bergabung dalam komplotan radikalisme. Dengan pengetahuan akidah yang kuat akan membuat anak memiliki pendirian yang kuat dan tidak mudah terdistrak dengan hal-hal yang akan melemahkan akidahnya.

Implementasi Penanaman Nilai Aswaja

Sebuah pepatah mengatakan “lebih baik mencegah dari pada mengobati” hal ini sesuai dengan kenyataan di era ini yakni lebih baik mencegah anak dan keluarga masuk ke dalam komplotan radikalisme dari pada harus mengobati mereka yang sudah terjebak lama dalam komplotan tersebut.

Mencegah lebih mudah dari mengobati, seorang yang belum masuk dalam komplotan terorisme masih memiliki pola pikir yang jernih, sedangkan mereka yang telah tergabung dalam gerakan terorisme telah terdoktrin dengan hal-hal yang diluar nalar sehingga mereka rela mengorbankan jiwa raganya demi kelompok tersebut.

Sebelum anak dan saudara kita jatuh dan terjebak dalam lingkungan terorismen hendaknya kita harus mencegahnya dengan menanamkan nilai-nilai Aswaja yang dijadikan sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan penanaman ini diharapkan anggota keluarga kita akan terbebas dari bayang-bayang kelompok terorisme yang setiap hari memiliki siasat untuk melebarkan sayapnya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam implementasi ini antara lain. Pertama, mengaplikasikan sifat al-tawasul (menenggahi) dalam sifat ini kita harus mengajarkan anak serta anggota keluarga kita sebagai penenggah anatara dua jalur. Yakni mengambil jalur tengah bagi kedua pemikiran extrem baik extream kanan mapun extrem kiri. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Indonesia saat kepemimpinan Presiden Soekarno yang tidak memihak blok barat maupun blok timur, dan memilih moderat ditengah. Dengan penanaman nilai ini maka anak dan anggota keluarga kita tidak akan terlalu fanatik dengan sebuah kaum, yang akan mengakibatkan ia dapat terjerumus dalam sindikat jaringan terorisme.

Kedua, adalah mengaplikasikan sifat al-tasamuh yang berarti toleran. Dengan menamankan sikap toleransi akan membuat anak dan keluarga kita menjadi pribadi yang lebih bisa menghargai perbedaan. Pandangan ini akan memberikan tempat bagi berbagai pemikiran yang pernah tumbuh dalam sejarah Islam.

Sikap menghargai bukan hanya dilakukan untuk kaum muslim saja, namun juga non muslim, kita hidup berdampingan dengan mereka. Bahkan ketika kemerdekaan para kiyai beserta para pahlawan dengan berbagai latar belakang agama bahu membahu untuk memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Penanaman ini dapat membuat hati kita tidak kaku dengan perbedaan yang ada.

Ketiga, adalah mengaplikasikan sikap al-tawazun yakni seimbang/harmoni. Merupakan sebuah sikap yang imbang serta harmonis dalam berbagai bidang, terutama dalam mewujudkan kehidupan dalam masyarakat. Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, bangsa, budaya, adat istiadat, bahasa serta agama yang beragam. Mengingat hal tersebut penanaman sifat seimbang dan harmonis dalam kehidupan akan mencapai tata kehidupan sosial bermasyarakat yang rukun.

Dengan demikian implementasi nilai-nilai Aswaja sangat diprlukan guna membentuk generasi penerus bangsa yang mederat dan memiliki landasan akidah yang kuat. Supaya para generasi muda tidak mudah terdistrak oleh paham-paham radikal yang telah menjamur hingga seluruh pelosok negeri.

Anisa Rachma Agustina
Anisa Rachma Agustina
Mahasiswa Prodi PAI, Penggiat Literasi Pena Aswaja INISNU Temanggung.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru