Harakatuna.com – Presiden Prabowo Subianto mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek 2025 kepada masyarakat Tionghoa di Indonesia. Ia berharap tahun baru ini membawa kebahagiaan, kesejahteraan, dan keberuntungan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ucapan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga pluralisme dan toleransi beragama di Indonesia.
Makna dan Sejarah Imlek
Sejarah perayaan Imlek telah berlangsung selama ribuan tahun dan berakar pada tradisi agraris masyarakat Tiongkok kuno. Menurut legenda, ada makhluk bernama Nian yang muncul setiap awal tahun untuk menyerang manusia dan desa-desa. Untuk mengusirnya, masyarakat menggunakan warna merah, suara petasan, dan lampion. Sejak saat itu, perayaan Imlek selalu identik dengan warna merah dan kembang api.
Namun, perayaan Imlek di Indonesia sempat menghadapi hambatan. Pada masa Orde Baru (1967-1998), melalui Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967, segala bentuk ekspresi budaya Tionghoa dilarang di ruang publik. Akibatnya, masyarakat Tionghoa tidak dapat merayakan Imlek secara terbuka selama lebih dari tiga dekade.
Baru setelah reformasi, Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut larangan tersebut pada tahun 2000. Kemudian, pada tahun 2003, Imlek resmi ditetapkan sebagai hari libur nasional. Keputusan ini membuka peluang bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan Imlek dengan lebih bebas dan terbuka di Indonesia.
Tahun ini, Imlek 2576 Kongzili dirayakan pada Rabu, 29 Januari 2025, berdasarkan kalender lunar Tionghoa. Penetapan tanggal ini sebagai hari libur nasional didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, yang menunjukkan pentingnya pengakuan terhadap keberagaman budaya di Indonesia.
Seiring waktu, perayaan Imlek di Indonesia semakin meriah dan inklusif. Berbagai mal, tempat wisata, dan fasilitas publik dihias dengan lampion merah serta ornamen khas Tionghoa. Warna merah, yang melambangkan keberuntungan dan kebahagiaan, serta kembang api menjadi pemandangan khas menjelang Imlek.
Kini, Imlek bukan hanya milik masyarakat Tionghoa, tetapi juga dirayakan oleh masyarakat luas sebagai bagian dari keberagaman budaya Indonesia. Imlek bukan sekadar perayaan, tetapi juga momen untuk mempererat kohesi sosial, menghormati leluhur, dan berharap keberuntungan di tahun yang baru.
Tantangan Intoleransi di Masyarakat
Meskipun perayaan Imlek semakin diterima di berbagai lapisan masyarakat, masih ada tantangan dalam membangun toleransi dan keberagaman.
Salah satu contoh terbaru terjadi di Kota Banjar, di mana kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat memasang ornamen Imlek, seperti lampion dan dekorasi khas Tionghoa. Kebijakan ini sesuai dengan instruksi Sekretaris Jenderal Kemenag RI, yang menekankan pentingnya pemasangan ornamen Imlek sebagai simbol moderasi beragama dan penghormatan terhadap umat Konghucu.
Namun, keputusan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pendukung kebijakan ini melihatnya sebagai langkah positif untuk menegaskan semangat Bhinneka Tunggal Ika dan menunjukkan sikap inklusif terhadap keberagaman budaya di Indonesia. Kelompok yang menolak beranggapan bahwa pemasangan ornamen Imlek di institusi pemerintah seperti Kemenag adalah bentuk keberpihakan terhadap budaya tertentu dan tidak sesuai dengan nilai-nilai agama mereka. Situasi ini mencerminkan masih adanya tantangan dalam membangun pemahaman tentang keberagaman budaya di Indonesia.
Membangun Kohesi Sosial dan Keberagaman
Perayaan Imlek yang semakin terbuka di Indonesia menunjukkan adanya kemajuan dalam menjaga toleransi dan keharmonisan antarumat beragama. Namun, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam membangun kesadaran bahwa keberagaman adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat toleransi. Misalnya kita menggalakkan pendidikan multikultural untuk meningkatkan pemahaman tentang budaya dan tradisi yang berbeda.
Selain itu, kita juga sering melakukan pertemuan atau dialog antarumat beragama guna membangun kesepahaman dan sikap saling menghormati. Hal ini bisa mencontoh kegiatan Forum Kebersamaan Umat Beriman (FKUB Kebersamaan) besutan almarhum Mbah Liem di Klaten. FKUB Kebersamaan selalu mengadakan kegiatan dialog lintas agama dan berhasil menginspirasi masyarakat untuk selalu mempererat kohesi sosial dan toleransi di Klaten.
Bagi FKUB Kebersamaan, keberagaman bukanlah ancaman, melainkan modal sosial yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dan harmonis. Oleh karena itu, penting bagi semua elemen masyarakat untuk terus memperjuangkan nilai-nilai toleransi, agar setiap warga negara dapat merayakan budayanya dengan damai, tanpa rasa takut atau diskriminasi.
Tahun Baru Imlek 2576 menjadi momen refleksi bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memperkuat persatuan dan menghargai keberagaman. Ucapan Presiden Prabowo Subianto mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun di atas pluralisme, dan setiap tradisi budaya yang ada merupakan bagian dari identitas bangsa.
Meski masih ada tantangan, seperti penolakan dekorasi Imlek di beberapa daerah, langkah-langkah menuju toleransi dan persatuan harus terus diperjuangkan. Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan perayaan Imlek dan tradisi lainnya dapat terus menjadi simbol harmoni dan kebersamaan di Indonesia. Selamat Tahun Baru Imlek 2576!