28.9 C
Jakarta
Array

Ikatlah Ilmu dengan Menulis!

Artikel Trending

Ikatlah Ilmu dengan Menulis!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

 

 

Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya

Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat

Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang

Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja (Imam Syafi’i).

Petuah Imam Syafi’i tersebut di atas sungguh syarat dengan makna dan hikmah yang begitu mendalam. Bahwa dengan menulis, kita akan mendapatkan banyak keuntungan. Salah satu diantara sekian banyak keuntungan tersebut adalah, ilmu kita ikat dengan menulis akan melekat dan abadi.

Saat ini, media untuk mengikat ilmu sangat variatif dan sangat mudah dijangkau. Namun sayang seribu kali sayang, fasilitas yang memadai nan mudah untuk menulis ilmu ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh manusia zaman now.

Jika kita tengok sejarah dunia tulis-menulis zaman old, maka kita akan malu. Betapa tidak. Para ulama dan ilmuan kala itu sangat terbatas dalam hal media untuk menulis. Begitu pun dengan informasi, sangat terbatas. Akan tetapi, mereka justru mampu melahirkan karya hingga ribuan lembar, puluhan jilid. Imam Suyuthi misalnya, menulis tak kurang 600 kitab.

Sebagaimana diketahui bahwa para ulama zaman dahulu menulis kitab yang berjilid-jilid itu dengan cara manual, belum ada keyboard seperti saat ini. Bahkan media/bahan menulisnya ada yang dari kulit binatang (sapi, dll). Artinya, para ulama kala itu membutuhkan ratusan lembu untuk diambil kulitnya. Bisa dibayangkan betapa susah dan lamanya proses penulisan kala itu.

Tegas kata, ulama terdahulu memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi sekarang. Sebab, ketika menulis, mereka harus menyiapkan segala sesuatunya; mulai mencari kulit sebagai bahan tulisan hingga mengisi tinta terlebih dahulu.

Dan karya-karya pada zaman dahulu, belum ada yang menandinginya di zaman sekarang ini. Padahal, informasi dan kecanggihan tekonologi hari ini sudah sedemikian pesatnya. Namun, lagi-lagi, kemajuan dan kemudahan akses informasi pada erang sekarang ini lebih banyak meninabobokan orang.

Kembali pada tema yang akan diulas pada kesempatan kali ini, yakni mengikat ilmu dengan menulis. Satu hal yang akan penulis tekankan dalam uraian singkat ini adalah, bahwa para ulama salaf (ulama zaman old), sangat menganjurkan—senantiasa mewasiatkan—kepada para muridnya untuk mencatat ilmu agar tidak sia-sia begitu saja. Atau dalam bahasa orang jawa; mlebu kuping tengen, metu kuping kiwo (masuk telinga kanan, lantas langsung keluar dari kuping kiri).

Mengikat ilmu dengan menulisnya memiliki banyak manfaat. Pertama, agar ilmu bermanfaat. Ada mahfudzot begini: “Ilmu tanpa pengamalan ibarat pohon tak berbuah”. Senada dengan itu, Imam Syafi’i berkata: “Ilmu adalah yang bermanfaat dan bukan hanya dihafalkan” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 89).

mari kita mulai mencatat, setiap hari, atau sepekan sekali, satu faidah atau ilmu agama yang kita ketahui untuk disebarkan manfaatnya kepada orang banyak.

Dari dua kata bijak di atas, menegaskan bahwa ilmu tidak selayaknya hanya diketahui oleh orangnya sendiri, melainkan juga harus disebarkan kepada orang lain. Dalam kondisi inilah, menulis ilmu tersebut menjadi sebuah keniscayaan. Dengan menulis, orang lain akan dengan mudah membacanya. Dan semua itu juga sebagai upaya agar ilmu kita bermanfaat bagi banyak orang.

Kedua, ladang sedekah intelektual. Teladan yang luar biasa sejatinya sudah dilakukan oleh para ulama kita. Dengan semangat yang luar biasa untuk berdakwah, mereka telah menginfakkan harta, waktu dan pikiran mereka untuk mengikat ilmu agama dengan menghimpunnya menjadi buku. Dengan begini, generasi setelahnya akan beruntung karena dapat membaca warisan mereka yang agung. Dan secara langsung, para ulama tersebut telah melakukan sedekah intelektual. Inilah yang harus kita teladani!

Ketiga, menjadi bagian dalam memperjuangkan syiar Islam. Menulis adalah kerja untuk keabadian. Jika kita menulis ilmu yang kita peroleh, maka sejatinya kita sedang mengerjakan amal yang tiada putusnya. Dalam sebuah hadis, yang sudah populer di kalangan masyarakat, menyebutkan bahwa diantara amalan yang terus mengalir meskipun orangnya sudah meninggal dunia adalah amal jariyah. Mengikat ilmu dengan menulis, merupakan salah satu bentuk amal jariyah.

Selain itu, menulis ilmu agama, juga merupakan dakwah atau syiar Islam. Maka, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menulis. Oleh sebab itu, mari kita mulai mencatat, setiap hari, atau sepekan sekali, satu faidah atau ilmu agama yang kita ketahui untuk disebarkan manfaatnya kepada orang banyak. Di Harakatuna.com, ada rubrik Asas-asas Islam. Rubrik ini menampung segala bentuk tulisan tentang keislaman. Tidak perlu panjang-panjang, yang penting membahas suatu tema secara tuntas.

Tunggu apalagi, segera menjadi bagian dalam mensyiarkan ajaran Islam yang rahamatan lil alamin!

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru