29.7 C
Jakarta

Hukum Perempuan Menggunakan Obat Penunda Haid Ketika Ramadhan

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Perempuan Menggunakan Obat Penunda Haid Ketika Ramadhan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. – Beberapa hari lagi kita akan masuk di bulan ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan suci dalam agama Islam yang dipercayai sebagai bulan penuh keberkahan dan rahmat dari Allah SWT. Semua ibadah yang dilakukan di bulan itu akan mendapan pahala yang lebih dari sebelumnya.

Akan tetapi di bulan ramadhan tidak semua orang bisa melaksanakannya, terlebih dari kaum perempuan. Mereka setiap bulan pasti akan datang yang namanya dara haid yang menyebabkan tidak diperbolehkannya berpuasa. Padahal mereka memiliki keinginan yang sama, yaitu berpuasa satu bulan penuh tanpa putus. Untuk itu salah satu cara agar dara haid tidak keluar pada bulan ramadhan dengan menggunakan obat penunda haid.

Dr. Yusuf Qardhawi merupa Ulama dan intelektual muslim kontemporer dari mesir yang terkenal di kalangan muslim. Beliau dikenal luas di kalangan umat Muslim karena karya-karyanya dalam bidang fiqh, sejarah, teologi, dan dakwah. Nah, salah satunya beliau juga berkomentar seputar perempuan yang menggunakan obat untuk menunda masa haidnya dibulan ramadhan.

Perlu diketahui bahwa mengkonsumsi obat-obatan dan sejenisnya untuk dapat mengendalikan siklus haid belum jadi pembicaraan para Ulama terdahulu. Permasalahan ini baru dibahas oleh para ahli fikih kontemporer.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya fiqh al-Shiyam [41-42] berpendapat bahwa mengkonsumsi obat penunda haid dengan tujuan agar bisa melaksanakan ibadah puasa adalah boleh. Akan tetapi kebolehan disini tidak bersifat mutlak melainkan melihat dari kondisi diri perempuan. Bagi perempuan yang menggunakan obat dan ternyata membayakan kepada dirinya sebaiknya tidak menggunakan sementara untuk perempuan yang menggunakan obat tidak membahayakan dibersilahkan untuk mengkonsumsinya. Sehingga perempuan yang berkeinginan untuk menggunakan obat harus terlebih dahulu berkonsultasi kepada dokter. Hal ini sebagaimana yang beliau katakan;

[فِقْهُ الصِّيَامِ ، ص 40-41]

وَمِنَ الْمُسْلِمَاتِ مَنْ يَسْأَلُ عَنْ تَنَاوُلِ الْحُبُوْبِ الَّتِي تُؤَخِّرُ الْحَيْضَ، مِثْلُ الْحُبُوْبِ الَّتِي تَتَعَاطَى لِمَنْعِ الْحَمْلِ: هَلْ يَجُوْزُ لِلْمُسْلِمَةِ أَنْ تَتَنَاوَلَهَا فَتَسْتَمْتَعَ بِصِيَامِ الشَّهْرِ كُلِّهِ وَقِيَامِهِ كُلِّهِ  فَلَا يَفُوْتُهُ شَيْئٌ مِنْ صِيَامِ أَيَّامِهِ وَلَا قِيَامِ لَيَالِهِ؟

وَالَّذِي يُوَافِقُ عَمَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ فِي خَيْرِ اْلقُرُوْنِ أَنْ تُسَايِرَ الْمَرْأَةُ الْفِطْرَةَ الَّتِي فَطَّرَ اللهُ النَّاسَ عَلَيْهَا. وَهَذَا الْأَمْرُ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ كَمَا صَحَّ فِي الْحَدِيْثِ وَلَا حَرَجَ عَلَى الْمُسْلِمَةِ أَنْ تُفْطِرَ وتَقْضِيَ مَا فَاتَهَا بَعْدَ رَمَضَانَ كَمَا كَانَ  يَفْعَلُ نِسَاءُ السَّلَفِ الصَّالِحِ عَلَى أَنَّ تَنَاوُلَ هَذِهِ الْحُبُوْبِ لَيْسَ مَمْنُوْعًا شَرْعًا إِذْ لَا دَلِيْلَ عَلَى مَنْعِهِ مَا لَمْ يَكُنْ مِنْ وَرَائِهِ ضَرَرٌ لِلْمَرْأَةِ. وَلِهَذَا يَحْسُنُ أَنْ يَكُوْنَ بِاسْتِشَارَةِ طَبِيْبٍ مُخْتَصٍّ أَوْ تَكُوْنَ مُعْتَدَّةً مِنْ قَبْلُ…

وَقَدْ نَصَّ بَعْضُ فُقَهَاءُ الْمُتَأَخِّرِيْنَ عَلَى جَوَازِ تَنَاوُلِ مَا يَرْفَعُ الْحَيْضَ. فَقَدْ ذَكَرَ الشَّيْخُ مَرْعَى فِي دَلِيْلِ الطَّالِبِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَابِلَةِ: أَنَّ لِلْأُنْثَی شُرْبُ دَوَاءٍ مُبَاحٍ لِحُصُوْلِ الْحَيْضِ وَلِقَطْعِهِ. قَالَ شَارِحُهُ صَاحِبُ مَنَارِ السًّبِيْلِ: لِأَنَّ اْلأَصْلَ الْحِلُّ حَتَّى يَرِدُ التَّحْرِيْمُ وَلَمْ يَرِدْ.

“Sebagian dari muslimat ada yang bertanya tentang pengkonsumsian obat-obatan untuk menunda masa haid sebagaimana obat yang ditujukan untuk mencegah kehamilan. Mereka bertanya, Bolehkah seorang muslimah mengkonsumsi obat tersebut agar dia dapat melaksanakan seluruh rangkaian ibadah di bulan Ramadan dan juga menghidupkan [salat tarawih] malam Ramadan seluruhnya, sehingga tidak ada sedikitpun hari yang terlewatkan, baik puasanya maupun salat tarawih di malam hari bulan Ramadan?

BACA JUGA  Hukum Menggemakan Takbir Idul Fitri Di Jalanan 

Beliau menjawab: Satu hal yang dapat mengantarkan amaliyah umat Islam pada masa-masa terbaik, yaitu wanita hendaknya tetap pada fitrahnya sebagaimana yang telah difitrahkan oleh Allah padanya. Hal ini merupakan perkara yang telah ditetapkan Allah atas anak cucu Nabi Adam yang perempuan sebagaimana keterangan yang shahih dalam sebuah hadis. Bagi muslimah sebenarnya tidak ada kesulitan untuk tetap tidak berpuasa [ketika haid] dan menggadia’ puasa yang ditinggalkannya setelah bulan Ramadan sebagaimana yang telah dilakukan para wanita saleh di masa lalu. Namun, mengkonsumsi obat-obat semacam itu tidaklah dilarang secara syara’ karena tidak ada dalil yang melarangnya dengan catatan tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi wanita. Oleh karena itu, pengkonsumsian obat-obat tersebut sebaiknya berdasarkan arahan dari dokter spesialis dan memang sudah terbiasa dilakukan sebelumnya.

Sebagian ulama kontemporer telah menegaskan bahwa pengkonsumsian obat untuk menghilangkan haid adalah tidak dilarang. Al-Syaikh Mar ‘a dalam kitab Dalil at-Thalib, tergolong kitab Hanabilah, menyatakan: “Seorang wanita diperbolehkan mengkonsumsi obat agar bisa haid atau agar haid bisa hilang” Penjelas kitab tersebut menguatkan argumen tersebut dalam kitab Manar as-Sabil:

“Karena pada asalnya [setiap sesuatu] adalah dalam keadaan yang halal hingga ada dalil yang mengharamkannya, sedangkan [dalam persoalan ini] tidak ditemukan dalil yang melarangnya”( Dr. Yusuf Qardhawi, fiqh al-Shiyam, halaman 41-42)

Sebagaimana juga disampaikan oleh Muhammad Ibrahim Al-Hafnawi, dalam kitabnya Fatawa Syar’iyyah Mua’shirah [280] berikut;

وتناول هذه الحبوب لأجل الصوم ليس ممنوعا شرعا، لأنه لا يوجد دليل على المنع، اللهم إلا إذا ثبت أنه يلحق الضرر بالمرأة لقوله صلى الله عليه وسلم لا ضرر ولا ضرار. ففي هذه الحالة يحرم تناولها. لذلك فمن الأفضل عند إرادة تناولها مشاورة طبيب مختص، إلا إذا كانت معتادة عليها، ولا يلحقها ضرر بسببها. والله أعلم.

“Mengonsumsi obat (untuk menunda menstruasi) agar dapat memenuhi syarat puasa tidak dilarang oleh syara’ karena memang tidak terdapat dalil yang melarang. Lain soal kalau konsumsi obat itu membahayakan kesehatannya, maka itu jelas dilarang berdasarkan hadits Rasulullah SAW, ‘Tidak boleh ada mudharat dan memudharatkan’. Dalam kondisi mudharat seperti ini, konsumsi obat menjadi haram. Oleh karena itu ada baiknya kalau ingin mengonsumsi obat, perempuan berkonsultasi dengan ahli medis spesialis. Terkecuali kalau konsumsi obat itu sudah menjadi kebiasaannya saat (Ramadhan tiba) dan tidak membahayakan kesehatannya,”

Dari sini dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi obat penunda haid untuk perempuan dengan tujuan di bulan ramadhan dapat berpuasa penuh selama satu bulan dan agar mendapatkan nikmat serta keberkahan ibadah adalah boleh dengan melalui himbauan terlebih dahulu dari dokter.

Oleh Fahmil Ulum (Santri Ma’had aly Situbondo PP. Salafiyah Syafiiyah, peminat kajian Fikih dan Ushul Fikih)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru