31.8 C
Jakarta

Hukum Menarik Kembali Seserahan Lamaran Karena Batal Menikah

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Menarik Kembali Seserahan Lamaran Karena Batal Menikah
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam kehidupan bermasyarakat yang sudah umumnya terjadi adalah pihak lelaki yang akan melamar pujaan hatinya membawa seserahan lamaran. Seserahan lamaran ini wujudnya macam-macam, bisa uang maupun barang. Seserahan lamaran ini berbeda dengan mahar dalam pernikahan. Meskipun bisa juga seserahan ini menjadi bagian daripada mahar. Seserahan lamaran ini sifatnya sukarela sedangkan mahar ini sifatnya wajib. Lantas apakah dalam Islam diperbolehkan menarik kembali seserahan lamaran karena batal menikah?

Adapun terkait hukum menarik kembali seserahan lamaran para ulama berbeda pendapat. Setidaknya ada 3 pendapat ulama mengenai hal ini.

Pertama, menurut Mazhab Hanafi menarik kembali seserahan lamaran itu diperbolehkan selama wujud barangnya belum berubah atau habis seperti makanan dan make up. Mazhab Hanafi menganggap seserahan itu seperti hibah.

قال الحنفية: هدايا الخطبة هبة. وللواهب أن يرجع في هبته إلا إذا وجد مانع من موانع الرجوع بالهبة كهلاك الشيء أو استهلاكه. فإذا كان ما أهداه الخاطب موجوداً فله استرداده. وإذا كان قد هلك أو استهلك أو حدث فيه تغيير، كأن ضاع الخاتم، وأكل الطعام، وصنع القماش ثوباً، فلا يحق للخاطب استرداد بدله 

Artinya: “Ulama Mazhab Hanafi mengatakan bahwa hadiah saat lamaran adalah hibah. Pihak yang memberikan hibah berhak menarik kembali barang hibahnya kecuali bila terdapat alasan yang menghalangi penarikan hibah kembali. Yaitu kerusakan barang hibah atau habisnya barang hibah karena telah digunakan. Kalau barang hibah yang diberikan pihak pelamar masih ada, maka ia berhak memintanya kembali. Jika barang hibah itu sudah rusak, sudah habis dipakai, atau terjadi perubahan padanya. Misalnya cincin hilang, makanan telah dimakan, kain sudah berbentuk menjadi pakaian oleh pedagang kain, maka pihak pelamar tidak berhak meminta kembali dalam bentuk kompensasi.” (Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 26)

BACA JUGA  Mendahulukan Bagian kiri Daripada Kanan Saat Wudhu, Bolehkah?

Kedua, menurut Mazhab Maliki pengembalian seserahan bisa dilakukan tergantung siapa yang membatalkan pernikahan. Apabila yang berinisiasi membatalkan pernikahan dari pihak laki-laki, maka seserahan tidak boleh ditarik kembali. Namun apabila yang membatalkan dari pihak perempuan, maka seserahan lamaran bisa ditarik kembali oleh pihak laki-laki.

Ketiga, menurut Syafi’i dan Hambali seserahan lamaran itu tidak boleh ditarik kembali, meskipun barang seserahan tersebut masih utuh.

ورأى الشافعية والحنابلة: أنه ليس للخاطب الرجوع بما أهداه؛ سواء أكانت موجودة أم هالكة لأن للهدية حكم الهبة ولا يجوز عندهم للواهب أن يرجع في هبته بعد قبضها إلا الوالد فيما أعطى ولده 

Artinya: “Mazhab Syafi’i dan Hambali berpandangan bahwa pihak pelamar tidak berhak meminta kembali barang yang telah dihibahkannya, apakah barang itu masih ada atau sudah tidak ada. Hadiah setara dengan kedudukan hibah. Bagi ulama dari mazhab ini, pihak yang memberikan hibah tidak berhak meminta kembali barang hibahnya setelah jabat tangan penerimaan kecuali pihak penghibah itu sendiri adalah ayah terhadap anaknya.” (Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 27)

Dari keterangan ini, maka pasangan yang batal menikah karena suatu alasan, jika ingin menarik kembali seserahan lamaran maka peganglah salah satu pendapat ulama di atas, Wallahu A’lam Bishowab.

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru