Harakatuna.com – Belakangan ini viral terkait kucing yang lumayan istimewa. Yaitu kucingnya Presiden Indonesia Prabowo Subianto yang diberi nama Bobby Kertanegara. Pasalnya kucing ini sekarang menjadi penghuni Istana Presiden. Dalam pandangan Islam terkait kucing itu ada pandangan syariatnya tersendiri. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hukum bulu kucing yang terlepas dan menempel pada orang yang menggendongnya? Apakah najis apa suci?
Para ulama sendiri telah membahas cukup detail mengenai hal ini. Syaikh Ibrahim dalam kitabnya Hasyiah Al-Bajuri menjelaskan hukum bulu kucing yang sudah terlepas.
وَمَا قُطِعَ مِنْ حَيَوَانٍ (حَيٍّ فَهُوَ مَيْتٌ إِلَّا الشَّعَرَ) أَيْ الْمَقْطُوعُ مِنْ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ. وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ إِلَّا الشُّعُوْرِ الْمُنْتَفَعِ بِهَا فِي الْمَفَارِشِ وَالْمَلَابِسِ وَغَيْرِهَا. (قَوْلُهُ الْمَقْطُوْعُ مِنْ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ) أَيْ كَالْمَعْزِ مَا لَمْ يَكُنْ عَلَى قِطْعَةِ لَحْمٍ تُقْصَدُ أَوْ عَلَى عُضْوٍ بَيِّنٍ مِنْ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ. وَإِلَّا فَهُوَ نَجِسٌ تَبْعًا لِذَلِكَ. وَخَرَجَ بِالْمَأْكُوْلِ غَيْرُهُ كَالْحِمَارِ وَالْهِرَّةِ فَشَعْرُهُ نَجِسٌ، وَلَكِنْ يُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ بَلْ وَعَنْ كَثِيْرِهِ فِي حَقِّ مَنْ ابْتُلِيَ بِهِ كَالْقَصَّاصِيْنَ
Artinya: “Apa pun yang terputus dari hewan hidup maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal untuk dikonsumsi. Dalam beberapa kitab lainnya disebutkan, (kecuali) rambut yang diproses menjadi permadani, pakaian, dan sejenisnya”.
Rambut dari hewan yang halal dimakan, seperti bulu kambing, tetap dihukumi suci selama tidak berasal dari potongan daging yang disengaja atau anggota tubuh yang terputus dari hewan halal tersebut. Jika rambut berasal dari dua keadaan itu, maka dihukumi najis karena mengikuti status anggota tubuh yang terputus.
Ketentuan ini berlaku untuk rambut hewan yang halal dikonsumsi, sedangkan rambut atau bulu dari hewan yang haram, seperti keledai dan kucing, maka dianggap najis. Namun, najis ini bisa ditolerir jika jumlahnya sedikit, bahkan juga ditolerir dalam jumlah banyak bagi orang yang acap mengalami kesulitan dengan bulu tersebut, seperti para tukang pemotong bulu.” (Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri, Hasyiah Al-Bajuri Ala Ibn Qasim Al-Ghazi [Mesir: Dar Asy-Syuruq Ad-Dauliyyah], vol. 4, h. 189)
Mendasarkan pada keterangan ini maka menjadi jelas bahwa hukum bulu kucing yang terlepas itu najis. Namun demikian para ulama memberikan ma’fu atau tolerir terhadap kenajisannya apabila bulu itu jumlahnya sedikit atau bagi orang yang bekerja pada pemotongan bulu. Wallahu A’lam Bishowab.