Harakatuna.com – Saat ini, hampir semua ibadah yang sifatnya mendatangkan orang banyak bisa dipastikan menggunakan pengeras suara. Doa bersama, shalat jamaah, azan, iqamah, pengajian umum, khutbah Jumat dan lain sebagainya bisa dipastikan akan menggunakan pengeras suara. Lantas apakah diperbolehkan beribadah dengan menggunakan pengeras suara dalam Islam?
Islam adalah agama yang selaras dengan kemajuan zaman. Zaman dahulu jelas ketika beribadah tidak ada yang menggunakan pengeras suara. Karena zaman dahulu belum ditemukan listrik dan juga belum lahir teknologi pengeras suara. Namun demikian di era yang modern ini rasanya dalam ibadah yang mendatangkan orang banyak, pengeras suara adalah suatu kewajiban. Lantas bagaimana hukumnya menggunakan pengeras suara dalam beribadah.
Syekh Ismail Zein Al-Yamani dalam Risalah Taudlihil Maqshud fi Isti’mali Mukabbiris Shaut menyatakan kebolehan menggunakan pengeras suara dalam ibadah yang memang ibadah tersebut diperintahkan dengan suara keras.
استعمال مكبر الصوت فيما يطلب فيه الجهر من العبادات من الأمور المحمودة شرعا ، بل قد يكون واجبا وقد يكون مندوبا ، فحيث لم يتأت ما يجب فيه الجهر من العبادات إلا باستعماله يكون استعماله واجبا لأن ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب وذلك كإسماع الخطيب أربعين من أهل الجمعة أركان الخطبتين . أما إذا تأتى بدون ذلك فاستعماله مندوب لمزيد الفائدة وتمام الغرض وكذلك يندب فيما يندب فيه الجهر كالأذان
Artinya: “Penggunaan pengeras suara dalam ibadah yang diperintahkan dengan suara keras adalah salah satu hal yang baik menurut syariat, bahkan bisa saja wajib atau sunah. Perkara yang diwajibkan dengan mengeraskan suara namun tidak akan tercapai kecuali dengan menggunakannya, maka penggunaannya wajib. Karena kewajiban yang tak akan terlaksana tanpa sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib. Hal ini seperti khatib memperdengarkan rukun khutbah kepada 40 orang ahli Jumat. Sedangkan bila bisa terlaksana tanpa pengeras suara, maka menggunakannya sunah guna menambah faedah dan menyempurnakan tujuan. Begitu juga disunahkan untuk ibadah yang disunahkan mengeraskan suara seperti azan.” (Bulghatut Thullab, Sumenep [Toko Kitab Assadad: tt.], halaman 126).
Dengan demikian maka boleh hukumnya beribadah dengan menggunakan pengeras suara. Namun demikian perlu menjadi catatan bahwa pengeras suaranya dalam batas kewajaran, tidak terlalu kencang yang sampai memekakkan telinga, Wallahu A’lam Bishowab.