30.7 C
Jakarta

HTI: Tidak Sesat Dalam Ibadah, Tapi ‘Sesat’ dalam Bernegara

Artikel Trending

HTI: Tidak Sesat Dalam Ibadah, Tapi 'Sesat' dalam Bernegara
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Makassar. Sulawesi Selatan menjadi salah satu target penyebaran ideologi Khilafah Islamiyah ala Taqiyuddin Al-Nabhani, tepatnya di daerah Makassar, Pare-Pare dan Palopo. Ketiganya menjadi basis utama dan generasi muda banyak termakan oleh virus Khilafah ala HTI. Otak mereka dicuci dan kerap mengkufurkan demokrasi dan menihilkan eksistensi Pancasila.

Acara yang diselenggarakan oleh Human Illumination Makasar (HIM) dengan tajuk besar Seminar Nasional Kebangsaan dengan tema “Khilafah dan Pancasila” menjadi penting adanya untuk mengembalikan dan meminimalisir gerakan Khilafah yang berpotensi memecah belah dan memantik keributan di masyarakat.

“HTI adalah ideologi transnasional yang diimpor oleh dari Palestina. Tidak lama setelah penangkapan, Taqiyuddin Al-Nabhani dan Dawud Hamdan ditangkap di Al-Quds, sementara Munir Syaqir dan Ghanim Abduh ditangkap di Amman. Beberapa hari setelahnya, Abdul Al-Azizi Al-Khiyath,” ujar Makmun Rasyid saat di wawancara oleh tim Harakatuna Media di Makassar.

“Indonesia bukan negara pertama yang membubarkan dan melarang HTI, sudah 20 negara lainnya melarangnya, utamanya karena dalam konsepsi bernegara, HT kerap menyimpang dengan masyarakat pada umumnya. Ada dua alasan mengapa HTI tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Pertama, Pancasila sistem kufur yang di dalamnya terdapat konsep pluralisme dan kemajemukan ideologi. Kedua, Pancasila hanyalah filosofi biasa yang bisa diganti dan dirubah jika memungkinkan. Tentunya kedua pemahaman ini berbeda dengan yang dianut oleh NU dan Muhammadiyah. Jadi, HTI bisa sama ibadahnya dengan kita, tetapi ‘sesat’ dalam bernegara,” tambahnya.

Khilafah adalah persoalan ijtihadi dan ayat-ayat yang bersinggungan dengan kenegaraan butuh penafsiran dan tafsirannya tidak bersifat mutlak. “Khilafah adalah persoalan ijtihadi, karenanya tidak ada kewajiban untuk menegakkannya. Bahkan beberapa pemikir Islam mengatakan tidak ada Khilafah dalam Islam. Fakatnya, tidak ada legitimasi sistem pemerintahan yang pasti dan mutlak dalam Islam. Jadi, jika HTI mengatakan bahwa Khilafah adalah sistem yang wajib dari Tuhan, itu tidak mempunyai jalur ilmiah yang jelas dan kuat,” pungkas kandidat doktor UIN Jakarta, Ustadh Sofi Mubarak.

Adapun KH. Afifuddin Harisah, pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah Makassar mengatakan bahwa “Khilafah adalah konsep, dan konsep ini adalah hasil oleh fikir manusia. Jangan sampai konsep Khilafah dianggap sebagai kebenaran yang mutlak. Dan kecenderungan HTI dalam menawarkan gagasan Khilafah, cenderung memaksakan kehendak.”

Indonesia dengan ideologi Pancasilanya sudah final. Jangan ada konsep imporan yang mencoba memecah belah dan persatuan umat Islam dan masa depan Islam Indonesia. “Jika ada mangkuk yang diisi oleh bubur ayam dan ditawarkan kepada Anda, namun Anda inginnya bakso, maka jangan pecahkan mangkuknya tetapi buanglah bubur ayam-nya dan ganti dengan bakso. Begitu pula Indonesia, jika ada yang salah dalam berdemokrasi, jangan buang wadahnya tapi ganti yang tidak cocok, biar lebih cepat panennya,” tutup KH. Afifuddin Harisah.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru