33.8 C
Jakarta

HTI Misleading Memahami Nash dan Negara

Artikel Trending

Milenial IslamHTI Misleading Memahami Nash dan Negara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. HTI bergentayangan kembali. Di beberapa channel youtubnya masih berbalut propaganda tentang khilafah. Ismail Yusanto salah satu eks HTI, sering melontarkan di setiap menjadi pemateri bahwa di dunia muslim hanya khilafah solusinya.

Kendati memang tidak mudah menghadapi HTI. Sejak dibekukan secara resmi pada 2017 lalu sesuai dengan Perppu No 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas), gaya HTI terlihat semakin berdampak pada benturan di kalangan akar rumput. Bahkan terlihat bukan hanya akar rumput yang bersimpati terhadapnya, melainkan tempat-tempat strategis dan penjaga negara.

Di Dua Puluh Satu Negara HT(I) Binasa

Hal demikian sama dengan Hizbut Tahrir (HT) di berbagai dunia. Tercatat di 21 negara saja di dunia meski telah dibubarkan, mereka tetap mempropagandakan ajarannya, dan diam-diam mereka menempati tempat-tempat strategis di pemerintahan dan di pendidikan. Namun, berbeda dengan di Indonesia, di 21 negara itu, mereka tidak lagi memberi kompromi terhadap garakan oknum HTI.

Dua puluh satu negara itu, bersikap tegas dan menindak oknum-oknum yang masih nakal tersebut. Selain menindak tegas, mereka juga mengeluarkan aturan lanjutan yang jelas-jelas membuat eks HTI takut dan patuh. Selain itu juga, ada semacam solusi untuk orang-orang HTI untuk mencintai negara.

Dari sini terlihat, pembubaran dan pencabutan status keormasan belumlah apa-apa. Kecuali membuat semacam taktik dan strategi baru untuk menghilangkan gagasan dan gerakan HTI di muka bumi ini.

Apalagi, jika kita lihat fenomena hari ini. Gagasan bisa mereka taburkan di mana saja, di berbagai medium seperti media sosial dan youtube. Pegiat HTI bisa dengan tenang mempopulerkan khilafahnya di sana. Untuk mendirikan imperium khilafah atau negara Islam tunggal di dunia.

Mimpi Nihilistik dan Sistem yang Melawan Sunah Tuhan

Bolehlah siapa pun bermimpi untuk menentukan idealnya sebuah tatanan negara. Tapi HTI selain mimpinya terlalu basah di arena nihilistik. Ia juga terlalu menyimpang dan bertabrakan dengan empat pilar kebangsaan Indonesia, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Meski tawarannya sungguh fantastis, ingin menghapuskan sekularisme, kapitalisme, serta isme-isme lain yang dituduh sebagai paham kafir. Tapi dirinya runtuh seketika, karena tidak punya tawaran formasi sistem. Hanya bermain-main dengan narasi, bahwa bila dunia ingin sejahtera, maka khilafah solusinya. Sebuah narasi omong kosong, dan rekontruksi pemikiran yang hilang arah, serta tercerabut dari akar sejarah.

BACA JUGA  Ramadan: Melihat Janji Manis Aktivis Khilafah yang Harus Dibasmi

Masyru’ Dustur milik Hizbut Tahrir, terdapat penjabaran atas sistem pemerintahan yang berunsur penistaan terhadap bangsa dan negara. Seperti terdapat pada poin antara lain, bahwa kedaulatan ialah milik syariat bukan di tangan rakyat, mengangkat pemimpin tunggal khalifah merupakan kewajiban seluruh umat Muslim, khalifah punya otoritas melegislasi hukum-hukum syara’, dan hanya khalifah yang berhak melegislasi UUD serta yang terkait dengannya.

Hal demikian sebenarnya sama dengan fasisme dan komunisme. Ingin menempati di satu barisan utuh: totalitarianisme. Padahal totalitarianisme itu bertentangan dengan humanisme Islam. Karena selain kontrolnya tersentral di satu atap, namun juga berlebih dan menghianati fitrah Tuhan: keberagaman. Dari kacatama konstitusinya saja sudah mendapati kekhilafan akut.

Konsep Pokok yang Misleading

Konsep khilafah yang diusung HTI, jika dilihat dari kacamata ajaran Islam, sebenarnya sangat banyak yang misleading. Dalil-dalil yang diadopsi untuk mengukuhkan gagasan dan langkah gerilya mereka dipahami secara eksklusif sekehendaknya sendiri. Menyalahi pendapat serta konsensus kebanyakan ulama. Kesilapan kedua, terlihat dari pemelintiran mereka terhadap nas-nas syar’i (Khalilatul Azizah, 2020).

Terkait hal yang paling mendasar terkait pendirian khilafah, HTI telah keliru dalam mengambil dalil. Mereka mencatut Q.S. Al-Baqarah: 30 untuk mendasari argumennya. Ayat ini bertutur tentang mandat Allah SWT kepada Nabi Adam untuk menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi yang bertugas memakmurkannya. Namun HTI menafsirkannya secara politis dan menganggapnya sebagai kewajiban penegakan khilafah.

Hal-hal pokok saja, HTI ini memberikan tafsiran dan gambaran yang fatal. Karena itu pula, mereka membuat kekacauan umat dalam beragama dan memandang sebuah konsep negara. Indonesia diacak-acak dan teranggap bersistem toghut.

Namun yang patut kita lihat, HTI ini bukan agenda untuk urusan teologis dan memurnikan agama. Melainkan ia, adalah agenda politik yang meminjam agama sebagai alat promosi sekaligus jubah pelindung. Seperti kata Khalilatul Azizah, mereka menghendaki mega perubahan tatanan sosial dan pemerintahan, tapi enggan bertarung secara jantan melalui panggung politik pemerintahan. Lantas, apa yang harus kita banggakan dari HTI?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru