Harakatuna.com. Jember. Politisi Partai NasDem Jawa Timur Moch. Eksan menegaskan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah partai politik. Gerakan yang dilakukan targetnya adalah kekuasaan. Cuma bedanya, dalam usahanya meraih kekuasaan, HTI tidak mau ikut pemilu dan tidak menerima sistem politik kenegaraan dan kepartaian di Indonesia.
Menurut Eksan, mereka mengklaim diri sebagai gerakan dakwah, tapi misi dakwahnya adalah merebut kekuasaan.
“Itu apa bedanya dengan partai politik. Mereka menilai sistem kenegaraan kita, kufur,” tukas Moch. Eksan pada Dialog Publik yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Jember (UIJ) di aula UIJ, Rabu (31/5).
Menurut Eksan, cita-cita HTI untuk mendirikan khlafah islamiyah sangat bertolak belakang dengan pandangan mayoritas umat Islam Indonesia. Saat-saat awal perbicangan soal bentuk negara Indonesia, umat Islam, dalam hal ini Nahdlatul Ulama menyatakan Indonesia adalah darus salam, bukan darul islam. Sedangkan Muhammadiyah, mengistilahkan darul ‘ahdi.
Dikatakannya, kedua istilah tersebut intinya sama; Indonesia bukan negara agama, tapi negara aman dan damai bagi semua pemeluk agama yang beraneka ragam, yang itu akhirnya dibingkai dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
“Kedua organisasi itu ikut berjuang mendirikan NKRI sebagai ladang jihad untuk mendirikan negara dan membentuk pemerintah dalam rangka hirasatit-din (memelihara agama) dan wasiayatid-dunya (mengelola dunia),” lanjutnya.
Karena itu, kebijakan pemerintah yang telah “membekukan” HTI beberapa waktu lalu adalah langkah yang sangat tepat sebagai upaya untuk melindungi ideologi negara dan menjaga keutuhan NKRI yang terus-menerus mereka rongong.
“Propaganda penggantian sistem dan kampanye sistem khilafah islamiyah sebagai alternatif dari sistem yang berlaku, sudah jelas keluar dari bingkai keindonesiaan,” tambahnya. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)
Sumber: NUONLINE