30.1 C
Jakarta

HTI Adalah Organisasi Teroris Masa Depan, Mengapa?

Artikel Trending

Milenial IslamHTI Adalah Organisasi Teroris Masa Depan, Mengapa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam sebuah podcast, seorang narasumber yang berbicara tentang ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia membuat statement menarik. Ia, yang tidak perlu disebutkan identitasnya, mengatakan, isu khilafah di Indonesia merupakan siasat membungkam oposisi. Bahwa setiap ada pihak yang berlawanan dengan pemerintah, mereka akan dicap pejuang khilafah dan anti-NKRI. Menurutnya, oposisi itu aslinya baik, namun di Indonesia dibingkai sebagai sesuatu yang buruk. Hanya framing, katanya.

Benarkah demikian? Ternyata tidak. Berbicara tentang radikalisme dan terorisme di negara ini artinya berbicara tentang kepentingan ideologi, bukan kepentingan politik belaka. Organisasi-organisasi radikal adalah ia yang tidak mematuhi empat pilar kebangsaan, bukan sekadar berbeda pilihan politik elektoral. Karena itu, tidak relevan jika dikatakan bahwa narasi khilafah merupakan upaya membungkam oposisi. Aktivis khilafah, seperti teroris, adalah ancaman yang nyata dan harus disadari bersama.

Bukankah teroris sudah ditindak semua? Benar. Organisasi teroris sudah terdeteksi secara akurat, meski tidak secara keseluruhan. Hari ini, tugas menghadapi teroris adalah deradikalisasi; bagaimana mengembalikan mereka pada NKRI melalui pendekatan tertentu. Masalahnya adalah, kelompok semacam HTI membuat potensi baru terorisme dan tampil sebagai teroris di masa depan. Kekhawatiran ini tidak datang secara serampangan, tetapi disebabkan dua alasan.

Pertama, HTI survive di segala rezim dan iklim politik. Lima tahun lalu, ketika Perppu diterbitkan untuk menghapus badan hukum HTI, banyak yang yakin bahwa propaganda khilafah dari kelompok tersebut tidak akan lagi jadi ancaman. Tetapi hari ini bisa dilihat dengan jelas, apakah keyakinan tersebut terbukti? Ternyata salah total. Alih-alih mati, propaganda khilafah HTI justru semakin rapi. Melalui gerilya yang sistematis, mereka bahkan tidak hanya bertahan, melainkan juga mengeskalasi diri.

Kedua, influencer HTI semakin merebak. Dulu, tokoh HTI mudah ditebak karena orangnya itu-itu saja. Ismail Yusanto, jubir HTI, bahkan beberapa dilaporkan ke polisi. Namun, bisa dilihat dengan jelas saat ini, aktor HTI bukan lagi orang-orang lama, tetapi orang baru dengan pengaruh yang besar. Aab Elkarimi, sebagai contoh. Para influencer itu kemudian membangun jejaring di media sosial yang membuat narasi HTI selalu segar dan ancamannya semakin nyata untuk waktu yang panjang.

Bahaya Laten HTI

Teroris ketika beraksi, misalnya melakukan bom bunuh diri, tidak butuh waktu lama bagi aparat pemerintah untuk menuntaskan mereka. Tetapi HTI, susah sekali untuk menghabiskannya. Lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan mereka juga baru terlacak. Sebagian narasi propaganda mereka, misalnya di website dan YouTube, bahkan tidak ada yang peduli untuk menindaknya. Jadi, silakan pikirkan, mana yang lebih berbahaya: kelompok teroris atau HTI?

Bahaya laten HTI terletak pada dua aspek. Kesatu, kekokohan ideologi. Sebagai satu di antara organisasi transnasional pengusung khilafah, HTI merupakan yang paling kuat dalam aspek ideologis. Doktrin-doktrin mereka tentang khilafah dan negara Islam terbilang kokoh untuk memengaruhi khalayak publik dan mendorongnya masuk sebagai bagian dari HTI itu sendiri. Karena kekokohan ideologi pulalah, kontra-narasi terhadap HTI membutuhkan upaya yang ekstra.

BACA JUGA  Kepala BNPT Instruksikan Lawan Ideologi Radikal, Emang Bisa?

Kedua, militansi aktivis. Dibanding aktivis PA 212 yang saat ini sudah kocar-kacir tidak tampak keberadaannya, aktivis HTI memiliki militansi yang jauh luar biasa. Melalui militansi itulah, eksistensi mereka tidak kembang-kempis—tidak berekor tikus seperti PA 212 bahkan FPI yang gerakannya mandek setelah donaturnya bangkrut. Karena militansi itu juga, semakin hari, anggota mereka semakin bertambah banyak dan solid untuk mengibarkan penegakan khilafah.

Namun yang paling mengkhawatirkan dari bahaya laten tersebut adalah potensi besar mereka untuk jadi teroris. Demikian karena kekokohan ideologi dan militansi aktivis akan melahirkan propaganda dahsyat tentang khilafah itu sendiri. Propaganda dimaksud kemudian akan melahirkan aktor-aktor radikal-ekstrem, baik orang internal HTI maupun simpatisan mereka, yang bisa berbuat apa saja. Termasuk melakukan aksi teror untuk memperjuangkan khilafah HTI.

Dengan demikian, fakta HTI sebagai organisasi teroris masa depan tidak lagi terelakkan. Tinggal menunggu waktu kesiapan saja; menyiapkan kader sebanyak-banyaknya untuk melakukan makar atau aksi teror di masa depan. Boleh saja waktunya masih lama, tapi itu pasti terjadi. Terorisme, sebagai sistem yang kompleks, tidak lagi berasal dari kelompok jihadis karena di masa depan mungkin para eks-teroris sudah pada insaf. Tetapi HTI? Tidak. Mereka sedang membangun dinastinya.

Deteksi dan Antisipasi Dini

Sebagai tawaran untuk menghindari kemungkinan terburuk tentang terorisme di masa depan, deteksi dan antisipasi dini menjadi keharusan mutlak. Gagasan tentang khilafah, misalnya belum dapat ditindak karena tidak memuat unsur pidana maupun perdata, mesti tetap diawasi dengan ketat. Dalam hal ini, pengawasan siber juga termasuk bagian dari deteksi dini. Sifatnya harus update, sehingga negara tidak kecolongan dengan aksi-aksi radikal-ekstrem HTI.

Sebagai contoh, pada setiap bulan Rajab dan Maret. Bagi HTI, kedua bulan tersebut memiliki muatan propaganda yang penting, yaitu runtuhnya Turki Utsmani sebagai runtuhnya khilafah—dalam keyakinan mereka. Para otoritas terkait bisa mengukur indeks partisipasi terhadap momentum tersebut setiap tahunnya, paling sedikitnya lima tahun terakhir. Apakah massanya berkurang, stagnan, atau justru meningkat? Potensi terorisme bisa terbaca dari situ.

Dan sebagai langkah antisipatif, kontra-radikalisasi harus lebih ditingkatkan lagi. Gerilya HTI di media-media populer sangat masif dan terstruktur, maka dibutuhkan kontra-narasi yang jauh lebih masif untuk membendung arus radikalisasi. Jangan sampai, HTI menang secara narasi dan indoktrinasi, karena itu berarti masa depan negara ini dalam keadaan terancam. Deteksi dan antisipasi dini menjadi langkah yang tidak dapat ditawar, kecuali jika HTI hendak dibiarkan menjadi organisasi teroris yang mengancam masa depan Indonesia.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru