30.1 C
Jakarta
Array

Hoaks Bermotif Radikalisme Agama Sangat Berbahaya

Artikel Trending

Hoaks Bermotif Radikalisme Agama Sangat Berbahaya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) M. Kholid Syeirazi menilai, hoaks atau berita bohong yang bertebaran di dunia maya sangat berbahaya. Apalagi, berita hoaks tersebut bermotif ideologis, yakni radikalisme, dan itu sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.

“Maraknya penyebaran berita bohong (hoax atau fake news) telah secara nyata mengancam tertib sosial, tetapi yang paling berbahaya adalah yang bermotif ideologis yaitu radikalisme agama,” jelas Kholid dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (4/12/2018).

Kholid menyampaikan hal itu dalam seminar bertajuk “Peran Generasi Islam Menyambut Pemilu Damai tanpa Hoax dan Radikalisme” yang digelar di kampus PTIQ, Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, hoaks berkembang akibat revolusi digital yang membuat setiap orang dapat sekaligus menjadi produsen dan konsumen berita. Perangkat modern teknologi tanpa kultur literasi membuat orang mudah membagikan berita bahkan tanpa membaca isinya.

Kholid menyebutkan, Studi Central Connecticut State University tentang World’s Most Literate Nations tahun 2017 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-2 dari bawah terkait literasi. Dari 62 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat ke-61 di atas Botswana. Peringkat teratas ditempati negara-negara Skandinavia.

“Tidak heran kalau mayoritas penyebar hoaks adalah ibu-ibu rumah tangga. Ponselnya pintar, tetapi orangnya tidak,” katanya. Kata Kholid, literasi digital bisa menjadi terapi untuk mengatasi masalah ini. Namun yang agak berat adalah penyebaran hoaks dengan motif komersial.

Orang mencari makan dengan memproduksi konten-konten provokatif, sensasional, dan gosip murah. Tujuannya adalah demi “oplah” melalui klik dan share. Tetapi yang paling berbahaya, menurut Kholid, adalah penyebaran hoaks yang bermotif politis ideologis, yaitu anggapan bahwa Indonesia ini kawasan perang (dâr al-harb).

“Dalam Islam, hukum perang membolehkan dusta dan tipu daya berdasarkan hadist al-harb khud’ah (perang itu tipu daya). Motif ideologis ini berakar kuat pada gerakan fundamentalisme agama yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara Islam,” jelasnya.

Kholid menjelaskan, dulu Komando Jihad, penerus gerakan DI/NII Kartosoewiryo aktif sekali menyebarkan hoaks sekitar tahun 70-an. Isunya hampir sama dengan sekarang ini, mulai masalah agama hingga komunisme.

Mereka dengan sadar memproduksi hoaks. Tujuannya menciptakan anomie dan seterusnya melakukan delegitimasi terhadap pemerintahan yang sah. “Anggapan Indonesia sebagai dâr al-harb ini bahaya sekali. Bukan hanya hoaks, harta orang lain pun dianggap  fa’i yang boleh dirampok. Inilah ancaman terbesar terhadap narasi kebangsaan kita,” pungkas Kholid.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru