28 C
Jakarta

Hiruk-pikuk Sikap Konkret Taliban Menarik Gelombang Pengungsi Afghanistan

Artikel Trending

KhazanahOpiniHiruk-pikuk Sikap Konkret Taliban Menarik Gelombang Pengungsi Afghanistan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sudah sebulan lebih lamanya Taliban menduduki Afghanistan untuk kedua kalinya sejak tahta dialihkan dari Ashraf Gani. Ashraf Gani mengungkapkan kemenangan Taliban melalui cuitan Twitter-nya pada 15 Agustus 2021 lalu.

“Taliban telah menang dengan pedang dan senjata mereka, sekarang mereka bertanggung jawab atas kehormatan, properti dan pertahanan diri warga negara mereka,” ujar Ashraf Gani. Gani sendiri kabur dan pergi tanpa pamit dari Kabul ke Tajikistan.

Kependudukan Taliban yang kedua ini memancing keributan baik di Kabul atau pun Afghanistan keseluruhan. Serta-merta masyarakat membayangkan hukum Taliban di pemerintahan sebelumnya. Taliban pernah berkuasa pada 1996 hingga 2001 di mana pada saat itu diberlakukan hukum ketat konservatif yang mengatur negara dan hak-hak perempuan.

Mullah Nooruddin Turabi, pemimpin Taliban mengungkapkan statementnya bahwa:

“Tidak ada seorang pun yang akan mengatur hukum yang seharusnya kami terapkan. Kami akan menggunakan hukum kami berdasarkan Al-Qur’an.”

Kebangkitan kembali Taliban di tanah Afghanistan menimbulkan gelombang pengungsi dan pencari suaka berbondong-bondong keluar dari negara tersebut. Video unggahan di mendia sosial saat sekelompok orang menaiki pesawat Amerika yang hendak meninggalkan bandara. Kengerian tersebut tergambarkan jelas lewat orang-orang yang berjatuhan dari badan luar pesawat.

Gelombang Awal Pengungsi Afghanistan

Berdasarkan data Migrasi pada 2 September 2021, 558.000 orang Afghanistan berpindah dalam negeri, 515.000 orang mengungsi ke luar negeri. Jumlah tersebut terakumulasi bahwa sekitar 2,8 juta pengungsi dan pencari suaka Afghanistan tersebar di seluruh dunia, menjadikannya negara ketiga dengan populasi imigran terbesar di dunia.

Gelombang pengungsi Afghanistan pertama pada saat invasi Soviet 1979 dan akhir masa rezim Taliban 2001 sekelompok besar pengungsi menuju Pakistan, Iran dan negara Barat. Namun, kebijakan penerimaan pengungsi Afghanistan mereka hentikan pada 1997.

Respons Negara-negara Dunia

Pakistan dan Iran sebagai tetangga Afghanistan menerima pengungsi paling banyak lebih dari 3 juta pengungsi. Kedua negara tersebut memiliki kebijakan yang berbeda terhadap pengungsi. Misalnya, Pakistan memberikan kebebasan kepada pengungsi Afghan, sedangkan Iran memberikan batasan ketat.

Di Pakistan, pengungsi tinggal di kampung pengungsi sedangkan di Iran, pengungsi Afghan hidup di area Urban. Namun, kesamaan di antara keduanya adalah laporan beberapa kasus penjagaan yang kurang bahkan melanggar HAM pengungsi, termasuk deportasi paksa, hukuman dan penganiayaan fisik.

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Berdasarkan Kantor Statistik Jerman, pengungsi Afghan mencapai 272.000 di 2020. Turki hanya menjadi negara transit bagi para migran menuju Eropa, bahkan berdasarkan laporan media CRUX, Turki membangun pembatas tembok agar gelombang pengungsi Afghan tidak bisa masuk ke perbatasan Turki.

Presiden Korea Selatan Moon Jae In menyambut hangat 391 pengungsi Afghanistan yang pernah bekerja dengan pemerintahan Korea Selatan. Korea Selatan memberikan julukan ke mereka dengan sebutan ‘special merit‘, bukan ‘refugee’ (pengungsi).

Selain Korea Selatan, empat negara-negara  NATO yaitu Kanada, Prancis, Inggris dan Jerman berkontribusi menampung pengungsi Afghanistan. Caroline Van Buren, perwakilan UNHCR Afghanistan menganjurkan seluruh negara tetangga Afghanistan untuk membuka perbatasan dan menampung pengungsi.

Menunggu Kebijakan Taliban

Meningkatnya angka pengungsi Afghan menimbulkan pertanyaan yang mengenai kepemimpinan Taliban, mungkinkah mampu memberikan rasa aman bagi para masyarakatnya di bawah hukum Syariah. Rasa aman masyarakat Afghanistan salah satu buktinya jika pemerintahan Taliban dapat menarik 1,8 juta pengungsi Afghanistan yang tersebar di seluruh penjuru dunia baik di negara transit maupun negara ketiga. Untuk mewujudkannya Taliban perlu memenuhi langkah-langkah konkret ke depan.

Terdapat beberapa pilihan berat yang ditunggu dari Taliban ke depannya. Pertama, negosiasi politik Taliban seharusnya menggunakan jalan damai tanpa kekerasan untuk menghindari situasi bertambahnya rakyat sipil melarikan diri dari negaranya. Kedua, Taliban perlu mencari partner internasional untuk memulai membangun kembali Afghanistan terutama organisasi kemanusiaan.

Ketiga, kemampuan Taliban untuk merekonstruksi pemerintahan dan pergerakan politik domestik untuk menumbuhkan rasa percaya baik di dalam dan luar negeri. Kemudian, pemimpin Taliban memiliki peranan penting dalam ketegasan pemerintahan, toleransi HAM, memberi perhatian serius pada isu korupsi, pelayanan terbaik bagi masyarakat Afghanistan termasuk perhatian Taliban terhadap pengungsi dan mengembalikan para migran. Aspek-aspek ini akan menentukan masa depan Afghanistan.

Arina Nihayati
Arina Nihayati
Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Konsentrasi Perdamaian Khususnya Pengungsi Global.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru