26.1 C
Jakarta

Hayya ‘Alal Jihad, Mari Berjihad Berantas FPI!

Artikel Trending

Milenial IslamHayya ‘Alal Jihad, Mari Berjihad Berantas FPI!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Boleh jadi, setelah membaca tulisan ini, atau sekadar membaca judulnya saja, Hayya ‘Alal Jihad, sementara orang akan berkomentar: “Bocah kemarin sore kok mau bubarkan FPI,” atau “Ini antek-antek rezim komunis yang ingin membubarkan Islam,” atau bahkan “tulisan sampah tidak laku.” Benar, saya tidak tengah mengada-ada. Beberapa komentar di Twitter cenderung ad hominem, ketimbang membuat argumentasi tandingan. Lalu, kenapa saya menyerukan jihad memberantas FPI—gerakannya?

Sebuah video azan dengan menyelipkan lafaz “hayya ‘alal jihad (mari menuju jhad)” beredar viral di media sosial. Polisi turun tangan menyelidiki video tersebut. Dilansir Detik, berdasarkan caption pengunggah, seruan tersebut merupakan respons beberapa warga atas pemanggilan Habib Rizieq Shihab oleh polisi terkait kasus kerumunan di Petamburan. Pemanggilan Habib Bahar Smith juga disinyalir jadi perantara, dilihat, misalnya, melalui kostum yang para muadzin ngawur itu gunakan.

Saya ingin uraikan, jihad merupakan tugas paling mulia. Semua utusan Allah, esensinya adalah berjihad; memperjuangkan kebenaran. Jika harus ditanyakan kenapa narasi jihad kembali mencuat ke permukaan, dan alih-alih menggembirakan justru membuat gempar, adalah karena kesalahan dalam memproyeksikan jihad itu sendiri. Meski tidak jelas siapa pelaku, dan kini sedang masa penyelidikan, bukan perkara sulit untuk menebak mereka. Pasti tidak jauh-jauh dari PA 212, FPI, dkk.

Belum selesai duka terhadap Sigi, Sulteng, yang Minggu (29/11) lalu diserang secara biadab oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dengan alasan jihad, kini malah muncul seruan jihad untuk membela Habib Rizieq dan Habib Bahar dari—konon—kriminalisasi ulama. Yang berbuat onar siapa, dan yang disalahkan siapa, benar-benar tidak masuk akal. Jika keahliannya hanya menciptakan kegaduhan, bukankah jihad terpenting hari ini justru adalah membubarkan mereka demi kedamaian?

Memahami Narasi Hayya ‘Alal Jihad

Jika diselisik, beberapa hal berikut barangkali menjadi pemantik seruan azan hayya ‘alal jihad: kekalahan PA 212 mendominasi MUI, kembali terjerumusnya Habib Rizieq ke dalam polemik yang berbuntut upaya pemrosesan hukum yang dianggap kriminalisasi dirinya, atau putus asa terhadap kemajuan Islam yang mereka mimpikan. Generalisasi lantas dibuat, seolah-olah kebutuhan urgen saat ini adalah jihad: memerangi rezim. Sungguh, selain pembelokan makna hadis, ini juga masuk penghinaan terhadap azan.

FPI melalui Imam Besar-nya, menciptakan klaster “manusia awam mabuk agama” yang bukan saja tidak toleran, melainkan tidak bermoral. Kebodohan mereka menutupi riwayat sakral azan, mengikuti nafsunya sendiri, mengubahnya sesuai keperluannya sendiri. Kostum serba putih menampilkan label Islami, tetapi tindakannya malah menista azan. Katanya, mereka membela Islam. Faktanya mereka membela ketua ormasnya dengan mengotak-atik elemen penting dari syariat Islam itu sendiri.

BACA JUGA  Politik Dinasti dan Politik Identitas, Bahaya Mana?

Karenanya, bisa, dan tidak berlebihan, untuk dikata bahwa kontroversi hayya ‘alal jihad adalah refleksi fanatisme para pengikut Habib Rizieq, yang bersarang di tubuh FPI. Kefanatikan yang tiada tanding tersebut mengejawantah menjadi azan, azan yang direvisi, azan yang dipelintir, sesuai takaran kebodohan mereka. Pada saat yang sama, kegamangan pemerintah untuk menindak FPI patut dipertanyakan. Selain lembek hadapi MIT, ternyata mereka juga tak berdaya di hadapan FPI.

Narasi hayya ‘alal jihad, kemungkinan besar, ditujukan untuk memberontak pemerintah. Para anggota FPI yang di Petamburan maupun Bogor memproyeksikan jihad sebagai konfrontasi pada rezim. Tidak lebih. Padahal, kalau pun berjihad merupakan tugas mendesak hari ini, justru yang mesti ditarget adalah FPI itu sendiri—jihad untuk memberantasnya. Bukan untuk mengeksploitasi kebebasan mereka, melainkan untuk meminimalisir kegaduhan, dan menyelamatkan agama dari kebodohan yang menjadi tontonan memalukan.

Jihad Berantas Pembodohan Umat

Ketika pemerintah tidak kuasa di hadapan intoleransi dan eksklusivisme, saya yang tidak punya apa-apa jelas tidak mampu membubarkan FPI. Ini semua, hasil akhirnya, kembali pada kesadaran kolektif: seberapa berguna FPI vis-à-vis seberapa mendesak mereka untuk dibubarkan. Habib Rizieq, hampir sebulan terakhir, tidak melewati hari kecuali dalam sorotan kontroversial. Menghina lonte, misalnya, membanggakan kehabibannya juga, bukankah itu kontras dengan gagasan Revolusi Akhlak-nya?

Tanpa harus mengubah lafaz azan karena itu memang tidak boleh, jihad memang merupakan sesuatu yang kontinu: setiap saat, memperjuangkan kebenaran adalah sesuatu yang niscaya. Lafaz hayya ‘alal jihad sejujurnya tidak buruk, tidak negatif, dan merupakan kalimat mulia, kecuali ketika orang-orang bodoh berkostum Islami menjadikannya pemuas nafsu kefanatikan belaka. Karenanya, ini yang penting, jihad saat ini adalah jihad memberantas pembodohan umat.

Oleh karena pembodohan ini terstruktur, menyatu, bersarang dalam sementara makhluk FPI, maka yang perlu kita berantas adalah lumbung kebodohan itu sendiri. Boleh jadi dengan tiadanya lumbung, fanatisme juga akan musnah, dan arogansi keagamaan mereka tidak akan lagi muncul ke permukaan. Umat disodori ketidaksopanan, dianggapnya itu perjuangan. Umat disodori pembangkangan yang amoral, dianggapnya itu ketegasan. Akhir produknya adalah: kelancangan merevisi redaksi azan.

Hayya ‘alal jihad, mari menuju jihad memberantas pembodohan bahkan penyesatan umat. Bukan berjihad memelihara fanatisme terorganisir demi lahirnya kegaduhan demi konfrontasi terhadap pemerintahan. Datang dari siapa pun, sekalipun dari manusia berkostum putih bak malaikat, jika isinya tidak etis, mengikutinya merupakan pantangan. Jihad hari ini adalah ke arah menyemai kedamaian. Jika FPI hanya sekadar ciptakan kerusuhan dan kontroversi, maka demi kedamaian tadi, jihad kita adalah memberantas mereka.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru