26.3 C
Jakarta

Hati-hati! Mereka Telah Berbohong Mencintai Nabi Muhammad

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanHati-hati! Mereka Telah Berbohong Mencintai Nabi Muhammad
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi, “Kapan hari Kiamat tiba?” Pertanyaan ini mendorong Nabi bertanya balik, “Apa yang sudah kamu persiapkan menyambut kedatangan Kiamat?” Dengan nada datar sahabat tersebut menjawab, “Tidak ada sama sekali. Saya hanya memiliki cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” Mendengar jawaban itu, sontak Nabi berkata, “Anta ma’a man ahbabta (Kamu bakal bersama orang yang kamu cinta)“.

Perkataan Nabi bahwa seseorang akan bersama orang yang dicintai memiliki relevansi yang cukup kuat sampai detik ini, lebih-lebih menjelang perayaan Maulid Nabi Muhammad. Cinta ini bukanlah ekspresi lisan yang dipoles dengan kalimat yang indah. Tapi, cinta itu diekspresikan dengan ketulusan hati kemudian diperkuat dengan pengakuan lisan. Pencinta selalu menyebut nama yang dicintai. Jika yang dicintai Nabi, pasti pencinta ini akan selalu menyebut nama beliau dalam kalimat shalawat.

Mencintai Nabi tidak cukup hanya mengagumi kepribadian beliau. Mencintai Nabi akan selalu mendorong pencinta meniru segala perbuatan beliau. Nabi senang menghormati perbedaan, meski lintas pemikiran maupun lintas agama. Dalam sejarah Nabi tidak pernah mengganggu, apalagi merusak tempat ibadah umat non-muslim. Nabi bersikap terbuka atas pilihan keimanan yang mereka tempuh. Bahkan, Nabi selalu bergaul dengan baik bersama masyarakat non-muslim.

Sikap keterbukaan Nabi tersebut belum terlihat dalam diri pelaku terorisme. Mereka melakukan tindakan yang maha kejam dengan membom atau bom bunuh diri di beberapa tempat yang dianggapnya kafir. Sebut saja, kantor kepolisian, hotel, tempat ibadah orang non-muslim, dan masih banyak yang lainnya. Aksi-aksi semacam ini jelas bertentangan dengan kepribadian Nabi yang terbuka terhadap perbedaan.

Nabi tidak pernah mengajarkan umatnya melakukan tindakan terorisme. Nabi mengajarkan sikap yang ramah dan santun. Karena, sikap ini merupakan cerminan ajaran Islam yang dibawa oleh beliau. Islam adalah agama yang menebar perdamaian, bukan menyulut permusuhan. Disebutkan dalam hadis Nabi, “Muslim sejati itu adalah mereka yang tidak mengganggu orang lain, baik melalui lisan maupun tangannya.

BACA JUGA  Momen Tobat Para Teroris Di Malam Nisfu Sa'ban

Selain itu, Nabi tidak pernah berkata kotor yang menyakitkan lawan bicaranya. Digambarkan dalam sebuah riwayat, bahwa Nabi pernah bermaksud menegur seorang sahabat yang batal wudhuknya, maka beliau tidak langsung menegur sahabat tadi di depan sahabat yang lain, akan tetapi beliau memerintah semua sahabat untuk berwudhuk. Sikap Nabi ini mulai banyak dilupakan, terutama oleh beberapa orang yang mengaku ustadz, sedang ucapannya kotor dan berbisa.

Beberapa orang yang mengaku ustadz tadi biasanya gemar melontarkan ujaran kebencian (hate-speech) yang menyinggung, menyudutkan, dan menyakiti hati orang lain. Mereka merasa benar sendiri. Merasa paling muslim. Merasa paling punya kunci surga. Sikap yang terlihat dalam diri mereka hanyalah sifat kesombongan dan keangkuhan. Padahal, sikap semacam ini dilarang dalam Islam. Naudzubillah!

Meniru Nabi juga senang berkata yang benar (bukan hoaks). Karena, Nabi adalah manusia yang jujur sehingga dengannya beliau berhak menyandang sifat “Shiddiq” alias jujur. Coba bandingkan dengan sebagian orang yang mengaku muslim, tapi gemar berdusta. Dulu pada masa tabiin ada seorang yang bernama Musailamah al-Kazdzdab yang artinya gemar sekali berbuat dusta. Sifat Musailamah ini sangat mungkin terlihat pada zaman sekarang. Biasanya sekarang yang gemar berkata dusta, di antaranya, pengusung khilafah yang membohongi umat dengan janji tegaknya khilafah.

Sebagai penutup, tidak pantas seseorang, meski muslim, mengaku cinta Nabi jika ia belum meniru segala kepribadian Nabi. Yang jelas Nabi tidak senang melakukan tindakan ekstrem, seperti aksi-aksi terorisme, ujaran kebencian, dan menebar hoaks. Sungguh malu orang yang mengaku cinta Nabi, sedang sikapnya bertentangan dengan sikap beliau.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru