29.7 C
Jakarta
Array

Harus Siap, Repatriasi WNI Mantan ISIS Bisa Bawa Masalah Baru

Artikel Trending

Harus Siap, Repatriasi WNI Mantan ISIS Bisa Bawa Masalah Baru
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Islamic State in Irak and Syiria atau ISIS memiliki perjalanan yang begitu panjang. Awal tahun 2014, di mana ISIS pertama kali didirikan sifatnya masih temporal. Akan tetapi, sejak tahun 2015 sampai tahun 2017, ISIS kemudian mengarah kepada hijrah, yakni dengan menetap di suatu Negara dan meninggalkan Negara asalnya.

Pernyataan ini disampaikan oleh Satgas Foreign Terrorist Fighter Densus 88 Mabes Polri AKBP Dr. (Cand) Didik Novi, S.I.K, M.H pada Seminar bertajuk, “Nasib WNI Simpatisan ISIS di Suriah dan Irak” yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Pascasarjana Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) di Gedung IASTH lt. 3, UI Salemba, Jakarta, Rabu (10/7).

Didik menuturkan bahwa simpatisan ISIS dari Indonesia memilih untuk menetap di berbagai Negara seperti Suriah dan Irak, mereka ingin hidup dan mati di sana. “Sehingga segala kekayaan dan aset mereka yang ada di Indonesia, mereka tinggalkan semua, mereka jual semua,” ungkap Didik.

Dalam seminar tersebut, Didik juga memperlihatkan sebuah video yang berisi tentang bagaimana simpatisan ISIS dilatih untuk berperang, berkelahi, menembak menggunakan senjata api. Dalam video tersebut juga diperlihatkan bagaimana anak kecil usia SD didoktrin untuk menganggap kafir semua penduduk Negara yang bukan Negara Islam. Mereka kemudian membakar paspor-paspor mereka supaya bisa menetap dan berperang di sana.

Didik menuturkan, kenapa mereka bisa bertahan dan ingin berperang di Negara tersebut membela Negara Islam yang dipercayainya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, karena mereka ‘menjual’ apa yang disebut dengan ‘khilafah’ atau ‘daulah Islamiyah’. Kedua, perkembangan teknologi dan media sosial yang begitu luar biasa.

Terakhir, lanjut Didik, pada tahun 2019 mereka mengubah operasi ISIS sebagai loyalis global. Sehingga, pada tahun ini, di mana hancurnya ISIS telah mengakibatkan gelombang besar, yakni kepulangan Foreign Terrorist Fighter (FTF) atau eks kombatan ISIS ke Indonesia.

“Alhamdulillah dengan adanya UU terorisme yang baru, sangat powerfull (mengatasi kelompok tersebut, red.),” terang Didik. Dia juga berharap supaya semua pihak bisa siap untuk mengatasi berbagai masalah yang akan ditimbulkan oleh WNI yang sebelumnya merupakan FTF tersebut.

“Membawa pulang FTF sama dengan membawa pulang segala permasalahannya, oleh karena itu kita harus siap dengan segala cara untuk menangani masalah tersebut,” pungkas AKBP Dr. (Cand) Didik Novi dalam seminar tersebut.

Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Judha Nugraha yang juga menjadi pembicara dalam seminar itu menjelaskan bahwa pemulangan ke tanah air atau repatriasi mantan simpatisan ISIS harus melihat dari berbagai aspek secara kompreshensif. Judha mengatakan bahwa harus ada proses-proses yang ditempuh sebelum pemerintah melakukan repatriasi. Salah satunya harus dilakukan rehabilitasi dan reintegrasi di dalam masyarakat.

Judha mengatakan bahwa proses tersebut harus dilakukan dengan berbagai cara. “Pertama proses verifikasi, karena banyak orang yang bukan dari Indonesia, tapi sangat fasih berbicara dalam bahasa Indonesia,” jelas Judha, yang juga menjadi pembicara dalam seminar tesebut.

Proses yang kedua, lanjut Judha, harus melihat dari segi kewarganegaraan. Hilangnya status kewarganegaraan salah satunya adalah bahwa ketika terdapat warga yang mengikuti dinas kenegaraan di Negara lain. Sementara pembakaran paspor, lanjut Judha, tidak menghilangkan kewarganegaraan seseorang.

Sementara proses selanjutnya adalah verifikasi mengenai kesediaan mereka untuk kembali ke Indonesia. “Kita tanyakan apakah mereka ingin kembali ke Indonesia, sebab (hal ini, red.) sudah ada dalam konferensi WINA. Karena ada beberapa kasus mereka tidak ingin pulang,” terang Judha.

Setelah pulang, lanjut Judha, mereka harus menjalani berbagai proses hukum yang berlaku. Jika mereka terbukti melanggar undang-undang yang ada di Indonesia, sudah ada proses yang diatur di dalam hukum.

Untuk diketahui, seminar tersebut dihadiri pembicara oleh Satgas Foreign Terrorist Fighter Densus 88 Mabes Polri AKBP Dr. (Cand) Didik Novi , S.I.K, M.H, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Judha Nugraha, jurnalis Tempo Husein Abri Dongoran, dan Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia Ali Abdullah Wibisono, Ph.D. Sementara itu, Dr. Muhammad Luthfi Zuhdi bertindak memberikan sambutan pembukaan acara seminar.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru