27.5 C
Jakarta

Harun Yahya, Film Nussa, dan Raung Rijikers Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamHarun Yahya, Film Nussa, dan Raung Rijikers Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harun Yahya, Film Nussa, dan Rijikers meraung hari ini. Tiga nama di atas, begitu seksi menjadi perdebatan sengit di media sosial dan membumbung tinggi di langit Indonesia. Kabar itu membelah perdebatan publik antara vaksin halal dan haram atau tagar “saya siap divaksin” meski vaksinnya yang tidak siap. Di antaranya ada yang mengolok, mencerca, dan memberi deskripsi analitis.

Harun Yahya dan Raungnya

Harun Yahya alias Adnan Oktar basah dalam raport merah dunia. Pria yang lahir di Turki pada 2 Februari 1956 ini, dihukum berat, lebih dari 1.000 tahun, karena didakwah banyak melakukan pelanggaran berat.

Sederet kasus pelanggaran Harun Yahya menyertai kehidupannya dan orang-orang terdekatnya. Ia terlibat berbagai kasus mulai dari skandal seks, memimpin geng kriminal-teroris, pemerkosaan, pemerasan, penipuan, penculikan, penyebar konspirasi, spionase politik dan militer, penyiksaan, pelanggaran terhadap undang-undang perpajakan dan undang-undang anti teror (Kompas.com/12/1/2021).

Akhir petualangan Yahya, mendekap di kasus yang maha banyak dan maha berat. Di negeranya sendiri, Turki, ia menjadi buronan kelas kakap beserta Fethullah Gulen, karena telah berusaha melalukan kudeta pada 2016, tetapi gagal (tirto.id, 13/14/2021).

Harun Yahya bahkan pernah keluar masuk penjara berkali-kali. Tetapi ia tak gentar. Setelah keluar di sel penajara, Yahya mendirikan stasiun televisi bernama A9. Mengisi macam-macam acara di televisinya, baik yang kontroversial seperti membahas agama sambilalu dihiasi tarian perempuan menari berbusana minim, yang dinamakan kitten. Di beberapa acaranya, Harun Yahya mendagu bahwa para perempuan tidak wajib mengenakan pakaian kerudung, karena itu bentuk dari feminis Islam.

Tapi apa yang terjadi, pada 2018, Harun Yahya beserta pengikutnya ditangkap dengan berbagai macam kasus, seperti disebut di atas. Polisi telah menyita 70 senjata api, 3.000 lebih peluru, enam truk berisi barang antik dan artefak bersejarah, serta lebih dari 400 flashdiks. Menurut tirto.id, salah satu artefak itu adalah fosil hewan dan tumbuhan berusia 150-200 juta tahun dengan nilai 10 juta dolar AS. Hasil penjualan fosil diduga untuk mendanai organisasinya. Bahkan polisi menyita senjata api, baju besi pelindung tubuh, dan kendaraan lapis baja dari kediaman Harun Yahya (tirto.id/13/Juli/2018).

Tak lulus di bangku kuliah, Harun Yahya telah memincut hati orang-orang Muslim Indonesia. Dengan belajar desain interior selama kuliah, ia dengan gagah menentang teori evolusi Darwin. Harun Yahya menyebut teori evolusi Darwin dengan sebutan teori dan gagasan kibul belaka. Bahkan Harun Yahya menyebut bahwa teori Darwin tersebut sekadar sampah belaka dan lebih dari itu, karena terori itulah penyebab maraknya terorisme dan kesengsaraan dunia.

Harun Yahya menyebut orang-orang Islam tidak tahu bahwa Darwinlah akar dari segala teror, amuk, dan amoralitas dunia. Menurut pandangan Harun Yahya, Darwin menjadi salah satu orang yang memegang gagasan filsafat materialis, dan karena itulah segala apa kerusakan yang melanda di dunia, seperti fasisme, imprealisme, dan terorisme sumber daripadanya. Dengan demikian, Harun Yahya beserta pengikutnya, mendorong orang Muslim harus melawan teori Darwin tersebut.

BACA JUGA  Ramadan: Melihat Janji Manis Aktivis Khilafah yang Harus Dibasmi

Banyak buku telah diterbitkan Harun Yahya dan dicetak beribu ekslempar, untuk membantah teori Darwin. Bahkan tak segan-segan ia harus bersembunyi di balik agama bila keadaan terdesak. Bahasa agama selalu dijual Harun Yahya untuk mematahkan argumen lawan, dan juga untuk mencari perhatian para akademisi Muslim dunia. Di sini kita mungkin mengingat-mengingat mengapa dulu buku dan pikiran Harun Yahya begitu digandrungi oleh sebagaian pengajar Muslim Tanah Air bahkan masuk dalam mata pelajaran sekolah. Duh.

Tak lebih dari kibulan belaka, Harun Yahya berambisi membantah fakta-fakta penemuan empiris para ilmuan dunia. Terbukti propaganda Harun Yahya menuai hasil fantastis di masyarakat Turki. Menurut Martin Riexnger (2018), gagasan-gagasan Harun Yahya dimuat di buku-buku sains dan dirayakan pejabat-pejabat pemerintahan, dan mereka mulai ikut-ikutan vocal mengkritik Darwin.

Puncak pencapaian propganda Harun Yahya adalah dengan menerbitkan buku berjudul The Atlas of Creation (2006). Buku ini dicetak beribu ekslempar dan cetak beberapa kali, dan laku di pasaran, dan bahkan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Di dalam buku tersebut Harun Yahya menuding bahwa teori Darwin hanyalah ilmu-ilmu yang menjuntai kesesatan dan sekaligus bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah alam.

Harun Yahya, Film Nussa, dan Rijekers Indonesia Sama?

Yang menarik, meski sebagian ilmuan top dunia, menyatakan gagasan Yahya cacat dan salah, tetapi buku-buku dan gagasan Yahya telah bisa menggeser dan mengubah persepsi orang tentang evolusi, utamanya di negara-negara Muslim.

Terbukti riset Salman Hameed, yang dikutip tirto (2018), berjudul “Bracing for Islamic Creationism”, hasilnya memiriskan. Banyak di antara mereka tidak setuju pada teori Darwin. Misalnya, orang Indonesia hanya 16% yang meyakini teori Darwin itu benar, Pakistan sebesar 14%, Mesir 8%, Malaysia tak lebih dari 11%, serta Turki Cuma mentok di angka 22%.

Kebenaran keliru yang telah dijajakan Harun Yahya menjadi candu masalah bagi masyarakat muslim. Ia seperti membuka kotak pandora “kebusukan” di dalam semesta ilmu pengetahuan dan ajaran keagamaan. Apakah hubungannya Harun Yahya dengan Film Nussa, dan Rijekers Indonesia? Tidak ada. Tetapi Harun Yahya dan Rijekrs punya kesamaan: pendangkalan pengetahuan dan ajaran-ajaran keagamaan.

Harun Yahya mencoba melakukan pendangkalan lewat propaganda pengetahuan. Sementara Rijikers Indonesia, mencoba masuk lewat perilaku politik keagamaan. Dua-duanya bisa/tidak dan boleh dibilang ingin menggeruk keuntungan pribadi lewat jalan politisasi ajaran, politik, gagasan, dan kasus-kasus lainnya lewat organisasi ilegal, macam FPI sekarang. Baik dari pesanan politisi atau kehendaknya sendiri.

Kalau raung Film Nussa kini? Ah itu hanya kerjaan buzzerRp yang tak jauh beda dengan keduanya. Ia hanya ingin merawat eksistensinya. Tak patut ditanggapi.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru