29 C
Jakarta

Halal Bi Halal dalam Idul Fitri

Artikel Trending

KhazanahOpiniHalal Bi Halal dalam Idul Fitri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebentar lagi bulan Ramadhan. Pasti rundu Idul Fitri, bukan? Tradisi Halal bi Halal dan tradisi saling memaafkan di hari raya Idul Fitri unik dan ngangeni. Coba toh lebaran di mana gitu yang ndak ada tradisi Halal bi Halal-nya. Pasti hambar.

Setelah hubungan dengan Allah direparasi melalui aneka kegiatan spiritual di bulan Ramadhan, dan harta dibersihkan melalui zakat, maka mestinya kan memang otomatis ya hubungan dengan sesama hamba-Nya juga jadi baik. Lah wong Allah merintahkan hal ini. Ya, toh?

Nyatanya kan ndak begitu. Lebih mudah minta maaf sama Allah daripada sama hamba-Nya. Isin, gengsi, marah belum tanek, dan lain sebagainya. Maka, para ulama leluhur kita membangun tradisi maaf-maafan ini.

Buat kita (kita?) yang lingkaran pergaulannya terbatas, tradisi maaf-maafan secara personal cepat selesai. Tapi buat yang pergaulannya luas dan luas sekali, tentu tidak praktis kalau satu per satu, hingga dibuatlah tradisi Halal bi Halal. Sekali kumpul, kabeh iso maaf-maafan.

Idul Fitri jadi momen hubungan spiritual dengan Allah. Juga hubungan dengan harta sebagai pemilik, dan hubungan sosial dengan handai taulan dibagusin semua.

Karenanya, meskipun Idul Fitri secara bahasa berarti kembali buka alias tidak puasa lagi, tapi jika dihayati dengan cara seperti ini jadinya bisa bermakna kembali ke fitri dalam bahasa Indonesia, yang berarti fitrah dalam bahasa Arab. Idul Fitri dimaknai sebagai harapan untuk kembali ke kondisi awal saat manusia diciptakan, yakni tanpa dosa.

Tradisi maaf-maafan ini penting sekali karena kesalahan antar manusia ndak bisa dihapus sampai yang bersangkutan memaafkan. Tentu saja minta maaf mestinya jangan nunggu lebaran, kesuwen. Tapi ada juga momen yang dipastikan maaf-maafan. Tiap ldul Fitri kan yo apik.

Kembali Fitri

Kita diajak mendidik diri sendiri untuk minta maaf dan memaafkan. Apalagi orang Indonesia kalau salah reroto belum bisa spontan bilang “maaf ya” sespontan Wong Kulon kono bilang “I’m sorry”. Ya, kan?

Tradisi begini ini bikin saat merayakan Idul Fitri di negorone Hakan Sukur berasa hambar. Disebutnya malah Seker Bayrami alias Lebaran Permen. Tiap rumah sediakan permen banyak dan anak-anak ngumpulin permen dari rumah ke rumah. Pilih permen apa mentahannya?

BACA JUGA  Isra Mi’raj: Antara Etika dan Spiritualitas

Cuma bagusnya mereka punya tradisi Halal bi Halal on the spot. Setiap merasa ambil hak orang lain, mereka spontan bilang, “Hakkini helal et” atau “Hakkinizi helal edin”. Hakmu halalin ya, artinya begitu.

Dosen telat sak menit (iya semenit, bukan sejam), sering kudengar mereka spontan ucapkan kalimat tadi. Lalu mahasiswa pun jawab, “Helal olsun”.

Tentu saja kesadaran untuk tidak mengambil hak orang lain tiap saat itu bagus. Halal bi Halal on the spot lebih bagus daripada setahun sekali. Selak lali. Tapi Halal bi Halal setahun sekali lebih bagus daripada tidak sama sekali. Eh tapi lagi, tidak Halal bi Halal lebih bagus daripada Halal bi Halal jadi modus Haram bi Haram. Cekikik…

Ncen meriah pol Muslim Indonesia ini, ya. Idul Fitri gak cuma zakat fitrah, salat, bubar. Ada mudiknya, ada mengunjungi dan mendoakan leluhur yang sudah wafat biar ikut senang. Ada makan ketupat dan opor nasionalnya, ada maaf-maafan, open house, Halal bi Halal. Ada jug reuni, piknik sama keluarga, silaturahim ke keluarga yang jauh. Sampai Cak Nun, Emha Ainun Najib, bilang: “Mosok Gusti Allah ndak terharu

Wallahu Alam bi ash-Shawab...

 

Dr. Nur Rofiah Bil Uzm, M.Sc, Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Alumni Universitas Ankara, Turki.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru