32.9 C
Jakarta

Hadis di Era Islam Digital: Media Baru Membumikan Pesan Moderat di Kalangan Milenial

Artikel Trending

KhazanahOpiniHadis di Era Islam Digital: Media Baru Membumikan Pesan Moderat di Kalangan...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Era disrupsi telah mempengaruhi pola kehidupan umat manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘disrupsi’ diartikan sebagai hal yang tercabut dari akarnya. Jika diartikan ke dalam kehidupan sehari-hari, disrupsi bisa dimaknai dengan terjadinya perubahan fundamental yang mengacak pola tatanan lama dan menciptakan pola tatanan baru. Manusia, idealnya, tidak bisa menghindar dari hal tersebut.

Salah satu yang menyebabkan terjadinya perubahan adalah revolusi teknologi yang lambat laun melahirkan proses yang dinamakan dengan digitalisasi. Digitalisasi   yang terjadi pada manusia menyebabkan manusia tidak  dapat lepas dari teknologi. Walaupun hanya sebentar saja. Manusia telah memiliki rasa ketergantungan kepadanya, bahkan sejak program digitalisasi ini merambah ke dalam semua lini kehidupan.

Kini, proses digitalisasi merambah hingga dunia Islam yang akhirnya memunculkan istilah Islam digital. Islam digital  adalah perubahan yang terjadi pada sumber-sumber keagamaan yang telah berhasil didigitalisasikan oleh kemajuan teknologi. Dahulu, orang-orang bila ingin belajar  agama Islam harus datang ke mesjid, belajar di pesantren atau kampus.

Namun di era digital, mereka dapat belajar agama Islam dengan sangat mudah. Generasi sekarang cukup belajar Islam dengan mencari di Google atau YouTube. Bahkan saat ini, informasi tentang Islam tidak perlu dicari lagi, karena telah masif bertebaran di media sosial, misalnya di grup WhatsApp.

Begitu juga dengan hadis Nabi yang tidak terlepas dari proses digitalisasi. Hal ini tentu akan banyak memberikan dampak positif dalam perkembangan studi hadis. Misalnya, dari segi mengakses literatur hadis, dahulu para pengkaji hadis seringkali kesulitan mengaksesnya, lantaran kitab yang terkait sulit ditemukan.  Namun, proses digitalisasi hadis lambat laun mampu mengatasi keterbatasan akses tersebut.

Era digital ini tentunya bisa menjadi peluang bagi kita semua sebagai media baru untuk menyampaikan dan membumikan pesan inti hadis kepada kalangan milenial. Istilah generasi milenial pertama kali diperkenalkan oleh dua pakar sejarah yang berasal dari Amerika, yaitu William Straus dan Neil Howe pada tahun 1991 dalam bukunya yang berjudul Millennials Rising: The Next Great Generation (2000).

Menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul The Lucky Few: Between the Greatest  Generation and the Baby Boom (2008), generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001. Sedangkan menurut Karl Manheim, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000 (Tim Penulis, 2018:13).

Terlepas dari berbagai perbedaan pendapat mengenai definisi generasi milenial, generasi milenial merupakan pengguna paling aktif media sosial di Indonesia. Mereka  tentunya tak bisa lepas dari penggunaan media sosial, misalnya, Instagram, Twitter dan Facebook.

Platform media sosial ini sekaligus bisa menjadi alat aktif mengampanyekan dan membumikan  pesan inti hadis serta nilai-nilai moderat ke kalangan pemuda. Apalagi selama ini stigma yang berkembang di masyarakat adalah hadis dan kaum milenial dianggap dua hal yang tak akrab.

Menurut Al-Hafiz dan Shakhawy seorang ahli hadis, hadis merupakan segala ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi Saw. (Ash-Shiddieqy, 2009:5). Secara universal, hadis mencakup seluruh aktivitas Nabi Muhammad Saw., baik persoalan ibadah maupun hubungan sosial sesama manusia. Itulah sebabnya pemahaman hadis yang benar menjadi sangat penting disampaikan kepada khalayak karena lebih banyak berkaitan langsung dengan kehidupan sosial.

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Bahkan, merambah hingga kehidupan sehari-hari manusia. Hadis juga membahas permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi manusia secara detail dan terperinci. Oleh karena itu, dengan menyampaikan dan membumikan hadis secara tepat, masyarakat akan terbiasa menjalani kehidupan sehari-harinya sesuai apa yang diinginkan dan dicontohkan Nabi Muhammad saw.

Hadis-hadis yang membahas tentang interaksi masyarakat seringkali dikutip oleh para pendakwah atau muballigh. Namun, sebagian dari pendakwah terkadang tidak bisa memahami hadis yang mereka sampaikan secara kontekstual, mereka cenderung memahami hadis secara tekstual dan menyampaikannya secara normatif saja. Di sinilah pentingnya menyampaikan hadis secara tepat di media sosial.

Hadis tidak cukup dihafalkan, tetapi perlu dipahami secara tepat pula. Tugas pengkaji hadis saat ini adalah membumikan hadis Nabi Saw. di media sosial secara kontekstual agar pesan inti hadis bisa tersampaikan kepada masyarakat terkhusus kepada generasi milenial.

Peluang ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Media sosial harus dimanfaatkan dengan baik dan aktif untuk menyampaikan dan membumikan pesan hadis  secara baik dan benar. Jika media sosial dimanfaatkan dengan baik maka  media sosial akan menjadi wadah yang sangat cocok untuk mengampanyekan dan membumikan nilai keagamaan yang moderat, dan penuh toleransi. Sebab generasi milenial tidak pernah luput dan lepas dari media sosial.

Banyak cara untuk memanfaatkan media sosial dengan baik. Di antaranya, selalu mengasah kreatifitas, membuat video singkat yang berisi tentang hadis, isi kandungan serta kontekstualisasi hadis tersebut. Selanjutnya membuat meme yang bertemakan keislaman.

Selain itu juga membuat sketsa atau komik yang berisi nilai-nilai Islam yang damai, moderat, dan toleran serta menambahkan hadis yang terkait, membuat pamflet yang berisi pesan inti dari suatu hadis dan sebagainya. Tentu, hal ini hanyalah sebagian kecil cara memanfaatkan media sosial dengan baik.

Pentingnya menyampaikan hadis di media sosial tentunya juga akan meng- counter hadis-hadis yang disampaikan secara tekstual oleh sebagian orang. Jika media sosal ini tidak dimanfaatkan dengan baik, generasi milenial yang dekat dengan media sosial akan mengonsumsi pemahaman yang berbasis tekstual dan kaku. Pada akhirnya pemahaman ini akan berimplikasi kepada cara beragama itu sendiri.

Wajah keras Islam, saling menyalahkan, saling mengkafirkan satu sama lain dan bahkan melahirkan cara beragama yang ekstrem menjadi konsekuensi logis. Karenanya, kelompok moderat dan para pengkaji hadis mesti berperan aktif dalam memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk mengampanyekan nilai keagamaan yang moderat dan membumikan pesan inti hadis Nabi Muhammad Saw. ke kalangan milenial.

Dengan begitu, peran hadis di era digital sangat dibutuhkan. Ini merupakan salah satu cara efektif untuk  mengarusutamakan nilai-nilai Islam yang moderat, menyebarluaskan pandangan Islam yang ramah, damai dan akrab dengan perbedaan pendapat kepada generasi milenial.

Upaya ini pula akan meretas ketabuan bahwa hadis adalah hal yang rumit untuk diterima oleh generasi milenial, sekaligus akan menghadirkan narasi baru, bahwa, hadis dan generasi milenial adalah dua hal yang akrab di era digital. Itu fakta baru yang selaiknya kita sadari bersama.

Daftar Rujukan:

Ash-Shiddieqy, T. M. 2009. Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Tim Penulis. 2018. Profil Generasi Milenial Indonesia. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak kerja sama Badan Pusat Statistik.

 

*Andi Fatihul Faiz Aripai, Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru