26.7 C
Jakarta

Gus Dur, Peringatan Imlek, dan Matinya Kaum Intoleran

Artikel Trending

Milenial IslamGus Dur, Peringatan Imlek, dan Matinya Kaum Intoleran
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Wajah Gus Dur dalam setiap perayaan Imlek di Indonesia menjadi ikon penting. Gambar atau fotonya terpasang dan tersebar di mana-mana. Semua itu menandakan bahwa ada seorang Muslim, yang berani mengangkat harkat martabat saudaranya: Tionghoa. Tak gentar bila berbeda dengan saudara seimannya.

Gus Dur Penyelamat Tionghoa

Gus Dur menghapus pemberlakuan Impres Nomor 14/1967 yang barisi tentang larangan Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa yang dikeluarkan oleh Soeharto. Lalu menerbitkan Impres Nomor 6/2000 pada Januari 2000.

Impres yang dikeluarkan Dus Dur itu berisi tentang bahwa etnis Tionghoa bebas menjalankan kepercayaan dan adat istiadatnya. Tak berhenti di situ, Gus Dur pada 9 Aprl 2001 meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional lewat Keppres Nomor 9 tahun 2001.

Bagi Gus Dur, negara wajib melindungi semua bangsanya. Karena itu Gus Dur, berani menjamin semua orang, berserikat dan bebas menjalankan hak-haknya, termasuk ritus agamanya.

Di masa Soeharto, perayaan tahun baru Imlek itu senyap. Merayakan Imlek itu haram. Dan itu terjadi dengan sangat lama, sejak Soeharto menjadi presiden. Artinya, saudara kita Tionghoa merasakan diskriminasi yang sangat, sudah dan selama 32 tahun.

Soeharto melarang perayaan Imlek, Gus Dur membebaskannya. Dari situ, bisa dikatakan, Gus Dur adalah penyelamat etnis Tionghoa dengan kebijakan beraninya.

Seperti kebijakan Nabi yang menyelamatkan etnis Yahudi-Nasrani, dari segala bahaya dan acaman, Gus Dur mungkin juga meniru kebijakannya. Bagi Nabi dan Gus Dur, segala yang intoleran harus dihapuskan. Semua yang rasis wajib diberhentikan. Semua manusia mesti niscaya hidup dalam kebangsaan yang nonrasial.

Bagi Gus Dur, semua etnis dan suku adalah Indonesia. Semua manyatu pada bumi yang satu. Karena hidup di alam yang satu, maka hidup-hidupilah semuanya. Bantu dan belalah semua aliran kepercayaan untuk memperoleh hak sebagai warga negara. Selain dijamin UU, ia juga dijamin oleh Al-Qur’an.

Sebenarnya, konsep kemanusiaan dan kebangsaan yang dipelopori oleh Gus Dur, sudah ada dalam Islam-Al-Qur’an. Islam dan Al-Qur’an selalu memerintahkan manusia untuk saling mengenal dan membantu sesama. Bahkan Islam dan Al-Qur’an melarang orang-orang berbuat kemaksiatan, dan intoleran. Islam dan Al-Qur’an melarang perilaku teroristik dan kezaliman.

Islam Agama Pembebasan dan Toleran

Islam sebagai agama samawi yang diturunkan Tuhan kepada umat manusia pada prinsipnya mengandung perintah pembebasan dan toleransi. Perintah toleransi ini dalam Islam sudah ada dan dilakukan sejak dari abad XV lalu.

Pada masa itu, Tuhan menurukan Nabi dan Rasul yang terakhir, Muhammad Ibn ‘Abdillah. Metode berdakwahnya melalui panduan ayat-ayat kitabullahnya juga dilakukan dengan cara yang toleran, sebagaimana Allah. Ini menjadi contoh nyata bahwa Islam perajut toleransi. Toleran bukan hanya kepada umat Islam saja, tetapi juga kepada non Islam (bidang muamalah). Artinya, Nabi mengajarkan cara-cara bijak dan toleran.

Di Indonesia, dalam sejarahnya, Islam juga disebarkan dengan cara-cara toleran. Ia di pupuk dengan kewelas asihan. Islam dibangun dengan harmonisasi, kedamaian, sehingga orang-orang mengikutinya, sebab ajarannya sudah menampakkan kebaikan dan ketentraman.

BACA JUGA  Propaganda Jihad sebagai Jalan Manipulasi Umat Islam

Tetapi, hari ini, kita mulai di sawur dengan debu-debu negatif, seperti radikalisme dan ekstremisme, liberalisme, dan sekularisme, hingga aliran-aliran yang meleceng dari ajaran Islam sesungguhnya. Sebut saja, Islam State of Irak and Syiria (ISIS). Bom Sarinah beberapa tahun lalu, menjadi bukti, dan memang dalam peristiwa itu ISIS sendiri mengaku bertanggung jawab atas peristiwa itu.

Oleh karena itu, untuk membendung aliran radikalisme, liberalisme, konservatisme atau ekstremisme, maka diperlukan sebuah upaya penyadaran serta memahami kembali tentang ajaran-ajaran agama itu sendiri. Karena, semua agama tidak mengajarkan kekerasan dan bahkan mengutuknya. Menurut Karen Amstrong, semua agama mengajarkan cinta dan kedamaian.

Di dalam surah al-Imran 156 dan 159, telah dijelaskan bahwa umat Muslim disuruh bersikap toleran terhadap orang lain. Dan, kalau dilihat dari konteks ayatnya, juga terlarang menyerupai orang-orang kafir (dari sikapnya yang arogan). Bahkan dalam tersebut Allah seakan-akan menyanjung-nyanjung orang-orang Muslim.

Esensi dari ajaran atau gagasan yang diberlakukan oleh Islam adalah ajaran yang penuh kasih sayang, terbuka, toleran, atau memberi kesempatan kepada orang lain yang berbeda. Berbeda agama, politik, budaya, suku dan lainnya. Oleh sebab itu, apa yang disuguhkan oleh ajaran konservatif-intoleran kiranya perlu dibenahi.

Al-Qur’an menyebut umat Islam sebagai umat terbaik yang akan menegakkan kebenaran dan menghalau sikap intoleran. Itu diperoleh karena sifat moderat yang dimilikinya (ummatan wasathan). Sebagaiamana kata Quraish Shihab dalam Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (2019) Islam itu sendiri adalah moderat dan moderat itu adalah Islam.

Al-Qur’an mengajarkan bahwa kekerasan tidaklah dikehendaki dan jika terpaksa digunakan untuk kepentingan bela diri, hal itu haruslah diakhiri dengan segera. Tujuan bela diri hanya untuk melakukan rekonsiliasi, bukan untuk menajamkan kekerasan dan permusuhan. Idealnya, tak perlu berperang untuk hal-hal yang sepele dan tak pantas atau hanya ingin mencari pembenaran.

Perjanjian damai Hudaibiyyah (628) contohnya, bahwa Muslim telah memberikan contoh toleran kepada musuh secara damai. Mengutip dari Yudi Latif (2018) kemenangan  dan kedamaian bisa diperoleh kalau dihadapi dengan cara toleran. Bahkan, kemenangan dan kedamaian bisa dirayakan bersamaan.

Kendati demikian, kemenangan dan kedamaian bukanlah lahir dari ruang hampa, tetapi kemenangan dan kedamaian bisa di dapat dari toleransi yang ditegakkan. Kemenangan dan kedamaian dalam Islam (kemenangan peradaban) bisa di dapatkan kalau toleransi di ejawantahkan.

Nabi Muhammad dan Gus Dur telah membuat agama sebagai jalan pembebasan. Nabi dan Gus Dur menjadikan agama wadah menuju kemenangan atas budak nafsu keserakahan. Nabi dan Gus Dur telah membebaskan tirani manusia. Nabi membebaskan manusia dari tirani zaman jahiliyah. Gus Dur telah membebaskan umat Tionghoa dari jerat intoleran-rasis di masa transisi reformasi di Indonesia. Dan kita?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru