26.8 C
Jakarta

Menolak Lupa; Gus Dur dan Tumbangnya Ormas Bajingan

Artikel Trending

Milenial IslamMenolak Lupa; Gus Dur dan Tumbangnya Ormas Bajingan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Salah satu tokoh besar, mantan Presiden RI, seorang ulama yang paling lantang menentang Front Pembela Islam (FPI) adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Cucu pendiri Nahdhatul Ulama (NU) itu dalam salah satu ceramahnya pernah menyebut FPI sebagai Ormas bajingan. Perseteruan Gus Dur dengan dedengkot FPI, Muhammad Rizieq Syihab, sangat masyhur. Menurut Rizieq, ia berbeda pendapat dengan Gus Dur—di antaranya—dalam hal pluralisme dan liberalisme.

Riwayat FPI yang kentara aksi semena-mena, vigilantisme, sejak Rabu (30/12) kemarin, tamat sudah. Pemerintah menerbitkan SKB enam pejabat tertinggi Negara tentang pumbubaran dan pelarangan segala atribut serta aktivitasnya. Cita-cita Gus Dur untuk membubarkan FPI, terealisasi tepat di peringatan haulnya yang kesebelas. Sementara kalangan menyebut, itu bukan suatu kebetulan. Sebab, Rizieq Syihab pernah menghina fisik Gus Dur lantaran sebut FPI Ormas bajingan.

Semacam ada kualat, tentang segala yang menimpa Rizieq Syihab. Para Nahdhiyyin percaya demikian. Hinaan Rizieq Syihab bahwa Gus Dur buta mata dan buta hati, yang jelas menyakiti, juga arogansinya yang sampai membuat Ahok merasa terzalimi, berbuah pahit untuk dirinya sendiri. Sang Imam Besar yang pernah berdoa agar semua lawannya diberikan kesulitan-kehancuran hidup, berbalik kepada dirinya: dirinya dibui, pesantrennya disomasi, dan organisasinya dibubarkan.

Terbitnya SKB pembubaran FPI merupakan kado akhir tahun pemerintah untuk NKRI, sekaligus menjadi kado terindah Gus Dur untuk bangsa dan perjuangan kemanusiaannya. Terlepas dari kemungkinan lahir nama-nama baru: Front Persatuan Islam, Front Perjuangan Islam, dan lainnya, pembubaran tersebut menunjukkan bahwa Negara, sebagaimana keinginan Gus Dur, tidak boleh kalah pada Ormas bajingan. Meski, harus juga disadari, bahwa sampai kapan pun, bajingan akan tetap menjadi bajingan.

Ormas Bajingan Kata Gus Dur

Dalam suatu berita di NU Online, Gus Dur menegaskan bahwa pada waktunya ia akan membubarkan FPI. Menurutnya, pemerintah tidak berani, dan terkesan membiarkan kasus kekerasan di Munumen Nasional Jakarta pada 1 Juni 2008 yang aktor utamanya adalah FPI. “Pemerintah tidak berani. Pada waktunya saya yang akan membubarkan FPI,” tegasnya. Pernyataan tersebut menarik karena Gus Dur tidak lagi punya otoritas, dan belum genap dua tahun dari pernyataan itu, ia wafat.

Butuh dua belas tahun untuk memahami ucapan Gus Dur, dan FPI resmi dibubarkan saat perayaan haulnya. Kini, FPI telah tumbang, kendati para bajingan berjubah di dalamnya masih gentayangan. Bubarnya FPI pun menjadi perayaan menangnya perjuangan kemanusiaan Gus Dur, dan matinya organisasi yang Gus Dur sebut Ormas bajingan. Premanisme yang dimaksud menunjukkan, bahwa sejak dulu, sepak terjang FPI selalu mengabaikan aspek perikemanusiaan.

FPI meresahkan masyarakat tidak karena ia berhaluan khilafah sebagaimana HTI, melainkan karena spirit premanismenya. Ketika FPI dibubarkan karena kerap kali melakukan kekerasan dan pelanggaran hukum, maka yang dijerat, secara tidak langsung, adalah premanisme itu sendiri. Meskipun salah satu pertimbangan SKB tersebut adalah keterlibatan beberapa laskar dalam tindak pidana terorisme, FPI tidak dikenal sebagai Ormas khilafah, melainkan Ormas bajingan. Persis kata Gus Dur.

BACA JUGA  Indoktrinasi HTI di Taman Mini, Bagaimana Melawannya?

Ormas bajingan yang diucapkan Gus Dur adalah refleksi dari esensi perjuangan dan gaya dakwah FPI itu sendiri. Gus Dur menyadari FPI tidak hanya nama belaka, melainkan kekuatan yang memecah-belah, jika dibiarkan. Sejak berdiri pada 1998 dan terlibat kekerasan, sampai Gus Dur merespons menggunakan kacamata kemanusiaan, FPI itu tetap dalam karakter utamanya: seperti bajingan. Selama mindset bajingan tersebut ada, catat ini baik-baik: FPI tidak akan pernah mati.

FPI Never Dies (?)

Pada Editorial Harakatuna berjudul Kado Akhir Tahun untuk NKRI: FPI Bubar, dijelaskan bahwa dampak terburuk pembubaran FPI adalah lahirnya dendam kesumat para dedengkotnya kepada pemerintah. Dendam itu melahirkan antipati akut, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk melawannya. Keterlibatan sejumlah laskar FPI dalam tindak pidana korupsi adalah bukti konkret dampak buruk tersebut. Sulit sekali, memang, untuk sama sekali memusnahkan mereka.

Bagi para laskar, FPI tidak lebih dari kendaraan—benda mati belaka. Spirit nahi munkar, yang identik kekerasan dan vigilantisme, tidak akan mati dari mindset mereka, justru akan semakin bertambah kokoh. Dalam suatu wawancara, Rizieq Syihab menegaskan, FPI memang dirancang mengisi celah dakwah NU dan Muhammadiyah, yaitu nahi munkar tadi. Mereka lebih kompleks daripada HTI, lebih mengkhawatirkan daripada pejuang khilafah. FPI bubar, tetapi spirit ke-FPI-annya tidak akan mati.

Lalu bagaimana cara menghentikannya? Kembali kepada apa yang Gus Dur perjuangkan: kemanusiaan. Kekerasan itu lahir karena defisit humanisme, sehingga segala yang dianggapnya keliru akan ditindak tanpa kompromi. FPI dan dakwahnya, juga kekerasan yang dilakukannya, bagi laskar FPI, itu tidak salah dan justru memang wajib ada di NKRI. Masa bodoh dengan toleransi dan kemanusiaan, pandangan konservatif mereka tidak akan menghiraukannya.

Tumbangnya Ormas bajingan tidak boleh sebatas tumbangnya sebuah nama, melainkan mindset nir-perikemanusiaan. FPI bisa dibubarkan seribu kali, mereka akan lahir sebanyak itu pula. Tetapi jika Negara bisa memberantas mindset konservatif-eksklusivisme, dan memasyarakatkan inklusivisme dan metode dakwah tanpa kekerasan, Ormas bajingan tidak akan lagi ada, sekalipun nama-nama sejenis FPI bertumpukan.

NU, dalam hal ini, harus ambil bagian paling besar. Tetapi kita semua, tidak boleh lupa, harus meneruskan perjuangan kemanusiaan Gus Dur untuk menghalang lahirnya Ormas bajingan lain di masa yang akan datang.

Wallahu A‘lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru