26.3 C
Jakarta

Geliat Literasi Pesantren di Jagat Virtual

Artikel Trending

KhazanahLiterasiGeliat Literasi Pesantren di Jagat Virtual
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam mencegah penyebaran virus corona, sejumlah sekolah dan perguruan tinggi mengganti proses belajar-mengajar secara online. Beberapa pondok pesantren juga memilih memulangkan santri dan proses pengajian dilakukan secara daring pula. Aplikasi-aplikasi seperti, WAG, Zoom, Youtube, Facebook, dan lain sebaginya dijadikan sebagai media pembelajaran.

Santri atau pelajar millennial memang cukup akrab dengan gadget, baik HP maupun laptop. Pembelajaran yang dilakukan di rumah, tak jarang membuat keblablasan dalam menggunakan gadget, apalagi dengan dalih belajar online, kuliah online, atau ngaji online.

Di pesantren atau sekolah, santri dan pelajar ini tidak perlu repot mengatur pembagian waktu, karena mereka tinggal menyesuaikan aturan yang sudah dibuat. Tetapi berada di rumah, aturan yang diterapkan di pesantren atau sekolah belum tentu dapat diaplikasikan. Sejumlah hal seperti pekerjaan rumah, rasa malas yang sulit terkontrol, bermain gadget, menonton TV, dan lain sebagainya adalah beberapa halangan penerapan pembagian waktu layaknya di pesantren atau sekolah.

Agar waktu tidak terbuang sia-sia, pelajaran tidak ketinggalan, ngaji tetap jalan, dan setoran hafalan juga tidak berhenti, alangkah baiknya jika kita mencoba tips mengenai pembagian waktu yang sudah dituliskan oleh guru kita, Hadratussyeikh K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wa Muta’allim. Bagaimana tipsnya?

K.H. Hasyim Asy’ari menganjurkan agar kita tidak menunda-nunda waktu untuk belajar. Kesempatan yang telah berlalu tidak akan hadir kembali dengan kondisi dan situasi yang sama. Masa menghadapi pandemi ini bukan seharusnya menjadi alasan bagi generasi millenial untuk berhenti belajar. Kebijakan sekolah dan pesantren hanya mengganti tempat belajar-mengajar bukan meliburkannya.

Selain itu, dijelaskan pula beberapa waktu yang pas untuk belajar, baik untuk menambah atau sekedar muthola’ah saja. Berikut pembagiannya:

Pertama, waktu ketika sahur adalah waktu yang utama untuk menghafal. Kondisi ketika sahur atau sekitar pukul 03.00 WIB dini hari cenderung sepi. Oleh karena itu, waktu-waktu ini cocok bagi santri atau siswa yang menambah hafalannya, baik hafalan Al-Qur’an, nadzam, pelajaran sekolah maupun pesantren. sembari menunggu adzan Subuh, sepertinya aktivitas hafalan cocok untuk dilakukan.

Kedua, pagi hari. Pagi merupakan waktu untuk membahas pelajaran. Tak mengherankan jika kebanyakan dari kita bersekolah di pagi hari. Di waktu ini, kita bisa menggunakan untuk membaca buku-buku atau kitab-kitab atau mengerjakan tugas. Waktu pagi hari juga bisa digunakan untuk menonton pengajian-pengajian pesantren yang disiarkan di beberapa aplikasi seperti Youtube dan Facebook.

BACA JUGA  Membangkitkan Api Kreativitas Literasi, Ini Tipsya

Ketiga, siang hari adalah waktu yang tepat untuk menulis. K.H. Hasyim Asy’ari merupakan kiai dengan banyak karya. Beberapa karya tulisnya dapat dinikmati oleh santri-santrinya hingga kini, termasuk kitab Adabul ‘Alim wa Muta’allim yang membahas mengenai adab dalam belajar-mengajar. Jika ingin memiliki banyak karya tulis seperti Kiai Hasyim, tidak ada salahnya menggunakan waktu siang hari untuk menulis.

Keempat, sore hari. Waktu ini merupakan waktu yang dianjurkan untuk memuthola’ah atau mereview pelajaran-pelajaran yang sudah dipelajarai sebelumnya. Atau bisa juga mengulang hafalan yang sudah dihafalkan. Selain bermanfaat, kita juga membantu pemerintah dalam menerapkan physical distancing untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Beberapa berpendapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sore hari adalah setelah isyak. Jika merujuk pendapat ini, kita bisa menjadikan waktu setelah sholat isyak untuk mengulang pelajaran dan hafalan kita.
Berada di rumah dalam waktu yang lama memang tidak menutup kemungkinan memunculkan kebosanan dalam diri. Generasi milenial atau Generasi Z yang cenderung suka keramaian akan merasakan cepat bosan dalam kondisi seperti ini, tak terkecuali bosan dalam belajar.

Syekh Az-Zarnuji, pengarang kitab Ta’lim Muta’llim memberikan tips bagaimana untuk menghilangkan kebosanan dalam mencari ilmu. Beliau menceritakan bahwa Ibnu Abbas ra, pernah mengalami bosan dalam belajar ilmu tauhid. Untuk menghadapi kebosanan tersebut, beliau mengambil dan membaca buku sya’ir.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Muhammad bin Al Hassan. Ketika malam, beliau meletakkan beberapa buku di dekatnya. Jika bosan dengan satu buku, beliau akan membaca buku yang lainnya. Begitu juga dengan murid, jika bosan belajar satu ilmu, ia bisa menyelingi dengan membaca buku lainnya seperti novel misalnya.

Belajar tidak melulu melalui buku. Di zaman tekologi dan informasi saat ini, tentunya kita bisa belajar melalui banyak hal seperti gambar dan video. Nah, jika kita bosan dengan tugas-tugas daring, bisa tuh melipir menonton video atau membaca buku di luar pelajaran. Tetapi jangan keblablasan ya!

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru